Kejadian stroke pada bayi dan anak sebenarnya ada, meskipun jarang ditemui di keseharian. Hal itu berpotensi mengancam jiwa serta masa depan bayi dan anak.
Orangtua perlu mewaspadai tanda, gejala, deteksi dini, dan tatalaksana stroke pada bayi dan anak, sehingga dokter dan tim medis dapat segera mengatasinya.
Stroke yang terjadi dari usia 28 minggu kehamilan hingga 28 hari kehidupan postnatal diklasifikasikan sebagai stroke bayi (perinatal stroke). Stroke yang terjadi setelah 28 hari postnatal hingga anak berusia 18 tahun diklasifikasikan sebagai stroke anak (childhood stroke).
Umumnya, stroke pada bayi dan anak dibedakan menjadi stroke akibat perdarahan (hemoragik), stroke akibat sumbatan (iskemik), stroke akibat jendalan atau gumpalan (CSVT atau cerebral sinovenous thrombosis).
Baca juga: Tips dokter agar anak terbiasa makan sayur
Epidemiologi
Stroke pada bayi (perinatal stroke) secara umum dibagi dua, yakni stroke iskemik dan hemoragik.
Angka kejadiannya cukup bervariasi. Stroke iskemik terjadi 1 dari 3500-10 ribu bayi baru lahir. Angka insidensi stroke hemoragik perinatal sebesar 1 per 6300 bayi lahir hidup. Angka prevalensi stroke hemoragik perinatal 6,2 per 100 ribu bayi lahir hidup.
Stroke pada anak (childhood stroke) juga dibedakan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik memengaruhi 1-2 per 100 ribu anak setiap tahunnya di negara-negara maju.
Stroke hemoragik pada anak dapat berupa perdarahan intraserebral (ICH), perdarahan intraventricular (IVH), atau perdarahan subarachnoid (SAH). Adapun angka insidens stroke hemoragik pada anak sekitar 1-1,7 per 100 ribu anak per tahun.
Pada tahun 2013, terdapat 97.792 kasus stroke iskemik anak dan 67.621 stroke hemoragik anak. Jumlah itu menunjukkan peningkatan 35 persen dari keseluruhan prevalensi stroke pada anak sejak tahun 1990. Jelaslah bahwa problematika stroke anak telah menjadi isu kesehatan global.
Baca juga: Sehatkah bila hanya minum jus sayur dan buah seharian?
Penyebab
Penyebab stroke iskemik adalah keberadaan sumbatan pembuluh darah arteri di otak. Umumnya karena jendalan atau gumpalan, yang dalam dunia kedokteran disebut sebagai thrombus atau thromboembolism.
Stroke itu melibatkan pembuluh darah otak (middle cerebral artery), dan menyerang beberapa area di otak, misalnya: otak besar (cerebellum), batang otak, thalamus, lobus temporal mesial (bagian samping otak), lobus occipital (bagian belakang otak).
Proses kematian sel (nekrosis) berlangsung cepat di inti daerah iskemik di otak, begitu pula apoptosis (kematian sel akibat bunuh diri) terjadi dalam beberapa jam hingga beberapa hari di otak yang disebut sebagai daerah penumbra.
Beberapa faktor risiko pemicu seperti: infeksi, penyakit pembuluh darah arteri, penyakit jantung bawaan, kelainan darah, juga faktor risiko dari ibu seperti: mandul, keracunan kehamilan (preeclampsia), penyakit autoimun, dan penggunaan obat juga meningkatkan risiko bayi dan anak menderita stroke iskemik.
Sekitar 20 persen stroke iskemik dapat disebabkan oleh pembedahan atau operasi (dissection).
Stroke hemoragik terjadi akibat multifaktorial serta memiliki beragam faktor risiko. Stroke hemoragik pada bayi disebabkan kecelakaan, kerentanan perdarahan (bleeding diatheses), konsumsi salisilat, kegagalan proses pembentukan pembuluh darah (vascular malformation), penyakit bawaan sejak lahir (disebut von Willebrand diseases), riwayat obat antikoagulan yang dikonsumsi ibu (obat tersebut mampu mengurangi faktor pembekuan yang bergantung vitamin K).
