Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara menjatuhkan vonis tiga tahun penjara kepada Devi Juliani (45) mantan karyawan PT Hasjrat Tjipta, karena terbukti menggelapkan iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp471 juta.
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Devi Juliani oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun," kata Hakim Ketua Pinta Uli Tarigan di ruang sidang Cakra V, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis.
Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa merupakan mantan Admin Officer di PT Hasjrat Tjipta di bawah naungan Perusahaan Paya Pinang Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet terbukti bersalah melakukan penggelapan.
“Terdakwa diyakini terbukti melanggar Pasal 374 KUHPidana, sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” ujar Pinta Uli.
Menurut hakim, keadaan hal memberatkan perbuatan terdakwa wanita asal Jalan Putri Merak Jingga, Kota Medan telah menimbulkan kerugian pada PT Paya Pinang Group, terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya, dan jumlah yang relatif besar, yaitu Rp471.073.159.
"Keadaan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, terdakwa menyatakan terus terang dan mengakui perbuatannya," jelas dia.
Setelah mendengarkan pembacaan putusan, Hakim Ketua Pinta Uli memberikan waktu tujuh hari kepada terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Medan untuk menyatakan sikap apakah mengajukan banding atau menerima vonis tersebut.
Vonis itu sama (conform) dengan tuntutan JPU Novalita Suryani Siahaan, yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun.
JPU Novalita dalam surat dakwaan menjelaskan, bahwa terdakwa yang bekerja sejak tahun 2009 di PT Hasjrat Tjipta, sebuah perusahaan yang berada di bawah naungan PT Paya Pinang Group telah melakukan tindakan penggelapan terhadap uang perusahaan.
Terdakwa, yang memiliki tugas untuk mengurus administrasi, surat-menyurat, dan pembayaran tagihan BPJS Kesehatan karyawan di PT Paya Pinang Group dan anak perusahaannya, yaitu PT Perusahaan Dagang Paya Pinang, PT Sumber Sawit Makmur, dan PT Hasjrat Tjipta, diketahui telah melakukan perbuatan ilegal ini antara tanggal 4 Maret 2022 hingga 3 Januari 2023.
Menurut keterangan JPU, terdakwa membuat billing statement (tagihan) palsu dengan menggunakan aplikasi komputer, seolah-olah berasal dari BPJS Kesehatan Medan.
“Tagihan yang diedit tersebut memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tagihan yang sebenarnya. Billing palsu tersebut kemudian diajukan oleh terdakwa beserta giro voucher hutang untuk diparaf oleh manajer kantor dan manajer keuangan perusahaan,” ujar dia.
Setelah mendapatkan persetujuan, giro voucher tersebut diserahkan kepada kasir untuk diproses lebih lanjut.
Kasir kemudian mempersiapkan bukti pengeluaran kas, termasuk bilyet check yang nantinya akan disetujui oleh manajer keuangan. Setelah giro voucher diterima dan diparaf oleh terdakwa, uang tersebut kemudian dicairkan melalui Bank Mandiri Medan.
Namun, dalam proses ini, diketahui bahwa sebagian dari uang yang dicairkan oleh terdakwa tidak disetorkan ke BPJS Kesehatan, meskipun laporan kepada perusahaan dibuat sedemikian rupa agar seolah-olah pembayaran sudah dilakukan.
JPU menyebutkan, total kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa mencapai Rp 471.073.159 atau Rp471 juta lebih.
“Kerugian tersebut tersebar di tiga perusahaan di bawah PT Paya Pinang Group, yakni PT Perusahaan Dagang Paya Pinang yang mengalami kerugian sekitar Rp152 juta lebih, PT Sumber Sawit Makmur yang rugi Rp141 juta lebih dan PT Hasjrat Tjipta yang mengalami kerugian sebesar Rp176 juta lebih,” ujar JPU Novalita Suryani Siahaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
“Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Devi Juliani oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun," kata Hakim Ketua Pinta Uli Tarigan di ruang sidang Cakra V, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis.
Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa merupakan mantan Admin Officer di PT Hasjrat Tjipta di bawah naungan Perusahaan Paya Pinang Group yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit dan karet terbukti bersalah melakukan penggelapan.
“Terdakwa diyakini terbukti melanggar Pasal 374 KUHPidana, sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” ujar Pinta Uli.
Menurut hakim, keadaan hal memberatkan perbuatan terdakwa wanita asal Jalan Putri Merak Jingga, Kota Medan telah menimbulkan kerugian pada PT Paya Pinang Group, terdakwa telah menikmati hasil kejahatannya, dan jumlah yang relatif besar, yaitu Rp471.073.159.
"Keadaan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan, terdakwa menyatakan terus terang dan mengakui perbuatannya," jelas dia.
Setelah mendengarkan pembacaan putusan, Hakim Ketua Pinta Uli memberikan waktu tujuh hari kepada terdakwa dan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Medan untuk menyatakan sikap apakah mengajukan banding atau menerima vonis tersebut.
Vonis itu sama (conform) dengan tuntutan JPU Novalita Suryani Siahaan, yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun.
JPU Novalita dalam surat dakwaan menjelaskan, bahwa terdakwa yang bekerja sejak tahun 2009 di PT Hasjrat Tjipta, sebuah perusahaan yang berada di bawah naungan PT Paya Pinang Group telah melakukan tindakan penggelapan terhadap uang perusahaan.
Terdakwa, yang memiliki tugas untuk mengurus administrasi, surat-menyurat, dan pembayaran tagihan BPJS Kesehatan karyawan di PT Paya Pinang Group dan anak perusahaannya, yaitu PT Perusahaan Dagang Paya Pinang, PT Sumber Sawit Makmur, dan PT Hasjrat Tjipta, diketahui telah melakukan perbuatan ilegal ini antara tanggal 4 Maret 2022 hingga 3 Januari 2023.
Menurut keterangan JPU, terdakwa membuat billing statement (tagihan) palsu dengan menggunakan aplikasi komputer, seolah-olah berasal dari BPJS Kesehatan Medan.
“Tagihan yang diedit tersebut memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tagihan yang sebenarnya. Billing palsu tersebut kemudian diajukan oleh terdakwa beserta giro voucher hutang untuk diparaf oleh manajer kantor dan manajer keuangan perusahaan,” ujar dia.
Setelah mendapatkan persetujuan, giro voucher tersebut diserahkan kepada kasir untuk diproses lebih lanjut.
Kasir kemudian mempersiapkan bukti pengeluaran kas, termasuk bilyet check yang nantinya akan disetujui oleh manajer keuangan. Setelah giro voucher diterima dan diparaf oleh terdakwa, uang tersebut kemudian dicairkan melalui Bank Mandiri Medan.
Namun, dalam proses ini, diketahui bahwa sebagian dari uang yang dicairkan oleh terdakwa tidak disetorkan ke BPJS Kesehatan, meskipun laporan kepada perusahaan dibuat sedemikian rupa agar seolah-olah pembayaran sudah dilakukan.
JPU menyebutkan, total kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan terdakwa mencapai Rp 471.073.159 atau Rp471 juta lebih.
“Kerugian tersebut tersebar di tiga perusahaan di bawah PT Paya Pinang Group, yakni PT Perusahaan Dagang Paya Pinang yang mengalami kerugian sekitar Rp152 juta lebih, PT Sumber Sawit Makmur yang rugi Rp141 juta lebih dan PT Hasjrat Tjipta yang mengalami kerugian sebesar Rp176 juta lebih,” ujar JPU Novalita Suryani Siahaan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024