Kecelakaan lalulintas yang berulangkali terjadi di ruas Aek Latong - Batu Jomba di Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) kerap menghantui pikiran Kastria Pasaribu setiap melewati jalur itu, saat mengantar rombongan anak-anak sekolah minggu dari Arse ke Tarutung.
Rasa takut itu lebih meningkat saat antrian kendaraan terhalang mobil-mobil besar yang terengah-engah mendaki di Batu Jomba sementara ia ada di mobil belakangnya.
Ungkapan yang sama terkait impian agar trauma Batu Jomba tidak berkepanjangan juga diungkap sejumlah ibu lain dalam kegiatan Diskusi Kelompok Terarah atau FGD khusus kaum perempuan yang juga dipandu oleh perempuan.
Kegiatan ini merupakan satu tahapan dalam studi LARP oleh PT Pola Agung terkait dengan rencana Relokasi Pembangunan Jalan Aek Latong (Bts Tapanuli Utara-Sipirok) Provinsi Sumatera Utara.
Maksudnya agar dapat lebih menggali aspirasi kaum perempuan, karena jika mereka digabungkan dengan sesama perempuan dan dipandu oleh perempuan, tentunya mereka lebih berani menyuarakan aspirasinya.
“Apalagi jika disampaikan dalam bahasa lokal, dukungan yang kita harapkan lebih mudah tersosialisasikan”, ujar Dewi Salma usai memandu FGD yang didampingi Eva Boru Sihite dan Dian Ayu beberapa waktu lalu di Sipirok.
Di waktu dan tempat berbeda Agus Hasibuan - Hatobangon atau sesepuh adat Desa Somba Debata Purba, Kecamatan Arse, Kabupaten Tapanuli Selatan juga mengharap proyek dapat segera dilaksanakan.
Agus (80) yang merupakan generasi pertama pengolah lahan di desa itu memang pernah mengetahui rencana memindahkan jalur bahaya Aek Latong - Batu Jomba, namun mengaku baru kali ini dia tahu bahwa rencana jalan baru itu akan melalui kampungnya.
Selama ini ia hanya melihat beberapa orang mondar mandir mengukur lahan dan memasang patok, namun beberapa patok di antaranya sempat dipindah warga karena ketidak-tahuannya.
Hal ini dibenarkan oleh Irsam - kepala desa setempat yang mengatakan bahwa harusnya siapapun yang datang hendaknya berkomunikasi dulu dengan aparat lokal.
Lebih lanjut Irsam mengatakan jika dilihat dari peta yang dibawa tim LARP, lahan yang akan terkena di wilayahnya umumnya tanah ulayat yang belum digarap masyarakat.
Oleh karenanya telah disepakati warga jika kelak ada kompensasi atau semacam pago-pago, akan dipergunakan untuk kepentingan umum - tidak diperkenankan untuk kepentingan individu.
Demikian pula dalam memutuskan dan pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan warga hendaknya mengajak para tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan warga terdampak proyek diajak berembug.
Dengan demikian warga tahu bahwa manfaat proyek akan dirasakan masyarakat, mereka tidak salah paham dan otomatis akan mendukung proyek.
Apalagi jika masyarakat dilibatkan saat pelaksanaannya nanti, agar mereka punya rasa memiliki dan menjaga kelancaran proyek, pungkasnya mantap
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
Rasa takut itu lebih meningkat saat antrian kendaraan terhalang mobil-mobil besar yang terengah-engah mendaki di Batu Jomba sementara ia ada di mobil belakangnya.
Ungkapan yang sama terkait impian agar trauma Batu Jomba tidak berkepanjangan juga diungkap sejumlah ibu lain dalam kegiatan Diskusi Kelompok Terarah atau FGD khusus kaum perempuan yang juga dipandu oleh perempuan.
Kegiatan ini merupakan satu tahapan dalam studi LARP oleh PT Pola Agung terkait dengan rencana Relokasi Pembangunan Jalan Aek Latong (Bts Tapanuli Utara-Sipirok) Provinsi Sumatera Utara.
Maksudnya agar dapat lebih menggali aspirasi kaum perempuan, karena jika mereka digabungkan dengan sesama perempuan dan dipandu oleh perempuan, tentunya mereka lebih berani menyuarakan aspirasinya.
“Apalagi jika disampaikan dalam bahasa lokal, dukungan yang kita harapkan lebih mudah tersosialisasikan”, ujar Dewi Salma usai memandu FGD yang didampingi Eva Boru Sihite dan Dian Ayu beberapa waktu lalu di Sipirok.
Di waktu dan tempat berbeda Agus Hasibuan - Hatobangon atau sesepuh adat Desa Somba Debata Purba, Kecamatan Arse, Kabupaten Tapanuli Selatan juga mengharap proyek dapat segera dilaksanakan.
Agus (80) yang merupakan generasi pertama pengolah lahan di desa itu memang pernah mengetahui rencana memindahkan jalur bahaya Aek Latong - Batu Jomba, namun mengaku baru kali ini dia tahu bahwa rencana jalan baru itu akan melalui kampungnya.
Selama ini ia hanya melihat beberapa orang mondar mandir mengukur lahan dan memasang patok, namun beberapa patok di antaranya sempat dipindah warga karena ketidak-tahuannya.
Hal ini dibenarkan oleh Irsam - kepala desa setempat yang mengatakan bahwa harusnya siapapun yang datang hendaknya berkomunikasi dulu dengan aparat lokal.
Lebih lanjut Irsam mengatakan jika dilihat dari peta yang dibawa tim LARP, lahan yang akan terkena di wilayahnya umumnya tanah ulayat yang belum digarap masyarakat.
Oleh karenanya telah disepakati warga jika kelak ada kompensasi atau semacam pago-pago, akan dipergunakan untuk kepentingan umum - tidak diperkenankan untuk kepentingan individu.
Demikian pula dalam memutuskan dan pengambilan kebijakan yang berhubungan dengan warga hendaknya mengajak para tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan dan warga terdampak proyek diajak berembug.
Dengan demikian warga tahu bahwa manfaat proyek akan dirasakan masyarakat, mereka tidak salah paham dan otomatis akan mendukung proyek.
Apalagi jika masyarakat dilibatkan saat pelaksanaannya nanti, agar mereka punya rasa memiliki dan menjaga kelancaran proyek, pungkasnya mantap
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022