Namanya Putra Harahap, usianya baru 14 tahun. Di usianya yang sangat belia ini, dia sudah harus berjuang membantu kedua orang tuanya menafkahi keluarga mereka.

Menjual sate keliling, menjadi pilihan bocah yang duduk di kelas VIII MTs Sibuluan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara itu. Bahkan sejak kelas V SD, dia sudah menggeluti pekerjaan itu sehabis pulang sekolah ke tempat-tempat wisata yang ada di Kota Pandan.

Beranjak dari situ, Putra Harahap sudah merasakan nikmatnya mendapatkan uang lewat jualan sate. Beruntung, dia bukan tipe anak yang bandal dan boros, sehingga uang penjualannya utuh disetor kepada orang tuanya.

Baca juga: Bupati Bakhtiar motivasi peserta ujian PPPK, tegaskan jangan percaya calo

“Habis setor penjualan ke toke, sisanya langsung saya kasih ke ibu untuk disimpan. Kalau ibu kasih uang jajan, barulah aku jajan, itu pun tidak telampau sering,” ungkapnya waktu bincang-bincang dengan ANTARA, Selasa (14/9) di Pantai Indah Pandan (Dulu Pantai Bosur).

Tiga tahun memiliki pengalaman menjual sate keliling, anak paling bontot dari 7 bersaudara ini sudah merasakan pahit getirnya mencari hidup.

Ia pun mengisahkan bagaimana satenya pernah tumpah satu talam karena kesenggol waktu dia berkeliling jualan di Pantai Pandan. Sakitnya lagi, orang yang menyenggol itu sama sekali tidak peduli dan melenggang begitu saja.

Dengan sedih, dia harus mengutip sate kerang, telur puyuh, tahu, tempe, dan sate udang yang sudah bercampur pasir.

Beruntung tokenya tidak marah mendengar penjelasan Putra. Sang toke pun memberikan kelonggaran agar dicicil pembayaran sate yang tumpah, Rp20 ribu per hari, selama 30 hari.

“Sedih bang kalau mengingat itu. Tapi itulah namanya risiko bang, mungkin karena tangan saya belum begitu kuat waktu itu untuk menahan beban yang ada di talam,” kenangnya.

Belajar dari pengalamannya berjualan sate di usia yang masih belia, Putra memiliki cita-cita mulia ingin menjadi seorang TNI. Menurutnya, menjadi seorang Tentara sangat terhormat dan disegani.

“Tentara itu hebat dan gagah bang, tugasnya menjaga keamanan negara. Makanya saya bercita-cita ingin menjadi TNI,” akunya polos.
Bocah yang selalu mengenakan lobe (peci) itu mengungkapkan, jualan sate keliling lumayan menjanjikan waktu itu. Namun sejak pandemi COVID-19, penghasilan Putra pun menurun, karena orang yang datang berkunjung ke pantai juga menurun.

Dikisahkannya, sebelum COVID-19, jualan satenya cepat habis, bahkan dia tidak perlu pindah-pindah tempat, cukup di satu pantai saja. Namun sejak pandemi, dia harus pindah-pindah lokasi menjajalkan satenya. Sementara jarak dari pantai ke pantai lumayan jauh juga.

“Begitulah bang kondisinya, saya harus keliling dari pantai ke pantai. Bahkan ke warung-warung kopi pun saya sambangi. Kuncinya jangan menyerah dan tak perlu malu menawarkan. Alhamdulillah, sate saya sering juga terjual habis. Pun kalau sisa tidak begitu banyak,” ucapnya.

Ada pun harga sate yang dijual Putra; Utuk sate telur puyuh Rp10 ribu 3 tusuk, sate kerang Rp10 ribu 4 tusuk, sate tahu Rp10 ribu 4 tusuk, dan udang Rp10 ribu 3 tusuk. Dari masing-masing sate itu, Putra mendapat bonus satu tusuk setiap pembelian Rp10 ribu. Dari bonus itulah, dia bisa mendapat untung penjualan Rp30-40 ribu.

Di masa pandemi COVID-19 ini, Putra Harahap tetap berjualan usai mengikuti pembelajaran lewat daring dari sekolahnya.

“Saya tetap jualan bang sehabis belajar daring. Mamak selalu mengingatkan agar saya tetap patuh prokes, seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak. Kadang yang menjaga jarak ini lah bang yang sulit, karena saya harus dekat dengan pembeli. Pun demikian saya tetap berusaha,” ucapnya.
Dia pun mengungkapkan, di setiap doanya selalu memohon kepada sang kuasa, agar COVID-19 ini cepat berlalu. Sehingga dia bisa belajar seperti dulu kala, dan leluasa berjualan.

Pewarta: Jason Gultom

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021