Stroke hemoragik pada anak disebabkan karena kelainan pembuluh darah vena, kegagalan pembentukan sistem pembuluh darah (bersifat bawaan). Akibatnya, bila pembuluh darah robek, lekas terjadi perdarahan.
Adapun stroke tipe CSVT dipicu oleh beberapa faktor, seperti infeksi organ telinga (mastoiditis), infeksi rongga hidung (sinusitis), infeksi selaput otak (meningitis).
Pada anak usia pra sekolah, infeksi kepala dan leher merupakan penyebab paling sering CSVT. Peningkatan faktor VIII, mutasi pada MTHFR, dan peningkatan kadar homosistein di dalam darah (hiperhomosisteinemia) juga dijumpai pada sejumlah anak penderita CSVT.
Konsumsi obat-obatan protrombotik, seperti pil kontrasepsi oral dan asparginase, juga meningkatkan risiko terkena CSVT dan stroke iskemik.
Potret Klinis
Bayi yang menderita CSVT seringkali datang dengan kejang atau penyakit otak di minggu-minggu pertama kehidupannya, terkadang bahkan tanpa disertai gejala.
Anak yang menderita CSVT sering mengeluh sakit kepala atau pusing, mudah mengantuk, mual, dan muntah. Serangan CVST cenderung berkembang secara bertahap, mulai dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Pada anak usia 4-6 bulan bila aktivitas motorik anak tidak seimbang atau tak simetris, atau dominan menggunakan bagian atau sisi tangan tertentu, maka orang tua hendaknya segera membawa anak itu ke dokter untuk diperiksa lebih lanjut, untuk memastikan apakah ia menderita stroke iskemik.
Gejala-tanda lain anak yang menderita stroke iskemik antara lain: hemiparesis (lumpuh separuh), diplopia (melihat dobel), hemianopsia (kehilangan separuh lapangan pandang, hanya mampu melihat separuh, tidak utuh), vertigo (sensasi berputar), nistagmus (gerakan bola mata di luar kemauan), ataksia (gangguan gerak), disfasia (gangguan bicara).
Pada anak yang menderita stroke hemoragik, keluhan utamanya adalah pusing atau sakit kepala yang berat. Bahkan lebih dari 50 persen mengalami sakit kepala dengan mual atau muntah.
Perubahan atau penurunan tingkat kesadaran umum terjadi, sedangkan sekitar 15-37 persen mengalami kejang. Bila perdarahan terjadi di otak bagian fossa posterior, maka dokter menjumpai bulbar signs, gangguan gerak, dan kondisinya cepat memburuk menjadi koma.
Demam dan tanda meningeal dijumpai dokter pada kasus perdarahan di otak bagian subarachnoid, dan perlu waspada kemungkinan infeksi.
Strategi Sederhana
Ada "strategi sederhana" untuk deteksi keterlibatan arteri melalui gejala atau keluhannya. Maksudnya, presentasi klinis stroke bergantung dari pembuluh darah arteri yang terlibat.
Bila arteri karotid internal yang terkena, maka simtomatologinya (tanda, gejala, keluhannya) berupa: hemiparesis (salah satu sisi tubuh melemah sehingga sulit digerakkan), afasia (gangguan berkomunikasi atau berbicara), hemianopsia (hilangnya penglihatan di setengah bidang visual dari satu atau kedua mata).
Bila arteri serebral anterior yang terkena, maka simtomatologinya berupa hemiparesis, terutama di bagian kaki. Bila arteri serebral pertengahan (middle cerebral artery) yang terkena, maka simtomatologinya berupa hemiparesis bagian lengan, hemianopsia, dan afasia. Bila arteri serebral posterior yang terkena, maka simtomatologinya berupa hemianopsia, hemiparesis, ataksia (gangguan pergerakan tubuh), dan pusing (dizziness).
Bila arteri basilar yang terkena, maka simtomatologinya berupa gangguan keseimbangan, sensoris, pernafasan, ataksia, nistagmus (pergerakan bola mata secara cepat, tak terkendali), opisthotonus (postur tubuh tidak normal, badan kaku, leher dan punggung kaku serta melengkung ke belakang), tremor, dan muntah.
Bila arteri serebellar yang terkena, maka simtomatologinya berupa: gangguan sensoris, sakit kepala, demam, muntah, dan tanda-tanda serebellar (misalnya: inkoordinasi gangguan otot, kelemahan otot, tremor, gangguan bicara, nistagmus, dsb).
