DPRD Kota Sibolga menyesalkan adanya pengutipan sebesar Rp30.000 per hari bagi pedagang yang berjualan di objek wisata Pelabuhan Lama, Sibolga, Sumatera Utara. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua DPRD Sibolga, Jami Zeb Tumori kepada wartawan, Senin (16/11) di Sibolga.

“Minggu pagi kemarin, saya mandi laut di lokasi Pelabuhan Lama Sibolga, ada warga pedagang yang mengeluh tak sanggup bayar lapak Rp30.000 per hari. Bahkan pedagang itu memilih untuk berhenti saja berjualan karena omsetnya perhari hanya sekitar Rp100.000,” kata Jamil.

Padahal lanjut Jamil, menurut pengakuan pedagang itu, ongkos becak dari rumahnya ke lokasi jualan pulang pergi sudah Rp30.000. Kalau harus bayar Rp30.000 lagi untuk tempat jualan, maka habislah pendapatannya.

Seharusnya, Dinas Pariwisata Sibolga Sebut Jamil, jangan membuat rakyat makin susah. Apalagi menjelang berakhirnya masa jabatan Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk.

Baca juga: Meski kurang dihiraukan, petugas puskesmas ini tetap imbau masyarakat terapkan 3M

“Tentu saja hal ini bisa menjadi preseden buruk terhadap kinerja Wali Kota Sibolga, karena ide pengembangan kawasan Pelabuhan Lama Sibolga itu adalah termasuk gagasan pihaknya. Jangan pula rakyat dibikin susah dengan kutipan tidak wajar,” ketus Jamil.

Seharusnya lanjut Jamil, Pemkot Sibolga Cq Dinas Pariwisata memberikan fasilitas yang nyaman bagi kelangsungan usaha rakyat, bukan malah membebaninya. Terlebih di masa pandemi COVID-19 yang berkepanjangan hingga saat ini.

“Sudahlah bantuan COVID-19 tahap 2 dan 3 tidak disalurkan, rakyat yang ingin berusaha pun dibebani. Ini namanya penindasan terhadap pedagang kecil,” ungkap Ketua Golar Sibolga itu, seraya menyarankan, kalau rakyat sudah nyaman berusaha, barulah dikutip retribusinya sesuai Perda sebesar Rp3.000 per meter persegi, bukannya dipatok seperti ini, Rp30.000 per hari, karena target PAD dari Pelabuhan Lama Sibolga cuma Rp55 juta per tahun.

Sementara itu Pj Kadis Pariwisata Pemkot Sibolga, Rahmat Tarihoran yang dikonfirmasi wartawan menjelaskan, bahwa belum ada pengutipan retribusi atau sejenisnya seperti yang dikeluhkan oleh pedagang itu. Ia menjelaskan, bahwa saat ini kondisi para pedagang di Pelabuhan Lama itu beserak, atau kurang teratur. Sehingga pihak ketiga yang mengelola Pelabuhan Lama itu menawarkan penataan bagi para pedagang agar terlihat rapi dan teratur.

“Ada pun bentuk penataan yang ditawarkan pihak ketiga terdiri dari, penyediaan lapak berjualan, penyediaan arus listrik, penyediaan air bersih, dan kebersihan tempat jualan. Dan itu pun masih wacana antara pihak ketiga (pengelola pelabuhan lama) dengan para pedagang yang ada di sana. Makanya saya heran juga kenapa apa informasinya demikian,” kata Tarihoran.

Bahkan dalam rapat antara pihak pengelola dengan pedagang sambungnya lagi, awalnya harga ditawarkan pengelola Rp50 ribu per hari, dan karena dinilai terlampau mahal, para pedagang meminta setengahnya, yaitu Rp Rp25 ribu.

“Itu pun belum ada keputusan. Makanya saya heran kenapa ada muncul angka Rp30 ribu, sementara antara pedagang dan pengelola juga belum ada kesepakaan dan masih sebatas wacana. Pun kalau sudah terjadi kesepakatan, yang mengutip bukan Dinas Pariwisata Sibolga, melainkan pihak ketiga. Karena objek wisata Pelabuhan Lama itu sudah dikelola pihak ketiga,” tandasnya.

“Jadi perlu saya tegaskan, bahwa belum ada pengutipan, dan itu masih wacana. Dan hari ini kami akan ada rapat antara pihak ketiga, pengelola dan pedagang,” katanya.

Mantan Kabag Umum Pemkot Sibolga ini pun menduga, dari 40 orang pedagang yang berjualan di Pelabuhan Lama itu, ada yang memoposting di media sosial, padahal itu masih sebatas wacana belum diputuskan.

 

Pewarta: Jason Gultom

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020