Jakarta (Antaranews Sumut) - Sir Alex Ferguson boleh disebut sebagai pelatih Manchester United terhebat sepanjang masa. Namun, sehebat-hebatnya Fergie, sapaan akrab Ferguson, dia tidak bisa menyetarakan diri dengan Sir Matt Busby yang sejak 72 tahun lalu menjadi satu-satunya manajer dalam sejarah klub yang berhasil membawa klub berjuluk setan merah ini menang empat kali berturut-turut pada awal kepelatihannya.
Tetapi, 2 Januari 2019 waktu setempat atau Kamis dini hari 3 Januari pukul 02.00 WIB, pencapaian Sir Matt Busby bisa diulangi, ketika di kandangnya sendiri di St James' Park, Newcastle menjadi korban keempat United di bawah nakhoda baru yang dulu dijuluki "Pembunuh Berwajah Bayi". Si nakhoda itu adalah Ole Gunnar Solksjaer.
Jalan memang masih teramat panjang untuk Ole Si Norwegia. Medan masih terlalu terjal nan keras untuk dilalui Solkjaer demi membuktikan apakah dia memang telah benar-benar mengembalikan marwah Manchester United.
Namun tidak dipungkiri lagi, Solksjaer telah membawa energi dan gaya yang selama ini hilang sejak Old Trafford ditinggalkan Sir Alex pada 2013.
Tak lama setelah Setan Merah menggasak 5-1 tuan rumah Cardiff City yang adalah pertama kalinya klub ini mencetak lima gol dalam satu pertandingan sejak MU di bawah Sir Alex seri 5-5 melawan West Brom pada Mei 2013, Sport Illustrated menurunkan headline, "Solskjaer mengembalikan lagi udara positif di Manchester United."
Faktanya, tiga pertandingan berikutnya, dua di kandang dan satu di markas lawan, energi positif itu terang terlihat sehingga permainan MU menjadi lebih enak ditonton, lebih atraktif nan impresif sekaligus agresif, nyaris menyamai masa ketika si Ole masih berstatus pemain MU dari 1996 sampai 2007.
Media massa Inggris ramai-ramai menulis Manchester United telah kembali tampil seperti Manchester United yang dulu masih dikomandoi Sir Alex, begitu Setan Merah menang 5-1 melawan Cardiff.
Seharusnya orang tidak heran oleh pencapaian itu karena Solksjaer adalah anak didik langsung Sir Alex. Dia jebolan United, dia lama bersama Old Trafford, dan untuk itu dia tahu sekali bagaimana memperlakukan Manchester United.
Kreativitas
Seperti Sir Alex pernah tularkan kepada dia sewaktu menjadi pemain, Solksjaer menularkan pula pentingnya berkreasi di lapangan, kepada pemain-pemainnya. Mungkin bekal ini tidak cukup saat melawan tim-tim besar, tetapi United sudah menunjukkan apa yang lama hilang itu sewaktu melawan Cardiff. Dan hasilnya, luar biasa bagus.
Banyak hal yang dulu tenggelam sekarang muncul kembali. Salah satunya insiatif menyerang.
Paul Pogba yang terbelenggu di bawah Jose Mourinho sampai kemudian tidak tahan untuk cekcok karena tidak suka dengan gaya defensif Mourinho, kini lebih hidup dan lebih berani berinisiatif. Sementara itu, duo bek sayap, Ashley Young dan Luke Shaw, bermain jauh lebih agresif ketimbang saat sebelum Solkjaer memimpin MU. Mereka sering menusuk jauh meninggalkan wilayah kekuasaan aslinya.
Sedangkan trio Jesse Lingard, Marcus Rashford dan Anthony Martial bermain penuh semangat, kaya imajinasi dan sekaligus pantang menyerah merebut dan mempertahankan bola. Cantiknya lagi, mereka begitu cair bertukar posisi, dan berbalas umpan dalam pergerakan yang cepat namun akurat.
Ketika mereka tidak bisa memecah kebuntuan, Solkjaer punya senjata yang uniknya dulu menjadi speasilisasinya.
Dia sepandai Sir Alex dalam merotasi pemain dan jeli memahami karakter-karakter pemainnya. Manakala Rashford, Martial dan Juan Mata tak bisa menjebol gawang Newcastle, Solkjaer memasukkan dua pemain ultraofensif, Romelu Lukaku dan Alexis Sanchez.
Sama seperti dirinya sewaktu menjadi pemain MU yang kerap dijuluki "super-sub" alias "pemain pengganti super" karena kerap menciptakan gol-gol penentu MU begitu diturunkan sebagai pemain pengganti, Lukaku bertindak persis Solkjaer.
38 detik setelah diturunkan, Lukaku memecahkan kebuntuan. 16 menit kemudian, Sanchez mengaransemen gol kedua MU yang diciptakan Rashford. Solksjaer pun seketika menyandang predikat satu-satunya manajer MU yang menyamai pencapaian Sir Matt Busby sebagai pelatih yang memenangkan empat pertandingan pertama dalam masa awal kepelatihannya.
Momentum
Tetapi MU yang dalam empat pertandingan terakhir rata-rata mengendalikan 67 persen distribusi bola tetap memiliki bolong, dan bolong terbesar adalah wilayah pertahanan mereka.
Dua palang pintu di depan penjaga gawang David de Gea, yakni Victor Lindelof-Phil Jones, masih kalah kelas dan kalah tangguh dibandingkan dengan duo Nemanja Vidic-Rio Ferdinand yang terkenal perkasa mementahkan ofensif lawan. Dalam beberapa hal mereka acap kedodoran. Walau begitu, dalam empat pertandingan terakhir, David de Gea terlihat tidak lagi harus bekerja terlalu keras karena tertolong oleh eksplosifnya gelandang dan tim serang MU yang membuat lawan kesulitan merancang dan melancarkan serangan.
"Ujian lebih besar tengah menunggu dan saya mengkhawatirkan cara mereka bertahan," kata komentator sepak bola yang dulu mantan striker Timnas Inggris, Alan Shearer, seperti dikutip Sky Sports.
Dan ujian besar pertama Solkjaer nanti adalah tatkala United dijamu Tottenham pada 13 Januari 2019. MU mungkin akan sama eksplosifnya dengan empat pertandingan terakhirnya, tetapi bisa saja sudah tidak lagi eksplosif karena Spurs mungkin sudah tahu cara meredamnya.
Namun yang jelas, MU di bawah kepelatihan Solksjaer tidak akan sudi menyianyiakan momentum. Mereka akan terus tampil atraktif, karena manajernya kini adalah orang yang tahu dan dirasuki falsafah sepak bola menyerang yang dulu menjadi mazhab besar Setan Merah.
MU kembali temukan gairah di tangan Solksjaer
Kamis, 3 Januari 2019 14:35 WIB 913