London, 30/5 (Antara) - Sebanyak enam santri Pondok Pesantren Darunnajah, Jakarta Selatan berkesempatan mengikuti pelajaran di "The Holy Family Chatolic Keighley" yaitu sekolah Katolik di Inggris selama dua pekan.
Keberangkatan enam santri Darunnajah itu merupakan hasil dari kunjungan Perdana Menteri Inggris Tony Blair ke Pesantren Darunnajah pada bulan Maret 2006.
"Kami baru memperbaharui nota kesepahaman antara Pondok Pesantren Darunnajah dengan The Holy Family Chatolic Keighley yang telah berlangsung selama tujuh tahun," ujar Pimpinan pesantren Darunnajah Sofyan Manaf kepada Antara London, Rabu.
Penandatanganan naskah kerja sama kedua sekolah tersebut dilakukan Sofyan Manaf dengan kepala sekolah The Holy Family Chatolic Keighley Lawrence Bentley yang disaksikan Atase Pendidikan KBRI London Fauzi Soelaiman, di Keighley, minggu lalu.
Menurut pimpinan proyek school link, Rihma Ilfi Manaf mengatakan kerja sama pondok pesantren Darunnajah dalam kerangka kemitraan sekolah selama ini lebih ditujukan pada pertukaran guru diantara kedua negara.
Beberapa tahun lalu Pesantren Darunnajah menerima kunjungan para guru di Holy Family Catholic School yang diwakili Deputy Head Tracher Chris Bohillis, dan Assistant Head Teacher Frances Lynch.
Tahun ini program school link dikembangkan dengan pertukaran murid kedua sekolah yang diharapkan bisa merasakan pendidikan yang sebenarnya diantara kedua sekolah yang berbeda keyakinan khususnya Darunnajah sebagai pondok pesantren dengan The Holy yang menerapkan ajaran Nabi Isa dalam kehidupan sehari-hari.
Banyak pengalaman
Banyak hal yang menarik ditemui para pelajar Darunnajah yang ikut nyantri di The Holy Family Chatolic Keighley saling berinteraksi dan mempelajari budaya dan kehidupan di Inggris.
Asna Yusrina (16) misalnya menceritakan pengalaman selama mengikuti school link.
"Paling berkesan selama mengikuti (program pertukaran,red) exchange di sekolah Katolik yaitu berkenalan dengan banyak teman dari luar negeri dan berbeda beda agama," ucapnya Asna.
Asna Yusrina mengatakan berbicara dengan beda aksen, selain mengetahui beda budaya dan makanan yang tidak biasa dan juga merasakan cuaca yang sangat dingin.
Teman-teman di Keighley banyak yang bertanya tentang agama dan ajaran agama Islam dan juga bagaimana rasanya sekolah di pesantren dan asrama.
"Mereka juga bertanya apa murid putra dan putri campur,: katanya mencontohkan.
Menurut Asna Yusrina, banyak di antara para pelajar Inggris itu yang bisa berbagi cerita atau pengalaman kepada teman-teman di Darunnajah tentang pengalaman selama mengikuti program pertukaran pelajar atau student exchange ini diantaranya perbedaan budaya, cuaca yang sangat dingin dan betapa sopannya mereka dan menerapkan waktu .
Sikap hormat
Sementara itu Cahyani (17) dari Palangka Raya, Kalimantan Tengah mengatakan pengalaman yang paling berkesan dalam mengikuti pertukaran pelajar di sekolah Katolik yang murid-muridnya sangat hormat terhadap para guru dan murid.
Pengalaman paling berkesan adalah menginap atau tinggal untuk pertama kalinya di rumah orang asing.
"Ternyata Dad ( ayah angkat,red) saya adalah mantan walikota," ujar Cahyani.
Ikut berkesempatan bersekolah di sekolah katolik (HFCS) Keighley juga sangat berkesan karena tidak pernah terbayangkan sebelumnya bisa berkomunikasi langsung dengan orang asing dalam waktu yang cukup lama 11 hari.
