Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mencatat hingga Kamis sebanyak 48.000 ekor babi mati akibat virus hog cholera dan African Swine Fever (ASF) di Sumatera Utara (Sumut) dan bagi ekonomi daerah merupakan kerugian besar
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengatakan kasus kematian ribuan ekor babi ini berdampak besar terhadap ekonomi, khususnya ekonomi para peternak babi.
"Tak hanya dilanda kerugian karena kematian babi, peternak juga dihadapkan dengan kondisi anjloknya harga jual daging babi," katanya dalam rapat dengar pendapat terkait persoalan babi di Sumut di kantor DPRD Sumut, Kamis.
Berdasarkan hitungan, setiap kematian satu ekor babi maka peternak mengalami kerugian hingga 3 juta rupiah.
"Kondisi perekonomian para peternak sangat buruk. Kalau babinya mati, maka sudah pasti mereka rugi. Namun babi yang tidak mati juga mereka rugi karena harga jual babi di pasar turun karena wabah ASF," ujarnya.
Ia menyebutkan, saat ini pihaknya masih terus mencari solusi mengatasi wabah ASF. Salah satu langkah yang akan dilakukan pemerintah adalah dengan mengajak para peternak untuk beralih beternak hewan lain.
"Kalau itu memang tidak dipolitisir, kita akan ubah sementara ke binatang lain yang tidak terkena virus ASF," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa Pemprov Sumut tidak akan mengambil kebijakan pemusnahan babi karena membutuhkan biaya besar.
"Jumlah babi di Sumut saat ini mencapai 2 Juta ekor. Jika langkah pemusnahan diambil, maka pemerintah harus menyiapkan ganti rugi sebesar 3 juta rupiah setiap ekor babi. Kalau itu sampai terjadi, maka biaya ganti rugi babi ini mencapai Rp6 Triliun," ujarnya.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut Ketua DPRD Sumut Baskami Ginting, Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Martuani Sormin dan Kepala Kejati Sumut Amirianto.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020