Peristiwa tak lazim mendera 2 anak, yakni R (12) dan W (10), keduanya siswa kelas VI dan IV SDN 173377, Desa Batu Arimo, Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara.
Kedua anak ini harus rela mengalami kesan kelam kejamnya politik dalam perhelatan Pemilihan Kepala Desa yang dilaksanakan serentak di 200 desa se-Tapanuli Utara.
"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orangtuanya tidak ingin memilih suami sang Kepala Sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya R sudah duduk dibangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II," sebut Roder Nababan, Direktur LBH Sekolah Jakarta, Kamis (11/11).
Dikatakan, keduanya juga kerap mengalami intimidasi dari sang Kasek berinisial JS hingga menerima ancaman untuk pindah sekolah setelah ayah R dan W diketahui mendukung calon kepala desa lain.
"Kebetulan, selain sebagai Kasek SDN 173377, si oknum juga menjadi pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo. Yah, mungkin dia kesal saat mengetahui jika suaminya yang nyalon jadi Kepala Desa tidak didukung orangtua muridnya," terang Roder.
Peristiwa ini pun telah dilaporkan ke Unit I Polda Sumatera Utara atas tindak pidana pengancaman terhadap anak sesuai Undang-undang nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
"Harapan kita, persoalan ini segera diatensi aparat hukum demi keadilan. Sebab, menurut penuturan korban dan keluarganya, kedua anak ini telah mengalami trauma mendalam setelah menjadi korban penyalahgunaan jabatan sang Kasek hingga harus rela duduk di bangku kelas II selama satu bulan seminggu terakhir," terangnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Taput, Bontor Hutasoit kepada ANTARA mengatakan, perihal peristiwa ini sudah disikapi pihaknya dengan menghadirkan langsung oknum Kasek SDN 173377.
"Dalam keterangannya, Kasek SDN 173377 membantah hal itu, kedua anak tersebut didudukkan di bangku kelas II adalah karena kedua siswa belum fasih dalam membaca. Itu jawabannya," ujar Bontor.
Kata Bontor, seorang kepala sekolah juga tidak dimungkinkan untuk melakukan hal tersebut, apalagi menurun kelas peserta didik dari kelas VI menjadi kelas II atau dari kelas IV menjadi kelas II.
"Kalau dapodiknya itu tetap, kelas VI dan kelas IV. Namun, karena tidak lancar membaca, keduanya diajari di kelas II," terangnya.
Terkait status Kasek JS sebagai jajarannya yang juga menjabat selaku Plt Kepala Desa, kata Bontor, hal tersebut memang dibenarkan oleh aturan yang ada.
"Sesuai Peraturan Bupati, memang ketika ada jabatan, semisal jabatan kepala desa yang kosong diisi oleh penjabat yang bersumber dari PNS yang ada di wilayah itu demi pelayanan masyarakat," tukasnya.
Hingga berita ini diturunkan, oknum Kasek SDN 173377, yang berupaya dikonfirmasi, belum berhasil berhasil dimintai tanggapannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
Kedua anak ini harus rela mengalami kesan kelam kejamnya politik dalam perhelatan Pemilihan Kepala Desa yang dilaksanakan serentak di 200 desa se-Tapanuli Utara.
"R dan W mengalami intimidasi hingga dipaksa turun kelas diduga hanya karena kedua orangtuanya tidak ingin memilih suami sang Kepala Sekolah di Pilkades mendatang. Tadinya R sudah duduk dibangku kelas VI harus rela duduk di kelas II, demikian juga W dari kelas IV ke kelas II," sebut Roder Nababan, Direktur LBH Sekolah Jakarta, Kamis (11/11).
Dikatakan, keduanya juga kerap mengalami intimidasi dari sang Kasek berinisial JS hingga menerima ancaman untuk pindah sekolah setelah ayah R dan W diketahui mendukung calon kepala desa lain.
"Kebetulan, selain sebagai Kasek SDN 173377, si oknum juga menjadi pelaksana tugas Kepala Desa Batu Arimo. Yah, mungkin dia kesal saat mengetahui jika suaminya yang nyalon jadi Kepala Desa tidak didukung orangtua muridnya," terang Roder.
Peristiwa ini pun telah dilaporkan ke Unit I Polda Sumatera Utara atas tindak pidana pengancaman terhadap anak sesuai Undang-undang nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
"Harapan kita, persoalan ini segera diatensi aparat hukum demi keadilan. Sebab, menurut penuturan korban dan keluarganya, kedua anak ini telah mengalami trauma mendalam setelah menjadi korban penyalahgunaan jabatan sang Kasek hingga harus rela duduk di bangku kelas II selama satu bulan seminggu terakhir," terangnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Taput, Bontor Hutasoit kepada ANTARA mengatakan, perihal peristiwa ini sudah disikapi pihaknya dengan menghadirkan langsung oknum Kasek SDN 173377.
"Dalam keterangannya, Kasek SDN 173377 membantah hal itu, kedua anak tersebut didudukkan di bangku kelas II adalah karena kedua siswa belum fasih dalam membaca. Itu jawabannya," ujar Bontor.
Kata Bontor, seorang kepala sekolah juga tidak dimungkinkan untuk melakukan hal tersebut, apalagi menurun kelas peserta didik dari kelas VI menjadi kelas II atau dari kelas IV menjadi kelas II.
"Kalau dapodiknya itu tetap, kelas VI dan kelas IV. Namun, karena tidak lancar membaca, keduanya diajari di kelas II," terangnya.
Terkait status Kasek JS sebagai jajarannya yang juga menjabat selaku Plt Kepala Desa, kata Bontor, hal tersebut memang dibenarkan oleh aturan yang ada.
"Sesuai Peraturan Bupati, memang ketika ada jabatan, semisal jabatan kepala desa yang kosong diisi oleh penjabat yang bersumber dari PNS yang ada di wilayah itu demi pelayanan masyarakat," tukasnya.
Hingga berita ini diturunkan, oknum Kasek SDN 173377, yang berupaya dikonfirmasi, belum berhasil berhasil dimintai tanggapannya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021