Situasi pandemi COVID- 19 tak menyurutkan semangat alumni  Polbangtan Medan, Tasri'a, untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah. Alumni pendidikan vokasi di Kementerian Pertanian itu berbudidaya jamur tiram dengan modal awal Program Penumbuhan Minat Wirausaha Pertanian (PWMP).

Hal ini sejalan dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, yang mengatakan generasi muda merupakan bonus demografi di Indonesia.

"Masa depan pertanian ada di anak-anak muda, di generasi milenial. Untuk itu, kita selalu berupaya agar banyak generasi milenial turun ke sektor pertanian," katanya. 

Baca juga: Lewat inovasi, petani milenial Sumut sukses kembangkan produk herbal

Mentan pun menegaskan, generasi muda tumbuh bersamaan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. 

"Generasi milenial dengan ciri kreatif, inovatif, memiliki passion dan produktif. Maka tidak salah rasanya kalau kita letakkan tanggung jawab pembangunan pertanian kepada mereka," tegas Mentan.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, mengatakan hal serupa.

"Pertanian itu seksi. Karena, banyak sektor usaha yang bisa dikerjakan dan dimanfaatkan. Peluang-peluang ini yang kita harapkan bisa dimanfaatkan generasi milenial," tuturnya.

Dedi menambahkan, generasi muda juga diharapkan bisa memberikan pembaruan.

"Lewat para milenial, kita berharap lahir inovasi-inovasi untuk mendukung pengembangan serta memaksimalkan pertanian. Adanya pandemi membuat perubahan dalam transaksi pembelian, dimana orang lebih banyak menggunakan jasa e-commerce. Hal ini harus disikapi menjadi peluang baru bagi generasi muda", ungkap Dedi. 

Tasri'a sendiri memulai usaha budidaya jamur tiram pada Mei 2020. Atau, saat virus corona mulai mewabah di Indonesia. 

Tasri’a menyebut dibawah nama Tanira kini usaha yang terletak di Kelurahan Aek Tolang Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, ini terus berkembang. 

“Dampak pandemi Covid-19 ini tidak ada pengaruhnya pada usaha saya. Justru permintaan jamur tiram meningkat,” katanya. 

Dengan memanfaatkan lahan yang sempit, Tasri’a mulai membudidayakan jamur tiram di 1000 baglog pertamanya. Melalui beberapa proses yang tidak mudah, usaha budidaya jamur tiram ini sangat membutuhkan kejelian dan konsentrasi yang maksimal.

Mulai dari proses pembuatan media jamur, yang terbuat dari beberapa jenis serbuk kayu yang tidak memiliki getah atau nana. 

Kemudian digiling hingga menghasilkan serbuk yang halus, dan proses fermentasi hingga proses masak untuk serbuk untuk mendapatkan media yang baik, selain itu dengan rutin menyiram baglog jamur di pagi dan sore hari akan menjaga kelembaban tanah dan kebersihan ruangan, tandasnya.

“Meski di tengah pandemi, jamur tiram masih selalu eksis di masyarakat. Terbukti  omset dari penjualan jamur tiram saya, Saya mendapatkan sebesar Rp 2.000.000 perbulannya” kata Tasri’a. 

Agar hasilnya berkualitas dan maksimal, saya harus konsentrasi dan keseriusan dalam bekerja. Begitu juga dengan waktu, cukup membutuhkan waktu dalam bekerja untuk mendapatkan hasil yang baik.

"Jamur tiram dipanen dalam jangka waktu 40 hari setelah pembibitan. Hasil panennya dijual dengan harga Rp 40.000 per kilogram atau Rp 10.000 perbungkusnya," jelasnya. 

Untuk pemasaran jamur tiram, Tasri’a memanfaatkan  media sosial  atau online patform lainnya selain beberapa penampung dan reseller yang datang langsung.  Umur panen yg terbilang cepat dan bisa panen setiap hari membuat Tasri’a semakin semangat dalam mengembangkan dan memperluas jaringan pemasaran jamur tiramnya.

Pewarta: Rilis

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021