Terdakwa Djoko Tjandra divonis 2,5 tahun penjara karena terbukti melakukan pemalsuan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan COVID-19, dan surat rekomendasi kesehatan untuk dapat masuk ke Indonesia.
"Memutuskan, menyatakan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut membuat surat palsu. Menjatuhkan pidana terhadap Djoko Soegiarto Tjandra dengan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim M Siradj dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa. (22/12).
Baca juga: Bareskrim Polri tahan Irjen Napoleon dan Tommy Sumardi 20 hari ke depan
Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang meminta agar Djoko Tjandra dijatuhi hukuman 2 tahun penjara.
"Hal-hal yang memberatkan, tindak pidana dilakukan saat melarikan diri, terdakwa membahayakan kesehatan masyarakat dengan melakukan perjalanan tanpa tes. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, menyesali perbuatannya, dan terdakwa berusia lanjut," kata hakim Siradj.
Baca juga: KPK telusuri keterlibatan pihak lain dalam perkara Djoko Tjandra
Djoko Tjandra terbukti melakukan dakwaan primer dari pasal 263 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra selaku terpidana kasus "cessie" Bank Bali berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung 11 Juni 2009 seharusnya menjalani hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan.
Namun, ia melarikan diri sehingga sejak 17 Juni 2009 ditetapkan status buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar Interpol Red Notice.
Djoko Tjandra lalu berkenalan dengan Anita Kolopaking pada November 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pada pertemuan itu disepakati Anita menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra untuk melakukan upaya hukum PK, namun pendaftaran PK Anita ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena Mahkamah Agung mengharuskan pemohon hadir sendiri untuk mendaftarkan permohonannya.
Djoko Tjandra pun meminta Anita untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta yaitu melalui Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat. Anita lalu menghubungi rekan Djoko Tjandra, Tommy Sumardi untuk mengurus kedatangan Djoko Tjandra.
Baca juga: Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking ditahan di Rutan Bareskrim
Tommy lalu menghubungi Prasetijo hingga pada 29 April 2020 Tommy, Anita, dan Prasetijo di kantor Prasetijo untuk membicarakan persoalan hukum Djoko Tjandra.
Prasetijo lalu meminta Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri Dodi Jaya untuk membuat surat jalan bagi Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking ke Pontianak untuk keperluan monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya tertanggal 3 Juni 2020.
Prasetijo selanjutnya memerintahkan Sri Rejeki Ivana Yuliawati untuk membuat surat keterangan pemeriksaan COVID-19 yang ditandatangani dr. Hambek Tanuhita untuk Prasetijo Utomo (anggota Polri), Jhony Andrijanto (anggota Polri), Anita Dewi A Kolopaking (konsultan) dan Joko Soegiarto (konsultan) dengan seluruhnya beralamat di Jalan Trunojoko No 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Surat-surat itu diserahkan Prasetijo ke Anita pada 4 Juni 2020 yang selanjutnya dikirimkan Anita melalui "whatsapp" ke Djoko Tjandra.
Anita, Prasetijo Utomo, dan Jhony Andrijanto lalu berangkat ke Bandara Supadio Pontianak menggunakan pesawat King Air 350i milik PT Transwisata Prima Aviation untuk menjemput Joko Tjandra pada 6 Juni 2020. Keempatnya langsung kembali ke Jakarta dan pergi ke Hotel Mulia dan selanjutnya Djoko Tjandra kembali ke rumahnya di Simpruk, Jakarta Selatan.
Pada 8 Juni 2020, Anita menjemput Djoko Tjandra untuk pergi ke kantor Kelurahan Grogol Selatan untuk merekam KTP-el atas nama Djoko Tjandra dan selanjutnya berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK.
Masih pada hari yang sama, Anita, Prasetijo, dan Jhony mengantarkan Djoko Tjandra kembali ke Pontianak menggunakan pesawat sewaan yang sama, setelah itu Anita, Prasetijo, dan Jhony langsung kembali ke Jakarta.
Pada 20 Juni 2020, Djoko Tjandra kembali berangkat dari Pontianak menuju Jakarta menggunakan pesawat Lion Air dan proses "check in" dibantu anggota Polri Jumardi.
Selanjutnya pada 22 Juni 2020, Anita menyerahkan seluruh dokumen asli untuk pembuatan paspor dan setelah paspor selesai, Djoko pulang ke Malaysia melalui Pontianak.
"Dari fakta tersebut majelis berpendapat surat keterangan COVID-19 tertanggal 5 Juni 2020, surat rekomendasi kesehatan tanggal 5 Juni 2020, surat keterangan pemeriksaan COVID-19 tanggal 19 Juni 2020, surat rekomendasi kesehatan tanggal 19 Juni 2020 memang ada dan riil. Surat tersebut sudah dibakar saksi Djoni atas perintah Brigjen Prasetijo di belakang rumah saksi Suryana di Bogor," kata hakim.
Atas vonis tersebut, Djoko Tjandra menyatakan akan pikir-pikir selama 7 hari.
"Pertama saya kira vonis majelis ini terlalu berat karena di atas tuntutan. JPU saja menuntut 2 tahun dan majelis menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara. Kita lihat Pak Djoko tak pernah mengatakan 'hei si A, si B tolong buatkan surat jalan palsu, sama sekali tidak ada," kata penasihat hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
"Memutuskan, menyatakan terdakwa Djoko Soegiarto Tjandra terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara bersama-sama dan berlanjut membuat surat palsu. Menjatuhkan pidana terhadap Djoko Soegiarto Tjandra dengan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim M Siradj dalam sidang pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa. (22/12).
