Pandemik virus corona baru (COVID-19) yang melanda dunia dan Indonesia memberikan dampak buruk pada berbagai sektor, termasuk industri otomotif.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menilai industri otomotif kini hanya bisa berharap dari kalangan menengah ke atas. Sedangkan kalangan menengah ke bawah sudah kesulitan.

Tauhid menjelaskan berdasarkan data, terdapat 4,8 persen penurunan konsumsi rumah tangga. Sehingga konsumsi untuk kebutuhan otomotif akan dikesampingkan.

Baca juga: Penjualan Volvo anjlok 18 persen

"Konsumsi rumah tangga, saya kira saat ini siapa yang mau membeli konsumsi untuk non makanan," kata Tauhid Ahmad melalui wawancara virtual bersama Forum Wartawan Otomotif, Jumat (10/4) malam.

"Jadi, industri otomotif masih berharap dari konsumsi orang menengah ke atas. Kalau menengah ke bawah sudah tidak mungkin," jelas Tauhid Ahmad.

Baca juga: GM akan produksi mobil listrik untuk Honda

Konsumen Loyal

Tauhid menilai, pandemik corona juga mempengaruhi strategi penjualan produsen otomotif.

Konsumen loyal menjadi target utama penjualan otomotif ketimbang pegawai bergaji tetap. Alasannya, minat membeli dari kalangan pegawai terganggu dengan ketidakstibilan konsumsi selama corona dan kecemasan tidak mendapat gaji ke-13.

"Misalnya sekarang, gaji pegawai tetap hampir keseluruhan ada yang terganggu. Contoh PNS mulai digoyang oleh golongan lain yang tetap mendapat gaji 13 untuk THR, tapi golongan empat atau pejabat di atasnya akan berkurang, jadi akan berdampak untuk pembelian," kata dia.

"Artinya, kemampuan mereka untuk melakukan pembelian, kredit juga akan berdampak," kata dia.

Untuk itu, Tauhid Ahmad menilai bahwa harapan industri otomotif Indonesia untuk saat ini adalah kalangan menengah atas dan kelompok swasta.

"Pada konsumsi berbagai sektor mulai berdampak, tetapi mungkin pada level menengah atas dan pekerja swasta masih punya harapan. Jika lihat secara umum, pasti turun daya beli," terang dia.

Masa "Recovery"

Lebih lanjut Tauhid memprediksi masa pemulihan akan terjadi pada bulan ketujuh (Oktober) setelah kasus corona pertama masuk Indonesia pada Maret 2020.

"Ketika Covid itu mendekati titik bawah atau tidak ada kasus sama sekali, orang akan mulai aktivitas normal. Ekonomi mulai kembali dan pemerintah mulai mengurangi pembatasan dan pabrikan mulai berproduksi, kalau kita proyeksi bulan ketujuh mulai recovery," kata dia.

Recovery bisa terjadi pada bulan ketujuh itu dengan syarat pemerintah dan segenap pemangku kepentingan lain mengambil langkah cepat dan tanggap untuk membenahi sektor yang terdampak.

"Seperti China, pabrik mulai buka ketika tidak ada kasus baru. Roda ekonomi mulai bergerak, jadi mungkin waktu naik ya Oktober-November dan mungkin industri otomotif baru mulai leluasa," kata dia.

"Nah ini tergantung lagi ya, kalau masih masih naik (kasus corona) sampai Juni ya makin akan mundur lagi," terang dia.

Ia menyebut, ada langkah yang ekstrim untuk memulihkan roda perekonomian agar kembali normal.

"Kebijakan paling ekstrim memang lockdown, tapi APBN kita pasti tidak mampu untuk membiayai sekitar 108 juta masyarakat yang harus dibantu. Pemerintah juga harus menambah dana lebih dari Rp405 triliun untuk ini," kata dia.
 

Pewarta: Chairul Rohman

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020