Yayasan Jantung Indonesia mendorong agar masyarakat di Indonesia bisa memodifikasi gaya hidup yang bebas tembakau agar selain mengurangi potensi mengidap penyakit kardiovaskular juga dapat mendukung lingkungan dan industri lebih berkelanjutan.
Ajakan itu disampaikan bertepatan dalam momen Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh tepat pada 31 Mei dan pada 2022 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusung tema "Tobacco is Killing Us and Our Planet".
"Dengan mengatakan tidak pada produk tembakau, kita sudah mengatakan tidak pada berbagai masalah dalam hidup kita. Jangan menyerah pada kebiasaan baik ini, Karena tembakau berpotensi merusak masa kini, masa depan kita, dan juga lingkungan di sekitar kita”, kata Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia Esti Nurjadin dalam siaran persnya dikutip, Selasa.
Laporan dari WHO menyebutkan bahwa tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun, termasuk 1,2 juta perokok pasif sebagai akibat dari paparan tangan kedua.
Sebagai penyebab utama penyakit jantung, tembakau menyumbang sekitar 17 persen dari semua kematian akibat penyakit kardiovaskular dan 21 persen dari semua kematian akibat penyakit jantung koroner.
Namun, dampak tembakau terhadap lingkungan tetap menjadi fakta yang kurang diketahui oleh banyak orang.
Selama beberapa dekade, industri tembakau telah berusaha untuk membersihkan reputasinya dan menggambarkan dirinya sebagai industri yang ramah lingkungan.
Meskipun demikian, banyak sekali bukti menunjukkan bahwa tembakau membahayakan lingkungan di sepanjang siklus hidupnya mulai dari proses penanaman, produksi, distribusi, konsumsi, dan limbah pasca produksi olahan tembakau.
Selain berefek buruk bagi kesehatan, produksi, distribusi, dan konsumsi rokok berdampak langsung terhadap polusi udara, emisi karbon, perubahan iklim, penggundulan hutan, dan sumber daya alam berharga lainnya yang terbatas.
Secara khusus, polusi udara secara luas diakui sebagai faktor risiko utama penyakit jantung, serta risiko kesehatan lingkungan terbesar di dunia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 25 persen dari semua kematian akibat penyakit kardiovaskular dan 24 persen dari semua kematian akibat stroke disebabkan oleh polusi udara.
Untuk itu dibutuhkan perubahan gaya hidup menyeluruh yang bebas dari tembakau untuk bisa menciptakan lingkungan berkelanjutan yang lebih optimal.
Masyarakat diminta untuk bisa memulai kebiasaan bebas dari tembakau sehingga bisa membuat lingkungan lebih hijau dan sehat.
"Selain itu, pemerintah perlu mengambil langkah serius terhadap kampanye marketing tembakau dan segala produknya untuk meningkatkan kesehatan dan melestarikan lingkungan kita”, ujar Esti.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
Ajakan itu disampaikan bertepatan dalam momen Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang jatuh tepat pada 31 Mei dan pada 2022 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusung tema "Tobacco is Killing Us and Our Planet".
"Dengan mengatakan tidak pada produk tembakau, kita sudah mengatakan tidak pada berbagai masalah dalam hidup kita. Jangan menyerah pada kebiasaan baik ini, Karena tembakau berpotensi merusak masa kini, masa depan kita, dan juga lingkungan di sekitar kita”, kata Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia Esti Nurjadin dalam siaran persnya dikutip, Selasa.
Laporan dari WHO menyebutkan bahwa tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun, termasuk 1,2 juta perokok pasif sebagai akibat dari paparan tangan kedua.
Sebagai penyebab utama penyakit jantung, tembakau menyumbang sekitar 17 persen dari semua kematian akibat penyakit kardiovaskular dan 21 persen dari semua kematian akibat penyakit jantung koroner.
Namun, dampak tembakau terhadap lingkungan tetap menjadi fakta yang kurang diketahui oleh banyak orang.
Selama beberapa dekade, industri tembakau telah berusaha untuk membersihkan reputasinya dan menggambarkan dirinya sebagai industri yang ramah lingkungan.
Meskipun demikian, banyak sekali bukti menunjukkan bahwa tembakau membahayakan lingkungan di sepanjang siklus hidupnya mulai dari proses penanaman, produksi, distribusi, konsumsi, dan limbah pasca produksi olahan tembakau.
Selain berefek buruk bagi kesehatan, produksi, distribusi, dan konsumsi rokok berdampak langsung terhadap polusi udara, emisi karbon, perubahan iklim, penggundulan hutan, dan sumber daya alam berharga lainnya yang terbatas.
Secara khusus, polusi udara secara luas diakui sebagai faktor risiko utama penyakit jantung, serta risiko kesehatan lingkungan terbesar di dunia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 25 persen dari semua kematian akibat penyakit kardiovaskular dan 24 persen dari semua kematian akibat stroke disebabkan oleh polusi udara.
Untuk itu dibutuhkan perubahan gaya hidup menyeluruh yang bebas dari tembakau untuk bisa menciptakan lingkungan berkelanjutan yang lebih optimal.
Masyarakat diminta untuk bisa memulai kebiasaan bebas dari tembakau sehingga bisa membuat lingkungan lebih hijau dan sehat.
"Selain itu, pemerintah perlu mengambil langkah serius terhadap kampanye marketing tembakau dan segala produknya untuk meningkatkan kesehatan dan melestarikan lingkungan kita”, ujar Esti.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022