Akhiruddin Nasution (33), seorang tenaga honorer di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara didakwa melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 5,79 miliar.
“Terdakwa Akhiruddin diduga terlibat dalam pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk tahun 2023,” kata Kasi Pidsus Kejari Padangsidimpuan Zulhelmi ketika dihubungi dari Medan, Ahad (13/10).
Saat ini, lanjut dia, terdakwa tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
“Surat dakwaan sudah dibacakan pada Kamis (3/10), sidang berikutnya dijadwalkan pada Senin (14/10) besok, dengan agenda putusan sela,” ujar dia.
Pihaknya menjelaskan, terdakwa Akhiruddin bersama Ismail Fahmi Siregar selaku Kepala Dinas PMD Kota Padangsidimpuan yang ditetapkan sebagai tersangka dan berstatus DPO, diduga memaksa para kepala desa untuk membayar kewajiban sebesar 18% dari setiap pencairan ADD.
Modus operandi yang digunakan melibatkan informasi palsu kepada kepala desa bahwa pencairan dana memerlukan pembayaran tertentu.
Dia mengatakan dengan total alokasi ADD sebesar Rp 50.291.342.200, terdakwa Akhiruddin dan tersangka Ismail diduga berhasil mengumpulkan uang dari 42 kepala desa.
Dari hasil audit, lanjut dia, menunjukkan bahwa kerugian negara akibat perbuatan keduanya mencapai Rp 5.794.500.000 atau Rp5, 79 miliar lebih.
Kasus ini terungkap setelah beberapa kepala desa melaporkan adanya tekanan dari terdakwa Akhiruddin yang mengklaim bahwa ada kewajiban untuk memotong dana.
Uang hasil pemotongan diduga diserahkan di berbagai lokasi, termasuk Bank Sumut Cabang Padangsidimpuan dan di kantor Dinas PMD Kota Padangsidimpuan.
“Perbuatan Akhiruddin Nasution dan Ismail Fahmi Siregar melanggar Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
“Terdakwa Akhiruddin diduga terlibat dalam pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) untuk tahun 2023,” kata Kasi Pidsus Kejari Padangsidimpuan Zulhelmi ketika dihubungi dari Medan, Ahad (13/10).
Saat ini, lanjut dia, terdakwa tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
“Surat dakwaan sudah dibacakan pada Kamis (3/10), sidang berikutnya dijadwalkan pada Senin (14/10) besok, dengan agenda putusan sela,” ujar dia.
Pihaknya menjelaskan, terdakwa Akhiruddin bersama Ismail Fahmi Siregar selaku Kepala Dinas PMD Kota Padangsidimpuan yang ditetapkan sebagai tersangka dan berstatus DPO, diduga memaksa para kepala desa untuk membayar kewajiban sebesar 18% dari setiap pencairan ADD.
Modus operandi yang digunakan melibatkan informasi palsu kepada kepala desa bahwa pencairan dana memerlukan pembayaran tertentu.
Dia mengatakan dengan total alokasi ADD sebesar Rp 50.291.342.200, terdakwa Akhiruddin dan tersangka Ismail diduga berhasil mengumpulkan uang dari 42 kepala desa.
Dari hasil audit, lanjut dia, menunjukkan bahwa kerugian negara akibat perbuatan keduanya mencapai Rp 5.794.500.000 atau Rp5, 79 miliar lebih.
Kasus ini terungkap setelah beberapa kepala desa melaporkan adanya tekanan dari terdakwa Akhiruddin yang mengklaim bahwa ada kewajiban untuk memotong dana.
Uang hasil pemotongan diduga diserahkan di berbagai lokasi, termasuk Bank Sumut Cabang Padangsidimpuan dan di kantor Dinas PMD Kota Padangsidimpuan.
“Perbuatan Akhiruddin Nasution dan Ismail Fahmi Siregar melanggar Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana,” jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024