Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi peningkatan kapasitas ruas Jalan Provinsi Parsoburan-Batas Labuhanbatu Utara-Kabupaten Toba, Sumut tahun anggaran 2021, yang merugikan keuangan negara sekitar Rp5,13 miliar.

"Benar, tim penyidik Pidsus Kejati Sumut menetapkan seorang pria berinisial JT sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tersebut,” kata Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan kepada ANTARA ketika dihubungi dari Medan, Kamis.

Pihak menyebut, penetapan tersangka itu setelah dilakukan pemeriksaan terhadap berbagai saksi dan beberapa orang tersangka lainnya sehingga tim penyidik menemukan alat bukti yang cukup.

“Tersangka JT diduga terlibat dan aliran dana korupsi itu diduga mengalir ke tersangka,” sebut dia.

Selanjutnya, kata mantan Kasi Penkum Kejati Sumut itu, tim penyidik segera akan melakukan pemanggilan guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

“Saat ini tersangka belum dilakukan penahanan, karena masih penetapan sebagai tersangka. Selanjutnya penyidik akan memanggil JT untuk pemeriksaan lebih lanjut,” jelas dia.

Sebelumnya Kejati Sumut telah menetapkan tiga tersangka yakni Bambang Pardede alias BP merupakan mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara selaku Kuasa Pengguna Anggaran.

Kemudian, Akbar Jainuddin Tanjung alias AJT selaku Direktur PT Eratama Putra Prakarsa (EPP), dan Rico Mananti Sianipar (RMS) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). 

“Ketiga tersangka saat ini telah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjung Gusta Medan,” sebut Yos Tarigan.

Dia menjelaskan, kasus ini berawal dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Sumatera Utara yang melaksanakan lelang paket pekerjaan peningkatan kapasitas Jalan Provinsi Ruas Parsoburan-Batas Labuhanbatu Utara-Kabupaten Toba.

Dalam pengerjaan ruas jalan itu, lanjut dia, pagu anggaran dialokasikan sebesar Rp26,82 miliar yang bersumber dari APBD Sumatera Utara tahun 2021.

"Namun, fakta di lapangan ditemukan bahwa teknis pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara manual oleh pekerja PT EPP atau tidak sesuai spesifikasi teknis," jelas Yos.

Kemudian, penyidik Kejati Sumut juga menemukan kekurangan volume pekerjaan atau terjadi perbedaan antara volume pekerjaan dilapangan dengan yang tercantum dalam kontrak kerja sehingga menimbulkan kelebihan bayar sekitar Rp5,13 miliar.

“Atas perbuatan para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Yos Tarigan.

Pewarta: Aris Rinaldi Nasution

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024