Sebelum merebaknya pandemi COVID-19, tingginya tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan di Indonesia sudah menjadi persoalan besar. Berbagai pihak, termasuk pemerintah maupun organisasi dan lembaga donatur, sudah melakukan berbagai pihak untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).
“Perhatian kita menjadi sangat tersita untuk mengatasi pandemi dan segala dampaknya. Ini terlihat lebih urgen, mendesak untuk ditangani dan pada akhirnya membuat fokus kita teralihkan dari soal AKI dan AKB yang sebenarnya sangat penting,” ujar Ketua Forum Media Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (FMP-KIA) Sumatera Utara, Toga Nainggolan di sekretariatnya, Jumat (11/6).
Dia mengingatkan semua pihak, akan sangat berbahaya jika sampai layanan kesehatan ibu dan anak di Indonesia terganggu akibat pandemi COVID-19. “Ini badai yang akan kita hadapi di masa depan. Bom waktu. Kualitas layanan kesehatan ibu dan anak menentukan derajat kesehatan sebuah bangsa. Mungkin efeknya tidak begitu terasa sekarang, tetapi jelas akan menjadi ancaman di masa depan,” katanya.
Baca juga: Pegawai Imigrasi Sibolga dan rombongan kerja Keimigrasian Sumut dinyatakan bebas COVID-19
Dia mengungkapkan, sebelum pandemi sudah banyak program yang dilakukan pemerintah. Beberapa daerah juga sudah mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mendukung peningkatan layanan kesehatan kepada ibu dan anak. “Bahkan waktu itu, kita juga sempat bekerja sama dengan USAID Jalin, membuat berbagai terobosan, terutama dalam kaitan membangun kesadaran di kalangan masyarakat,” ungkapnya.
Akan tetapi, seperti digambarkan, pandemi telah membuat semua program tersebut menjadi terganggu. “Seluruh sumber daya di sektor kesehatan sekarang dikerahkan untuk menghadapi dampak pandemi, termasuk untuk percepatan vaksinasi,” katanya.
Dia mengakui, persoalan ini memang menjadi semakin pelik. Di mana Indikator derajat kesehatan suatu bangsa itu pada dasarnya dilihat berdasarkan tinggi rendahnya angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). “Hingga kini, Indonesia masih masuk dalam kelompok negara dengan AKI dan AKB tertinggi di ASEAN. Hanya lebih baik daripada Laos. Kita belum bisa mendapatkan bagaimana data terbaru dalam kaitan dengan dampak pandemi in,” urainya.
Peranan Media
Pada bagian lain, Toga mengimbau agar segenap pekerja media termasuk para influencer media sosial berperan aktif membangun kesadaran KIA di tengah-tengah masyarakat. “Kurangnya kesadaran ibu untuk melahirkan di sarana kesehatan yang disiapkan pemerintah, kurangnya kesadaran dan partisipasi suami, keluarga, dan komunitas dalam menolong ibu hamil, adalah faktor penyebab tingginya kematian ibu dan anak di Indonesia,” paparnya.
Dikatakannya, di satu sisi, pemerintah harus terus didesak utuk meningkatkan fasilitas dan layanan KIA, dan di sisi lain semua pihak juga perlu berperan untuk menggerakan masyarakat agar memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia baik untuk pemeriksaan, dan terutama saat melahirkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021
“Perhatian kita menjadi sangat tersita untuk mengatasi pandemi dan segala dampaknya. Ini terlihat lebih urgen, mendesak untuk ditangani dan pada akhirnya membuat fokus kita teralihkan dari soal AKI dan AKB yang sebenarnya sangat penting,” ujar Ketua Forum Media Peduli Kesehatan Ibu dan Anak (FMP-KIA) Sumatera Utara, Toga Nainggolan di sekretariatnya, Jumat (11/6).
Dia mengingatkan semua pihak, akan sangat berbahaya jika sampai layanan kesehatan ibu dan anak di Indonesia terganggu akibat pandemi COVID-19. “Ini badai yang akan kita hadapi di masa depan. Bom waktu. Kualitas layanan kesehatan ibu dan anak menentukan derajat kesehatan sebuah bangsa. Mungkin efeknya tidak begitu terasa sekarang, tetapi jelas akan menjadi ancaman di masa depan,” katanya.
Baca juga: Pegawai Imigrasi Sibolga dan rombongan kerja Keimigrasian Sumut dinyatakan bebas COVID-19
Dia mengungkapkan, sebelum pandemi sudah banyak program yang dilakukan pemerintah. Beberapa daerah juga sudah mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mendukung peningkatan layanan kesehatan kepada ibu dan anak. “Bahkan waktu itu, kita juga sempat bekerja sama dengan USAID Jalin, membuat berbagai terobosan, terutama dalam kaitan membangun kesadaran di kalangan masyarakat,” ungkapnya.
Akan tetapi, seperti digambarkan, pandemi telah membuat semua program tersebut menjadi terganggu. “Seluruh sumber daya di sektor kesehatan sekarang dikerahkan untuk menghadapi dampak pandemi, termasuk untuk percepatan vaksinasi,” katanya.
Dia mengakui, persoalan ini memang menjadi semakin pelik. Di mana Indikator derajat kesehatan suatu bangsa itu pada dasarnya dilihat berdasarkan tinggi rendahnya angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). “Hingga kini, Indonesia masih masuk dalam kelompok negara dengan AKI dan AKB tertinggi di ASEAN. Hanya lebih baik daripada Laos. Kita belum bisa mendapatkan bagaimana data terbaru dalam kaitan dengan dampak pandemi in,” urainya.
Peranan Media
Pada bagian lain, Toga mengimbau agar segenap pekerja media termasuk para influencer media sosial berperan aktif membangun kesadaran KIA di tengah-tengah masyarakat. “Kurangnya kesadaran ibu untuk melahirkan di sarana kesehatan yang disiapkan pemerintah, kurangnya kesadaran dan partisipasi suami, keluarga, dan komunitas dalam menolong ibu hamil, adalah faktor penyebab tingginya kematian ibu dan anak di Indonesia,” paparnya.
Dikatakannya, di satu sisi, pemerintah harus terus didesak utuk meningkatkan fasilitas dan layanan KIA, dan di sisi lain semua pihak juga perlu berperan untuk menggerakan masyarakat agar memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia baik untuk pemeriksaan, dan terutama saat melahirkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2021