Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada Ritonga dengan pidana penjara selama enam tahun, karena dinilai terbukti menerima suap pengaman proyek.
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga dengan pidana penjara selama enam tahun,” kata JPU Tony Indra di ruang sidang Cakra II, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa Erik untuk membayar denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
JPU Tony juga membebankan terdakwa Erik untuk membayar uang pengganti Rp3.850.000.000 dikurangkan dengan uang yang telah dirampas untuk negara.
Dengan ketentuan, lanjut Tony, apabila Erik tidak membayar UP paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi UP tersebut.
"Jika harta benda terdakwa juga tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun," sebutnya.
JPU KPK juga menuntut supaya hak politik terhadap Erik untuk dipilih sebagai pejabat publik dicabut selama tiga tahun yang terhitung sejak selesai menjalani hukuman.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak politik (untuk dipilih sebagai pejabat publik) selama tiga tahun sejak selesai menjalani hukuman," tambah dia.
Menurut JPU, hal memberatkan perbuatan Erik tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
"Hal meringankan perbuatan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa bersikap sopan dan menghargai persidangan, dan terdakwa belum pernah dihukum," kata Tony.
Berdasarkan fakta di persidangan, lanjut dia, perbuatan terdakwa terbukti melakukan korupsi berupa penerimaan suap dari sejumlah kontraktor sebesar Rp4.985.000.000 atau Rp4,98 miliar sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
“Terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tentang Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” sebut dia.
Dia menjelaskan, dari total uang penerimaan suap tersebut, terdakwa Erik telah menerima uang sebesar Rp3.885.000.000 atau Rp3,88 miliar yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
"Uang sebesar Rp1,1 miliar dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa Rudi Syahputra (berkas terpisah) selaku mantan anggota DPRD Labuhanbatu dan uang sebesar Rp100 juta untuk biaya operasional Polres Labuhanbatu," jelasnya.
JPU menerangkan bahwa uang dari hasil perbuatan jahat yang dilakukan terdakwa Erik dan Rudi tersebut tidak pernah dikembalikan kepada negara.
Setelah mendengarkan pembacaan tuntutan, Hakim Ketua As'ad Rahim Lubis menunda persidangan dan dilanjutkan pada Rabu (11/9) dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pledoi dari terdakwa maupun penasehat hukumnya,” ujar As'ad Rahim Lubis.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Erik Adtrada Ritonga dengan pidana penjara selama enam tahun,” kata JPU Tony Indra di ruang sidang Cakra II, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa Erik untuk membayar denda sebesar Rp300 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
JPU Tony juga membebankan terdakwa Erik untuk membayar uang pengganti Rp3.850.000.000 dikurangkan dengan uang yang telah dirampas untuk negara.
Dengan ketentuan, lanjut Tony, apabila Erik tidak membayar UP paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya disita dan dilelang oleh Jaksa untuk menutupi UP tersebut.
"Jika harta benda terdakwa juga tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti tersebut, maka diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun," sebutnya.
JPU KPK juga menuntut supaya hak politik terhadap Erik untuk dipilih sebagai pejabat publik dicabut selama tiga tahun yang terhitung sejak selesai menjalani hukuman.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak politik (untuk dipilih sebagai pejabat publik) selama tiga tahun sejak selesai menjalani hukuman," tambah dia.
Menurut JPU, hal memberatkan perbuatan Erik tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
"Hal meringankan perbuatan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga, terdakwa bersikap sopan dan menghargai persidangan, dan terdakwa belum pernah dihukum," kata Tony.
Berdasarkan fakta di persidangan, lanjut dia, perbuatan terdakwa terbukti melakukan korupsi berupa penerimaan suap dari sejumlah kontraktor sebesar Rp4.985.000.000 atau Rp4,98 miliar sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.
“Terdakwa terbukti melanggar Pasal 12 huruf b jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tentang Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” sebut dia.
Dia menjelaskan, dari total uang penerimaan suap tersebut, terdakwa Erik telah menerima uang sebesar Rp3.885.000.000 atau Rp3,88 miliar yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
"Uang sebesar Rp1,1 miliar dipergunakan untuk kepentingan pribadi terdakwa Rudi Syahputra (berkas terpisah) selaku mantan anggota DPRD Labuhanbatu dan uang sebesar Rp100 juta untuk biaya operasional Polres Labuhanbatu," jelasnya.
JPU menerangkan bahwa uang dari hasil perbuatan jahat yang dilakukan terdakwa Erik dan Rudi tersebut tidak pernah dikembalikan kepada negara.
Setelah mendengarkan pembacaan tuntutan, Hakim Ketua As'ad Rahim Lubis menunda persidangan dan dilanjutkan pada Rabu (11/9) dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pledoi dari terdakwa maupun penasehat hukumnya,” ujar As'ad Rahim Lubis.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024