Cahyani juga mengakui teman di Keighley banyak bertanya seputar agama dan ajaran agama Islam.
"Mereka banyak bertanya tentang Islam," ujarnya.
"Kalian seorang muslim, tapi kenapa tidak semua muslim mengenakan jilbab," tanya mereka. Cahyani mengatakan tidak sulit menjawab pertanyaan rekannya karena setiap agama punya ummat yang taat dan kurang taat.
"Tetapi saya tidak mengatakan yang tidak berjilbab tidak taat hanya saja mungkin mereka belum siap untuk memakai jilbab," ujar Cahyani.
Pakai" bungkus dan tidak"
Selain itu, mereka juga bertanya apa bedanya wanita muslim yang pakai jilbab dan tidak pakai jilbab .
"Saya menjawab, seperti layaknya dua permen, yang satu pakai bungkus dan yang satu lagi tanpa bungkus. Mana yang kamu pilih. Dia akhirnya memilih yang memakai bungkus. Saya mengatakan itulah ibarat orang yang pakai jilbab dan tidak. Dia melihat sangat puas dengan contoh yang saya berikan," katanya.
"Dia mengatakan itu adalah 'briliant example'," katanya lagi.
Kebersihan
Dikatakannya banyak hal yang bisa diceritakan kepada teman di Darunnajah tentang pengalaman selama mengikuti program "Student Exchange" ini seperti kedisiplinan dalam menjalankan tata tertib, menghargai setiap perbedaan yang ada, terutama yang berkaitan dengan sara, ketertiban dalam menjaga kebersihan serta keaktifan murid dalam pelajaran.
"Rasa ingin tahu para murid yang sangat besar dalam mempelajari budaya, bahasa dan kebiasaan negara lan," ujarnya menambahkan bahwa rasa apresiasi mereka yang sangat besar terhadap murid berprestasi.
Dukungan para guru terhadap murid sangat positif dan besar berkaitan dengan bakat bakat yang mereka punya.
Sementara itu, Nurul Fasivica (16) dari Medan Sumatera Utara menceritakan pengalaman yang paling berkesan adalah saat ia mengikuti semacam acara perpisahan di aula.
Di akhir acara semua murid yang beragama Kristen berbaris menuju bagian depan untuk mendapatkan sesuatu dari pendeta dan murid Muslim duduk dengan diam.
"Saya sangat terkesan karena toleransi beragama tinggi," ujar Nurul.
Menurut Nurul Fasivica, yang paling banyak ditanyakan rekannya tentang apakah semua muslimah wajib berjilbab.
Lain lagi kisah Yulia Maulida Fitriana (16) dari Palangka Raya, Kalimantan Tengah yang antara lain mengatakan pengalaman yang paling berkesan sangat banyak, tapi ia sangat senang ketika pertama kali masuk kelas.
"Bingung mau duduk dimana. Belajar bahasa asing, ketemu teman-teman yang luar biasa, punya papa mantan walikota, sampai bikin ribut di kelas hingga dikeluarin. Ini pengalaman yang tidak pernah terlupakan," ujar Yulia.
Zulha Annisas Ichwan (17) dari Jambi, mengakui pengalaman yang paling berkesan adalah saat memasuki kelas science dan melakukan percobaan memanggang yaitu dengan memegang buih sabun dan nanti gurunya akan meletakkan api dalam percobaan ini.
"Kita dilarang untuk bergerak sedikitpun. Awalnya saya takut tapi teman-teman menyemangati dan mengatakan jangan khawatir, dan ternyata memang nggak apa-apa," ujar Zulha.
Annisa Chusnul Muasaroh (15) dari Jakarta menceritakan Pengalaman bersekolah di sekolah Katholik yang di dalamnya banyak juga murid dari agama lain. Walaupun berbeda agama tetapi tetap menghargai satu sama lain. Pengalaman homestay di rumah orang .(ZG)
Santri Darunnajah Belajar Di Sekolah Katolik Inggris
Kamis, 30 Mei 2013 8:03 WIB 1661