Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menyosialisasikan Peraturan Menteri Keuangan nomor 199/PMK.010/2019 terkait barang kiriman dari luar negeri yang akan berlaku mulai 30 Januari 2020 akibat membludaknya tren fenomena barang kiriman dari luar negeri melalui toko daring (online) yang mengakibatkan berbagai produk lokal UMKM seperti tas, sepatu dan produk tekstil atau garmen tidak laku di pasaran dalam negeri.

Kepala Kantor Bea Cukai Kualanamu Elfi Haris di Deliserdang, Rabu (29/1) mengatakan sosialisasi ini bertujuan untuk mengantisipasi barang-barang impor melalui jasa pengiriman yang melanggar ketentuan yang telah berlaku.

"Maka aturan ini target utama kita supaya barang-barang yang dari luar itu dibatasi atau setidaknya harganya meningkat sehingga barang-barang yang diproduksi dalam negeri mampu bersaing," katanya.

Baca juga: Bea Cukai Kualanamu sosialisasikan "Greeting Passenger" kepada penumpang

Baca juga: Bea Cukai Kualanamu kembali gagalkan penyelundupan daun khat

Ketentuan ini utamanya terkait nilai ambang batas yang mendapat pembebasan bea masuk. Jika sebelumnya untuk barang kiriman dari luar negeri yang dibawah freigth on board (FOB) USD 75 dibebaskan Bea Masuk, PPN dan PPh Impornya maka mulai tanggal 30 januari 2020 nilai ambang batasnya akan diturunkan menjadi FOB USD 3. Pembebasannya pun hanya untuk komponen Bea Masuk sedangkan PPN tetap dikenakan.

"Yang dulunya semua barang kiriman itu yang nilainya di bawah USD 75 itu bebas artinya tidak ada pungutan bea masuk dan pajak namun mulai besok semua barang kiriman yang nilainya USD 3 tetap dikenakan PPN 10 persen," tambahnya.
 
Petugas Bea Cukai Kualanamu mengecek barang kiriman luar negeri di gudang Sentral Pengolahan Pos (SPP) PT Pos Medan-Tanjung Morawa di Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Rabu (29/1). (ANTARA/Septianda Perdana). 


Ia menambahkan menurut data dari Bea Cukai, barang impor melalui barang kiriman dari tahun 2017 hingga 2019 mengalami tren kenaikan yang sangat signifikan yaitu sebesar 800 persen dan sebagian besarnya mendapat pembebasan bea masuk dan pajak karena diberitahukan kurang dari FOB USD 75.

Hal itu tentunya tidak memberikan ruang persaingan yang sehat bagi pelaku industri UMKM dalam negeri sehingga Kementerian Keuangan melalui Bea Cukai memutuskan untuk melakukan perubahan kebijakan dengan menurunkan nilai ambang batas pembebasan Bea Masuk menjadi USD 3 dan tetap mengenakan PPN berapapun nilai barangnya.

"Jadi semua barang kiriman yang lewat Pos baik milik pemerintah dan swasta akan dikenakan pajak PPN 10 persen biar UMKM kita bisa hidup seperti UMKM yang buat tas, sepatu dan perhiasan itu bersaing nantinya," kata dia. 

Elfi Haris menghimbau kepada konsumen/masyarakat untuk membeli barang dari luar negeri lewat barang kiriman harus dipersiapkan untuk pembayaran pajaknya sehingga nanti barang yang dibeli tersebut tidak menjadi barang yang tidak dikuasai karena kalau barang sudah 30 hari tidak diurus maka barang akan menjadi dikuasai negara.

"Jadi konsumen ketika beli haruslah mempersiapkan untuk membayar pajaknya minimal 17,5 persen," tegasnya.
 
Petugas Bea Cukai Kualanamu mengecek barang kiriman luar negeri di gudang Sentral Pengolahan Pos (SPP) PT Pos Medan-Tanjung Morawa di Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Rabu (29/1). (ANTARA/Septianda Perdana).


Bea Cukai menyebutkan terkait besaran perpajakan barang impor tersebut adalah jika nilai barangnya dibawah FOB USD 3 maka Bea Masuk Bebas tetapi dikenakan PPN 10 persen dan jika nilai barang diantara FOB USD 3 sampai dengan USD 1.500 maka dikenakan Bea Masuk 7,5 persen dan PPN 10 persen serta jika lebih dari FOB USD 1.500 maka harus menggunakan mekanisme impor biasa dan pengenaan tarifnya sesuai klasifikasi uraian barangnya.

Pewarta: Septianda Perdana

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2020