Kasus aksi begal, yang melibatkan kekerasan dan pencurian terhadap korban yang tidak bersalah, menjadi perhatian serius dalam masyarakat, khususnya di Kota Medan saat ini. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya aksi begal, termasuk kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan.
"Soal maraknya aksi begal ini, menurut saya salah satu faktor yang sering diabaikan adalah lemahnya pola komunikasi dalam keluarga. Ketika komunikasi dalam keluarga terhambat, anggota keluarga mungkin tidak memahami perasaan, kebutuhan, dan masalah satu sama lain. Ini dapat menyebabkan rasa ketidakpedulian dan kurangnya empati antar anggota keluarga," demikian dikatakan Dosen STIK-P Medan, Arianda Tanjung S.Ikom, M.Kom.I, Sabtu (15/7).
"Seseorang yang merasa tidak didengar atau diabaikan mungkin mencari perhatian di luar keluarga, yang dapat memicu perilaku yang merugikan seperti terlibat dalam aksi begal," katanya lagi.
Tak sampai di situ, kata Arianda, ketidakmampuan keluarga untuk berkomunikasi dengan baik juga dapat menyebabkan konflik yang sering terjadi. Konflik yang tidak diselesaikan dengan baik dan meningkat menjadi kekerasan dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak stabil.
"Anggota keluarga yang tumbuh dalam lingkungan ini mungkin terpengaruh oleh kekerasan dan kemudian terlibat dalam aksi begal sebagai cara untuk mengungkapkan frustasi, marah, atau mencari kepuasan melalui cara yang salah," jelasnya.
Dikatakan, keluarga yang tidak memiliki pola komunikasi yang efektif mungkin juga kurang dalam pengawasan dan bimbingan terhadap anggota keluarga, terutama anak-anak dan remaja. Tanpa pengawasan yang memadai, anak-anak cenderung lebih rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan sekitar mereka.
"Mereka mungkin tergoda untuk bergabung dengan kelompok yang terlibat dalam kegiatan kriminal seperti aksi begal," terang pria yang juga mahasiswa Doktoral UIN Sumut ini.
Membangun Pola Komunikasi yang Sehat
Diakui Arianda bila mendengarkan dengan empati merupakan kunci untuk membangun pola komunikasi yang baik dalam keluarga. Anggota keluarga harus belajar untuk benar-benar mendengarkan satu sama lain, memahami perasaan dan perspektif masing-masing.
"Anggota keluarga harus saling mendukung dalam mencapai tujuan dan mengatasi masalah. Dengan saling mendukung, anggota keluarga akan merasa lebih dihargai dan memiliki rasa keamanan yang diperlukan untuk menghindari perilaku negatif.
Lanjut Arianda, lemahnya pola komunikasi dalam keluarga dapat memainkan peran penting dalam mendorong aksi begal. "Oleh karena itu, penting bagi setiap keluarga untuk memprioritaskan pembangunan pola komunikasi yang sehat," tutupnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
"Soal maraknya aksi begal ini, menurut saya salah satu faktor yang sering diabaikan adalah lemahnya pola komunikasi dalam keluarga. Ketika komunikasi dalam keluarga terhambat, anggota keluarga mungkin tidak memahami perasaan, kebutuhan, dan masalah satu sama lain. Ini dapat menyebabkan rasa ketidakpedulian dan kurangnya empati antar anggota keluarga," demikian dikatakan Dosen STIK-P Medan, Arianda Tanjung S.Ikom, M.Kom.I, Sabtu (15/7).
"Seseorang yang merasa tidak didengar atau diabaikan mungkin mencari perhatian di luar keluarga, yang dapat memicu perilaku yang merugikan seperti terlibat dalam aksi begal," katanya lagi.
Tak sampai di situ, kata Arianda, ketidakmampuan keluarga untuk berkomunikasi dengan baik juga dapat menyebabkan konflik yang sering terjadi. Konflik yang tidak diselesaikan dengan baik dan meningkat menjadi kekerasan dapat menciptakan lingkungan yang tidak aman dan tidak stabil.
"Anggota keluarga yang tumbuh dalam lingkungan ini mungkin terpengaruh oleh kekerasan dan kemudian terlibat dalam aksi begal sebagai cara untuk mengungkapkan frustasi, marah, atau mencari kepuasan melalui cara yang salah," jelasnya.
Dikatakan, keluarga yang tidak memiliki pola komunikasi yang efektif mungkin juga kurang dalam pengawasan dan bimbingan terhadap anggota keluarga, terutama anak-anak dan remaja. Tanpa pengawasan yang memadai, anak-anak cenderung lebih rentan terhadap pengaruh negatif dari lingkungan sekitar mereka.
"Mereka mungkin tergoda untuk bergabung dengan kelompok yang terlibat dalam kegiatan kriminal seperti aksi begal," terang pria yang juga mahasiswa Doktoral UIN Sumut ini.
Membangun Pola Komunikasi yang Sehat
Diakui Arianda bila mendengarkan dengan empati merupakan kunci untuk membangun pola komunikasi yang baik dalam keluarga. Anggota keluarga harus belajar untuk benar-benar mendengarkan satu sama lain, memahami perasaan dan perspektif masing-masing.
"Anggota keluarga harus saling mendukung dalam mencapai tujuan dan mengatasi masalah. Dengan saling mendukung, anggota keluarga akan merasa lebih dihargai dan memiliki rasa keamanan yang diperlukan untuk menghindari perilaku negatif.
Lanjut Arianda, lemahnya pola komunikasi dalam keluarga dapat memainkan peran penting dalam mendorong aksi begal. "Oleh karena itu, penting bagi setiap keluarga untuk memprioritaskan pembangunan pola komunikasi yang sehat," tutupnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023