Sejumlah desa di Kecamatan Simangumban, wilayah ujung tenggara Kabupaten Tapanuli Utara, menjadi sentra produksi buah pisang jenis barangan merah dengan kualitas ekspor, yang telah menembus pasar induk Jakarta, selama kurang dari tiga tahun terakhir.

"Sedikitnya 40 ribu sisir pisang barangan merah dikirim ke Jakarta per minggu dengan kisaran harga Rp6-7 ribu per sisir," terang Pak Joel Simatupang (49), warga Desa Aeknabara Simangumban, yang juga merupakan salah satu petani pisang kepada ANTARA, Selasa (11/8).

Setiap Minggu, pengusaha asal Jakarta melakukan penjemputan langsung buah pisang barangan merah dari petani Simangumban melalui angkutan darat.

Baca juga: MUI Taput : Penyembelihan hingga pembagian hewan kurban sesuai protokol kesehatan

Kualitas pisang barangan merah dengan rasa yang manis, buah berwarna kemerahan, dan aroma buah yang harum menjadi keunggulan jenis pisang dari Simangumban yang sangat diminati pasar Jakarta.

Buah pisang tersebut dipanen dari areal pertanaman pisang barangan merah di Desa Doloksanggul, Desa Pardomuan, Desa Lobusihim, dan Desa Doloksaut, Kecamatan Simangumban, Taput.

Menurut Pak Joel, dia sendiri memiliki luasan 2 hektar lahan di Desa Doloksanggul yang ditanami dengan 1200 batang pohon pisang barangan merah.

Dari seluruh areal pertanaman pisang miliknya, sebanyak 300 batang pisang sudah berhasil dipanen.

Demikian halnya, para petani lainnya bermarga Sinaga, Ritonga, Tambunan, dan lainnya yang juga menggeluti profesi serupa di wilayah itu.

Tingginya minat pasar akan pisang barangan merah dari Simangumban menciptakan pengalihan jenis tanaman yang ditanami dari pohon karet menjadi pohon pisang oleh petani lainnya.
Pengalihan pertanaman pohon karet menjadi pohon pisang di Desa Doloksanggul, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara. (ANTARA/Rinto Aritonang)
"Biasanya, buah pisang dipanen sebelum tiga hari mencapai kematangan sempurna, sehingga saat sampai di daerah tujuan, buah pisang sudah bisa langsung dikomsumsi," jelas Joel.

Diceritakan, pertanaman pisang berkualitas tersebut awalnya dimulai oleh seorang insinyur pertanian bermarga Sihombing yang menanam bibit pisang barang yang dibawanya di wilayah itu, sekitar lima tahun lalu.

Hasil buah pisang berkualitas setelah dipanen langsung tersebar luas hingga diminati para petani untuk ditanam di lahannya masing-masing.

Berdasarkan data Dinas Pertanian Taput, produksi pisang barangan merah dari Simangumban mencapai 30-40 ton per minggu dari total produksi pisang sebanyak 46 ton per minggu.

Pohon-pohon pisang tersebut ditanami di atas luasan lahan 400 ha, dimana sekitar 123 ha sudah berproduksi.

"Ke depan, wilayah Simangumban akan dijadikan sebagai daerah kluster pisang," terang Kadis Pertanian Taput, Sondang EY Pasaribu yang akrab disapa Sey Pasaribu.

Disebutkan, koordinasi dengan Dinas Koperindag juga akan dilakukan untuk memperkuat jaringan pasar produk pisang melalui fasilitasi perijinan dan sebagainya.

Sebab, kegiatan pelatihan dan sosialisasi kepada petani pada Februari 2020, sebelumnya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah, serta menghindari penyakit layu pusarium oleh "fusarium oxysporum f sp cubense" yang kerap menyerang tanaman pisang.

"Kita juga telah mengusulkan pengadaan mesin 'vacum friying' untuk produk olahan buah pisang menjadi keripik pisang dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Pemprovsu," terangnya.

Sey Pasaribu juga mengungkapkan, bahwa wilayah Pahae termasuk Simangumban memang sudah terkenal dengan produk pertanian andalan, yakni buah pisang.

Dahulu, areal pertanamannya tersebar di sepanjang bantaran Sungai Batangtoru meliputi Purbatua, Pahae Jae, dan Simangumban.

Namun, pada 1998-2001, penyakit layu fusarium yang melanda tanaman pisang di wilayah itu mengakibatkan matinya pohon pisang, hingga penanaman bibit unggul lainnya berhasil dikembangkan kembali di Kecamatan Simangumban.

Pewarta: Rinto Aritonang

Editor : Akung


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020