Pemeriksaan Penunjang
Dokter akan menyarankan beberapa pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan ketersediaan fasilitas.
Pemeriksaan laboratorium meliputi: hitung darah lengkap, evaluasi protrombotik, prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), kadar/aktivitas protein C dan S, antitrombin III, lipoprotein(a), antibodi antifosfolipid, antibodi antikardiolipin, total serum homosistein, genotipe (faktor V Leiden/APCR, gen protrombin 20210A, MTHFR).
Mengingat belum semua laboratorium dapat melakukan pemeriksaan ini, sehingga dokter akan membantu untuk memilih pemeriksaan komponen apa saja yang perlu-penting.
Adapun beberapa pilihan pemeriksaan pencitraan (neuroimaging) yang dapat dilakukan, seperti: computed tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) bagian otak, Magnetic Resonance Angiography (MRA), Magnetic Resonance Venography (MRV), Cerebral Angiography (CA), EEG, ECG, echocardiogram, conventional four-vessel angiogram.
Magnetic resonance (MR) merupakan standar baku modalitas imaging untuk investigasi stroke iskemik arterial pada bayi dan anak dikarenakan tingkat sensitivitas dan spesifisitasnya yang besar.
Metode-waktu yang tepat untuk dilakukan tes trombofilia pada anak dan ibu masih kontroversial. Evaluasi penyakit (patologis) pada plasenta (ari-ari) juga amat penting dilakukan.
Solusi
Terapi suportif merupakan pendekatan utama untuk stroke pada bayi. Perlindungan saraf (neuroproteksi) menjadi tujuan utama disertai dengan upaya pencegahan suhu tubuh naik (hipertermia) atau kadar gula darah turun (hipoglikemia), memonitor perfusi, ventilasi, dan dalam jangka panjang dilakukan rehabilitasi.
Untuk stroke pada anak, diperlukan pengawasan oksigen, tekanan darah, suhu, dan tekanan intrakranial. Pemberian obat atau pembedahan (neurosurgical) hanya boleh dilakukan oleh dokter sesuai indikasi.
Ada perbaikan yang menjanjikan dari pelbagai tipe sel punca (mesenchymal stromal cells/MSC, sel-sel pembentuk koloni endotelial, sel epitel amnion manusia) pada hewan coba dengan beragam penyakit neonatus (bayi), seperti: perdarahan intraventrikular, stroke pada bayi (neonatal stroke), dan sebagainya.
Inflamasi (peradangan) merupakan mekanisme terpenting dari beragam penyakit neonatus selama perkembangan organ. Sel punca (misal MSC) memiliki mekanisme aksi berupa anti-inflamasi, efek parakrin, dan efek imunomodulator.
Pada tikus coba yang dibuat menjadi model untuk neonatal stroke, pemberian MSC meningkatkan proliferasi sel di zona subventricular, yang mengandung NSC (neural stem cells), dan menurunkan cedera substansi putih (white matter injury).
Hal ini mendukung teori bahwa MSC memiliki mekanisme pemulihan diri sendiri (self-recovery) dan perbaikan (repair). MSC dapat meningkatkan atau menurunkan respons imun, bergantung dari kondisi lingkungan secara mikro (microenvironment).
Dengan deteksi dini dan penatalaksanaan yang terpadu serta paripurna, stroke pada bayi dan anak tentu dapat teratasi dengan baik.
*dr Dito Anurogo MSc, dosen tetap di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar, delegasi Indonesia terpilih untuk mengikuti 2020 The Annual Biomedical Exploration Workshop di Taipei Medical University (TMU) Taiwan yang disponsori oleh Kementerian Pendidikan Taiwan.
Ia juga pengurus Asosiasi Sel Punca Indonesia/ASPI, peserta terpilih program Talent Scouting 2020, kontributor perumusan rancangan Permenkes Republik Indonesia No. 32 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca dan/atau Sel, instruktur literasi baca-tulis tingkat nasional 2019, dokter literasi digital, penulis puluhan buku, pengurus Himpunan Dosen Indonesia Jaya, pengurus FLP Makassar Sulawesi Selatan, pengurus APKKM dan AWMI (Asosiasi Wisata Medis Indonesia), anggota Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Orangtua perlu mewaspadai tanda, gejala, deteksi dini, dan tatalaksana stroke pada bayi dan anak, sehingga dokter dan tim medis dapat segera mengatasinya.