Baca juga: Bareskrim Polri tahan Irjen Napoleon dan Tommy Sumardi 20 hari ke depan
Vonis tersebut lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Timur yang meminta agar Djoko Tjandra dijatuhi hukuman 2 tahun penjara.
"Hal-hal yang memberatkan, tindak pidana dilakukan saat melarikan diri, terdakwa membahayakan kesehatan masyarakat dengan melakukan perjalanan tanpa tes. Hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, menyesali perbuatannya, dan terdakwa berusia lanjut," kata hakim Siradj.
Baca juga: KPK telusuri keterlibatan pihak lain dalam perkara Djoko Tjandra
Djoko Tjandra terbukti melakukan dakwaan primer dari pasal 263 ayat (1) KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra selaku terpidana kasus "cessie" Bank Bali berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung 11 Juni 2009 seharusnya menjalani hukuman penjara selama 2 tahun dan denda Rp15 juta subsider 3 bulan.
Namun, ia melarikan diri sehingga sejak 17 Juni 2009 ditetapkan status buron dan masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Direktorat Jenderal Imigrasi dan daftar Interpol Red Notice.
Djoko Tjandra lalu berkenalan dengan Anita Kolopaking pada November 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia. Pada pertemuan itu disepakati Anita menjadi kuasa hukum Djoko Tjandra untuk melakukan upaya hukum PK, namun pendaftaran PK Anita ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena Mahkamah Agung mengharuskan pemohon hadir sendiri untuk mendaftarkan permohonannya.
Djoko Tjandra pun meminta Anita untuk mengatur kedatangannya ke Jakarta yaitu melalui Bandara Supadio Pontianak, Kalimantan Barat. Anita lalu menghubungi rekan Djoko Tjandra, Tommy Sumardi untuk mengurus kedatangan Djoko Tjandra.
Baca juga: Pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking ditahan di Rutan Bareskrim
Tommy lalu menghubungi Prasetijo hingga pada 29 April 2020 Tommy, Anita, dan Prasetijo di kantor Prasetijo untuk membicarakan persoalan hukum Djoko Tjandra.
Prasetijo lalu meminta Kaur TU Ro Korwas PPNS Bareskrim Polri Dodi Jaya untuk membuat surat jalan bagi Djoko Tjandra dan Anita Kolopaking ke Pontianak untuk keperluan monitoring pandemi di Pontianak dan wilayah sekitarnya tertanggal 3 Juni 2020.
Prasetijo selanjutnya memerintahkan Sri Rejeki Ivana Yuliawati untuk membuat surat keterangan pemeriksaan COVID-19 yang ditandatangani dr. Hambek Tanuhita untuk Prasetijo Utomo (anggota Polri), Jhony Andrijanto (anggota Polri), Anita Dewi A Kolopaking (konsultan) dan Joko Soegiarto (konsultan) dengan seluruhnya beralamat di Jalan Trunojoko No 3 Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Surat-surat itu diserahkan Prasetijo ke Anita pada 4 Juni 2020 yang selanjutnya dikirimkan Anita melalui "whatsapp" ke Djoko Tjandra.
Anita, Prasetijo Utomo, dan Jhony Andrijanto lalu berangkat ke Bandara Supadio Pontianak menggunakan pesawat King Air 350i milik PT Transwisata Prima Aviation untuk menjemput Joko Tjandra pada 6 Juni 2020. Keempatnya langsung kembali ke Jakarta dan pergi ke Hotel Mulia dan selanjutnya Djoko Tjandra kembali ke rumahnya di Simpruk, Jakarta Selatan.
Pada 8 Juni 2020, Anita menjemput Djoko Tjandra untuk pergi ke kantor Kelurahan Grogol Selatan untuk merekam KTP-el atas nama Djoko Tjandra dan selanjutnya berangkat ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK.
Masih pada hari yang sama, Anita, Prasetijo, dan Jhony mengantarkan Djoko Tjandra kembali ke Pontianak menggunakan pesawat sewaan yang sama, setelah itu Anita, Prasetijo, dan Jhony langsung kembali ke Jakarta.
Pada 20 Juni 2020, Djoko Tjandra kembali berangkat dari Pontianak menuju Jakarta menggunakan pesawat Lion Air dan proses "check in" dibantu anggota Polri Jumardi.
Selanjutnya pada 22 Juni 2020, Anita menyerahkan seluruh dokumen asli untuk pembuatan paspor dan setelah paspor selesai, Djoko pulang ke Malaysia melalui Pontianak.
"Dari fakta tersebut majelis berpendapat surat keterangan COVID-19 tertanggal 5 Juni 2020, surat rekomendasi kesehatan tanggal 5 Juni 2020, surat keterangan pemeriksaan COVID-19 tanggal 19 Juni 2020, surat rekomendasi kesehatan tanggal 19 Juni 2020 memang ada dan riil. Surat tersebut sudah dibakar saksi Djoni atas perintah Brigjen Prasetijo di belakang rumah saksi Suryana di Bogor," kata hakim.
Atas vonis tersebut, Djoko Tjandra menyatakan akan pikir-pikir selama 7 hari.
"Pertama saya kira vonis majelis ini terlalu berat karena di atas tuntutan. JPU saja menuntut 2 tahun dan majelis menjatuhkan vonis 2,5 tahun penjara. Kita lihat Pak Djoko tak pernah mengatakan 'hei si A, si B tolong buatkan surat jalan palsu, sama sekali tidak ada," kata penasihat hukum Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020