GAPKI menyebutkan sedikitnya ada lima masalah utama yang menerpa industri/perkebunan kelapa sawit nasional seperti dikeluarkannya 15 SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang menyebutkan ada 3.351 unit usaha dengan luasan 2,14 juta hektare yang diidentifikasikan masuk kawasan hutan. 

"Berdasarkan identifikasi yang dilakukan, terdapat 380 perusahaan anggota GAPKI dengan luasan 722 ribu hektare yang dinyatakan masuk dalam kawasan hutan dan itu meresahkan," ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono di Medan, Kamis. 

Dia mengatakan itu di acara IPOS Forum ke delapan tahun 2023 di Medan yang digelar 26-27 Oktober 2023.

Menurut dia, perusahaan tersebut kalau sudah mempunyai perizinan di bidang kehutanan akan mengikuti penyelesaian pasal 110A UUCK. Sedangkan perusahaan-perusahaan yang tidak mempunyai perizinan di bidang kehutanan dan tidak sesuai dengan tata ruang sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) PP 24 tahun 2021 akan mengikuti penyelesaian pasal 110B. 

Sesuai dengan ketentuan yang ada, perusahaan harus sudah melaporkan kepada KLHK status perizinannya paling lambat 2 November 2023. 

Perusahaan yang sudah memiliki HGU, namun tidak sesuai tata ruang akan masuk penyelesaian 110B yang harus membayar denda dan perkebunan hanya dibolehkan beroperasi 1 (satu) siklus saja. 

"GAPKI akan terus memperjuangkan ke Kementerian ATR, KLHK dan Ketua Satgas Tata Kelola Sawit, kalau lahan lahan yang sudah mempunyai alas hak baik SHM maupun HGU pada dasarnya final, sehingga  penyelesaiannya masuk 110A," katanya. 

Dia menegaskan, pengaturan tersebut khususnya PP 24 tahun 2021 akan sangat memberatkan bagi pelaku usaha perkebunan khususnya anggota GAPKI. Dia berharap pertemuan dan sarasehan di IPOS Forum 2023 di Medan memberi masukan/solusi masalah itu. 

"Bagi pelaku usaha di Industri kelapa sawit yang sifat investasinya adalah jangka panjang, maka kenyamanan dan keamanan berusaha  sangatlah penting," katanya. 

Dia mengakui, industri kelapa sawit tentunya memerlukan regulasi yang tidak cepat  berubah, sehingga memberikan kepastian berusaha.
Apalagi, katanya, saat ini kondisi industri sawit tidak baik-baik saja, baik karena tantangan di dalam negeri seperti masalah produktivitas maupun di luar negeri khususnya masalah sustainability.

Saat ini industri sawit nasional tetap memberikan peran yang sangat penting terutama dalam penerimaan devisa negara. Tahun 2022, devisa dari sawit mencapai lebih dari 39,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp600 triliun. 

"Itu merupakan pencapaian ekspor tertinggi kelapa sawit sepanjang sejarah. Penerimaan devisa ini menjadikan neraca perdagangan RI tetap positif," katanya. 

Disamping itu, industri sawit juga menyerap sekitar 16,2 juta tenaga kerja serta mendukung pengembangan dan 
pertumbuhan wilayah.

Untuk tahun 2023, sampai dengan bulan Juli, volume ekspor produk sawit mencapai 19,83 juta ton atau lebih tinggi (naik 33 persen) dari ekspor periode sama 2022 yang masih sebesar 14,93 juta ton. 

Meski pun terjadi kenaikan volume ekspor, namun dalam perolehan devisa, terjadi penurunan. Kalau nilai ekspor sampai dengan bulan Juli 2022 sebesar 21,43 miliar dolar AS, maka pada periode yang sama tahun 2023 turun menjadi 17,52 miliar dolar AS.

Penurunan tersebut terutama karena harga komoditi minyak nabati dunia khususnya kelapa sawit tahun 2023 lebih rendah dari harga tahun 2022.

"Peranan industri sawit yang penting tersebut tentunya tidak terlepas dari peranan seluruh pelaku industri sawit, baik perkebunan rakyat mau pun perkebunan besar khususnya anggota GAPKI Sumut," katanya. 

Ketua GAPKI Sumut, Timbas Prasad Ginting, mengatakan, peranan Sumut dalam industri sawit cukup penting dan kasus lahan perkebunan sawit anggota GAPKI yang diidentifikasikan masuk kawasan hutan itu juga menjadi masalah krusial di Sumut. 

Timbas Prasad Ginting menyebutkan di Sumut ada lahan yang diindentifikasi masuk kawasan hutan. "Karena itu GAPKI Sumut bersama GAPKI pusat dan lainnya terus berjuang menyelesaikan masalah itu," katanya. 
Dia menyebutkan, IPOS Forum ke delapan Tahun 2023 pada 26-27 Oktober 2023 merupakan pelaksanaan yang kedua kalinya di Medan. Sebelumnya tahun 2020-2021 digelar secara virtual karena pandemi COVID-19. 

IPOS Forum 2023 dihadiri sekitar 500 orang peserta mulai para pelaku perkelapasawitan, petani, perusahaan, regulator (pemerintah daerah dan pusat), akademisi, praktisi dan lainnya. 

IPOS digelar dalam bentuk sarasehan yang merupakan wadah para pemangku kepentingan perkelapasawitan untuk mendiskusikan hal-hal yang menjadi isu utama. 

Kemudian ada coaching clinic (klinik sawit) khusus untuk petani sawit untuk dapat berkonsultasi mengenai permasalahan budidaya tanaman kelapa sawit.

"Klinik Sawit juga terbuka untuk pelaku pengusahaan perkebunan kelapa sawit," katanya. 

Komoditas kelapa sawit, ujar Timbas, terbukti menjadi faktor penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Nilai ekspor yang dihasilkan telah menyumbang devisa yang cukup besar bagi negara. 

Dalam berbagai situasi, perkebunan kelapa sawit sanggup bertahan untuk menyejahterakan rakyat sekaligus menunjang perekonomian baik daerah mau pun nasional.

Namun seiring dengan meningkatnya peranan industri kelapa sawit tersebut, di saat yang sama isu-isu yang berpotensi mempengaruhi perkembangan bisnis sawit ini tidak pernah surut. 

Isu sustainability, tata ruang, kawasan hutan, perizinan serta kemitraan dan peremajaan sawit rakyat  masih merupakan tantangan yang semakin serius yang harus dihadapi para pelaku pengusahaan industri kelapa sawit di Indonesia. 

Mengingat hal tersebut  dan berangkat dari kondisi yang umumnya dirasakan oleh para pemangku kepentingan industri kelapa sawit, dimana dalam praktiknya masih banyak hambatan yang ditemui terkait aspek regulasi dan hukum untuk kepastian berusaha, maka tema yang diambil pada IPOS Forum 2023 ini adalah “Legalitas Tidak Menjamin Kenyamanan dan Keamanan Investasi Usaha Perkelapasawitan Nasional”.

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023