Stroke yang terjadi dari usia 28 minggu kehamilan hingga 28 hari kehidupan postnatal diklasifikasikan sebagai stroke bayi (perinatal stroke). Stroke yang terjadi setelah 28 hari postnatal hingga anak berusia 18 tahun diklasifikasikan sebagai stroke anak (childhood stroke).
Umumnya, stroke pada bayi dan anak dibedakan menjadi stroke akibat perdarahan (hemoragik), stroke akibat sumbatan (iskemik), stroke akibat jendalan atau gumpalan (CSVT atau cerebral sinovenous thrombosis).
Baca juga: Tips dokter agar anak terbiasa makan sayur
Epidemiologi
Stroke pada bayi (perinatal stroke) secara umum dibagi dua, yakni stroke iskemik dan hemoragik.
Angka kejadiannya cukup bervariasi. Stroke iskemik terjadi 1 dari 3500-10 ribu bayi baru lahir. Angka insidensi stroke hemoragik perinatal sebesar 1 per 6300 bayi lahir hidup. Angka prevalensi stroke hemoragik perinatal 6,2 per 100 ribu bayi lahir hidup.
Stroke pada anak (childhood stroke) juga dibedakan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Stroke iskemik memengaruhi 1-2 per 100 ribu anak setiap tahunnya di negara-negara maju.
Stroke hemoragik pada anak dapat berupa perdarahan intraserebral (ICH), perdarahan intraventricular (IVH), atau perdarahan subarachnoid (SAH). Adapun angka insidens stroke hemoragik pada anak sekitar 1-1,7 per 100 ribu anak per tahun.
Pada tahun 2013, terdapat 97.792 kasus stroke iskemik anak dan 67.621 stroke hemoragik anak. Jumlah itu menunjukkan peningkatan 35 persen dari keseluruhan prevalensi stroke pada anak sejak tahun 1990. Jelaslah bahwa problematika stroke anak telah menjadi isu kesehatan global.
Baca juga: Sehatkah bila hanya minum jus sayur dan buah seharian?
Penyebab
Penyebab stroke iskemik adalah keberadaan sumbatan pembuluh darah arteri di otak. Umumnya karena jendalan atau gumpalan, yang dalam dunia kedokteran disebut sebagai thrombus atau thromboembolism.
Stroke itu melibatkan pembuluh darah otak (middle cerebral artery), dan menyerang beberapa area di otak, misalnya: otak besar (cerebellum), batang otak, thalamus, lobus temporal mesial (bagian samping otak), lobus occipital (bagian belakang otak).
Proses kematian sel (nekrosis) berlangsung cepat di inti daerah iskemik di otak, begitu pula apoptosis (kematian sel akibat bunuh diri) terjadi dalam beberapa jam hingga beberapa hari di otak yang disebut sebagai daerah penumbra.
Beberapa faktor risiko pemicu seperti: infeksi, penyakit pembuluh darah arteri, penyakit jantung bawaan, kelainan darah, juga faktor risiko dari ibu seperti: mandul, keracunan kehamilan (preeclampsia), penyakit autoimun, dan penggunaan obat juga meningkatkan risiko bayi dan anak menderita stroke iskemik.
Sekitar 20 persen stroke iskemik dapat disebabkan oleh pembedahan atau operasi (dissection).
Stroke hemoragik terjadi akibat multifaktorial serta memiliki beragam faktor risiko. Stroke hemoragik pada bayi disebabkan kecelakaan, kerentanan perdarahan (bleeding diatheses), konsumsi salisilat, kegagalan proses pembentukan pembuluh darah (vascular malformation), penyakit bawaan sejak lahir (disebut von Willebrand diseases), riwayat obat antikoagulan yang dikonsumsi ibu (obat tersebut mampu mengurangi faktor pembekuan yang bergantung vitamin K).
Stroke hemoragik pada anak disebabkan karena kelainan pembuluh darah vena, kegagalan pembentukan sistem pembuluh darah (bersifat bawaan). Akibatnya, bila pembuluh darah robek, lekas terjadi perdarahan.
