Kapal berbendera Vietnam yang melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal di kawasan perairan Indonesia, sebagian besar ditangkap di Laut Natuna Utara, Kepri, dan diduga tidak lepas dari adanya tumpang tindih klaim kedua negara di perairan tersebut.
Direktur Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Denny Abdi dalam siaran pers KKP yang diterima di Jakarta, Rabu (14/10), menyebutkan banyaknya kapal Vietnam yang melakukan illegal fishing tak terlepas dari adanya tumpang tindih klaim di perairan tersebut.
Baca juga: KKP pulangkan tiga nelayan Indonesia yang ditangkap India
Berdasarkan data KKP, sejak Oktober 2019, KKP telah menangkap 74 kapal pelaku illegal fishing dan 27 di antaranya adalah kapal berbendera Vietnam.
Kapal-kapal Vietnam tersebut sebagian besar diringkus di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 atau di wilayah Perairan Laut Natuna Utara, Kepri.
"Perundingan (klaim) ZEE sudah memasuki pertemuan teknis ke-13 di Hanoi pada November 2019 tentang teknis penarikan garis batas kedua negara," katanya.
Denny mengungkapkan Indonesia bisa melakukan empat langkah untuk mengatasi kasus illegal fishing oleh Vietnam.
Pertama, memperkuat sektor perikanan di Natuna. Hal itu, ujar dia, adalah untuk mengimbangi Vietnam yang telah menyiapkan sektor serupa khususnya di bagian selatan.
"Nelayan Vietnam banyak masuk di (perairan) Natuna, karena industri mereka kuat di wilayah selatan. Kalau kita ingin kuat, bagian industri perikanan di Natuna ekosistemnya harus diperkuat," ujarnya.
Langkah kedua, menurut Denny, yang segera akan bertugas sebagai Duta Besar Indonesia di Vietnam ini ialah menjajaki peluang kerja sama dengan pelaku usaha di Vietnam.
Ketiga, lanjutnya, pemerintah Indonesia juga perlu memperkuat penjagaan di perairan Natuna Utara. Terakhir adalah harapan adanya percepatan negosiasi terkait zona ekonomi eksklusif (ZEE) kedua negara.
Sementara itu, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) TB Haeru Rahayu memastikan rapat kerja teknis Satgas 115 akan membahas sejumlah agenda, di antaranya meningkatkan koordinasi antarlembaga dalam menangani pencurian ikan.
"Dubes RI untuk Vietnam kita undang untuk memberikan pandangan khususnya dari aspek sosial ekonomi pemberantasan illegal fishing di Laut Natuna Utara yang banyak melibatkan kapal berbendera Vietnam," kata Tebe, panggilannya, yang juga menjabat sebagai Ketua Sekretariat Satgas 115.
Satgas 115 dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 sebagai wujud perhatian serius pemerintah dalam melakukan langkah-langkah terpadu mengatasi pelanggaran dan kejahatan di bidang perikanan khususnya kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Direktur Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Denny Abdi dalam siaran pers KKP yang diterima di Jakarta, Rabu (14/10), menyebutkan banyaknya kapal Vietnam yang melakukan illegal fishing tak terlepas dari adanya tumpang tindih klaim di perairan tersebut.
Baca juga: KKP pulangkan tiga nelayan Indonesia yang ditangkap India
Berdasarkan data KKP, sejak Oktober 2019, KKP telah menangkap 74 kapal pelaku illegal fishing dan 27 di antaranya adalah kapal berbendera Vietnam.
Kapal-kapal Vietnam tersebut sebagian besar diringkus di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 711 atau di wilayah Perairan Laut Natuna Utara, Kepri.
"Perundingan (klaim) ZEE sudah memasuki pertemuan teknis ke-13 di Hanoi pada November 2019 tentang teknis penarikan garis batas kedua negara," katanya.
Denny mengungkapkan Indonesia bisa melakukan empat langkah untuk mengatasi kasus illegal fishing oleh Vietnam.
Pertama, memperkuat sektor perikanan di Natuna. Hal itu, ujar dia, adalah untuk mengimbangi Vietnam yang telah menyiapkan sektor serupa khususnya di bagian selatan.
"Nelayan Vietnam banyak masuk di (perairan) Natuna, karena industri mereka kuat di wilayah selatan. Kalau kita ingin kuat, bagian industri perikanan di Natuna ekosistemnya harus diperkuat," ujarnya.
Langkah kedua, menurut Denny, yang segera akan bertugas sebagai Duta Besar Indonesia di Vietnam ini ialah menjajaki peluang kerja sama dengan pelaku usaha di Vietnam.
Ketiga, lanjutnya, pemerintah Indonesia juga perlu memperkuat penjagaan di perairan Natuna Utara. Terakhir adalah harapan adanya percepatan negosiasi terkait zona ekonomi eksklusif (ZEE) kedua negara.
Sementara itu, Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) TB Haeru Rahayu memastikan rapat kerja teknis Satgas 115 akan membahas sejumlah agenda, di antaranya meningkatkan koordinasi antarlembaga dalam menangani pencurian ikan.
"Dubes RI untuk Vietnam kita undang untuk memberikan pandangan khususnya dari aspek sosial ekonomi pemberantasan illegal fishing di Laut Natuna Utara yang banyak melibatkan kapal berbendera Vietnam," kata Tebe, panggilannya, yang juga menjabat sebagai Ketua Sekretariat Satgas 115.
Satgas 115 dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 sebagai wujud perhatian serius pemerintah dalam melakukan langkah-langkah terpadu mengatasi pelanggaran dan kejahatan di bidang perikanan khususnya kegiatan penangkapan ikan secara ilegal.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020