Adapun stroke tipe CSVT dipicu oleh beberapa faktor, seperti infeksi organ telinga (mastoiditis), infeksi rongga hidung (sinusitis), infeksi selaput otak (meningitis).
Pada anak usia pra sekolah, infeksi kepala dan leher merupakan penyebab paling sering CSVT. Peningkatan faktor VIII, mutasi pada MTHFR, dan peningkatan kadar homosistein di dalam darah (hiperhomosisteinemia) juga dijumpai pada sejumlah anak penderita CSVT.
Konsumsi obat-obatan protrombotik, seperti pil kontrasepsi oral dan asparginase, juga meningkatkan risiko terkena CSVT dan stroke iskemik.
Potret Klinis
Bayi yang menderita CSVT seringkali datang dengan kejang atau penyakit otak di minggu-minggu pertama kehidupannya, terkadang bahkan tanpa disertai gejala.
Anak yang menderita CSVT sering mengeluh sakit kepala atau pusing, mudah mengantuk, mual, dan muntah. Serangan CVST cenderung berkembang secara bertahap, mulai dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Pada anak usia 4-6 bulan bila aktivitas motorik anak tidak seimbang atau tak simetris, atau dominan menggunakan bagian atau sisi tangan tertentu, maka orang tua hendaknya segera membawa anak itu ke dokter untuk diperiksa lebih lanjut, untuk memastikan apakah ia menderita stroke iskemik.
Gejala-tanda lain anak yang menderita stroke iskemik antara lain: hemiparesis (lumpuh separuh), diplopia (melihat dobel), hemianopsia (kehilangan separuh lapangan pandang, hanya mampu melihat separuh, tidak utuh), vertigo (sensasi berputar), nistagmus (gerakan bola mata di luar kemauan), ataksia (gangguan gerak), disfasia (gangguan bicara).
Pada anak yang menderita stroke hemoragik, keluhan utamanya adalah pusing atau sakit kepala yang berat. Bahkan lebih dari 50 persen mengalami sakit kepala dengan mual atau muntah.
Perubahan atau penurunan tingkat kesadaran umum terjadi, sedangkan sekitar 15-37 persen mengalami kejang. Bila perdarahan terjadi di otak bagian fossa posterior, maka dokter menjumpai bulbar signs, gangguan gerak, dan kondisinya cepat memburuk menjadi koma.
Demam dan tanda meningeal dijumpai dokter pada kasus perdarahan di otak bagian subarachnoid, dan perlu waspada kemungkinan infeksi.
Strategi Sederhana
Ada "strategi sederhana" untuk deteksi keterlibatan arteri melalui gejala atau keluhannya. Maksudnya, presentasi klinis stroke bergantung dari pembuluh darah arteri yang terlibat.
Bila arteri karotid internal yang terkena, maka simtomatologinya (tanda, gejala, keluhannya) berupa: hemiparesis (salah satu sisi tubuh melemah sehingga sulit digerakkan), afasia (gangguan berkomunikasi atau berbicara), hemianopsia (hilangnya penglihatan di setengah bidang visual dari satu atau kedua mata).
Bila arteri serebral anterior yang terkena, maka simtomatologinya berupa hemiparesis, terutama di bagian kaki. Bila arteri serebral pertengahan (middle cerebral artery) yang terkena, maka simtomatologinya berupa hemiparesis bagian lengan, hemianopsia, dan afasia. Bila arteri serebral posterior yang terkena, maka simtomatologinya berupa hemianopsia, hemiparesis, ataksia (gangguan pergerakan tubuh), dan pusing (dizziness).
Bila arteri basilar yang terkena, maka simtomatologinya berupa gangguan keseimbangan, sensoris, pernafasan, ataksia, nistagmus (pergerakan bola mata secara cepat, tak terkendali), opisthotonus (postur tubuh tidak normal, badan kaku, leher dan punggung kaku serta melengkung ke belakang), tremor, dan muntah.
Bila arteri serebellar yang terkena, maka simtomatologinya berupa: gangguan sensoris, sakit kepala, demam, muntah, dan tanda-tanda serebellar (misalnya: inkoordinasi gangguan otot, kelemahan otot, tremor, gangguan bicara, nistagmus, dsb).
Pemeriksaan Penunjang
Dokter akan menyarankan beberapa pemeriksaan penunjang sesuai indikasi dan ketersediaan fasilitas.
Pemeriksaan laboratorium meliputi: hitung darah lengkap, evaluasi protrombotik, prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (PTT), kadar/aktivitas protein C dan S, antitrombin III, lipoprotein(a), antibodi antifosfolipid, antibodi antikardiolipin, total serum homosistein, genotipe (faktor V Leiden/APCR, gen protrombin 20210A, MTHFR).
Mengingat belum semua laboratorium dapat melakukan pemeriksaan ini, sehingga dokter akan membantu untuk memilih pemeriksaan komponen apa saja yang perlu-penting.
Adapun beberapa pilihan pemeriksaan pencitraan (neuroimaging) yang dapat dilakukan, seperti: computed tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) bagian otak, Magnetic Resonance Angiography (MRA), Magnetic Resonance Venography (MRV), Cerebral Angiography (CA), EEG, ECG, echocardiogram, conventional four-vessel angiogram.
Magnetic resonance (MR) merupakan standar baku modalitas imaging untuk investigasi stroke iskemik arterial pada bayi dan anak dikarenakan tingkat sensitivitas dan spesifisitasnya yang besar.
Metode-waktu yang tepat untuk dilakukan tes trombofilia pada anak dan ibu masih kontroversial. Evaluasi penyakit (patologis) pada plasenta (ari-ari) juga amat penting dilakukan.
Solusi
Terapi suportif merupakan pendekatan utama untuk stroke pada bayi. Perlindungan saraf (neuroproteksi) menjadi tujuan utama disertai dengan upaya pencegahan suhu tubuh naik (hipertermia) atau kadar gula darah turun (hipoglikemia), memonitor perfusi, ventilasi, dan dalam jangka panjang dilakukan rehabilitasi.
Untuk stroke pada anak, diperlukan pengawasan oksigen, tekanan darah, suhu, dan tekanan intrakranial. Pemberian obat atau pembedahan (neurosurgical) hanya boleh dilakukan oleh dokter sesuai indikasi.
Ada perbaikan yang menjanjikan dari pelbagai tipe sel punca (mesenchymal stromal cells/MSC, sel-sel pembentuk koloni endotelial, sel epitel amnion manusia) pada hewan coba dengan beragam penyakit neonatus (bayi), seperti: perdarahan intraventrikular, stroke pada bayi (neonatal stroke), dan sebagainya.
Inflamasi (peradangan) merupakan mekanisme terpenting dari beragam penyakit neonatus selama perkembangan organ. Sel punca (misal MSC) memiliki mekanisme aksi berupa anti-inflamasi, efek parakrin, dan efek imunomodulator.
Pada tikus coba yang dibuat menjadi model untuk neonatal stroke, pemberian MSC meningkatkan proliferasi sel di zona subventricular, yang mengandung NSC (neural stem cells), dan menurunkan cedera substansi putih (white matter injury).
Hal ini mendukung teori bahwa MSC memiliki mekanisme pemulihan diri sendiri (self-recovery) dan perbaikan (repair). MSC dapat meningkatkan atau menurunkan respons imun, bergantung dari kondisi lingkungan secara mikro (microenvironment).
Dengan deteksi dini dan penatalaksanaan yang terpadu serta paripurna, stroke pada bayi dan anak tentu dapat teratasi dengan baik.
*dr Dito Anurogo MSc, dosen tetap di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar, delegasi Indonesia terpilih untuk mengikuti 2020 The Annual Biomedical Exploration Workshop di Taipei Medical University (TMU) Taiwan yang disponsori oleh Kementerian Pendidikan Taiwan.
Ia juga pengurus Asosiasi Sel Punca Indonesia/ASPI, peserta terpilih program Talent Scouting 2020, kontributor perumusan rancangan Permenkes Republik Indonesia No. 32 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca dan/atau Sel, instruktur literasi baca-tulis tingkat nasional 2019, dokter literasi digital, penulis puluhan buku, pengurus Himpunan Dosen Indonesia Jaya, pengurus FLP Makassar Sulawesi Selatan, pengurus APKKM dan AWMI (Asosiasi Wisata Medis Indonesia), anggota Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020