Pengusaha kelapa sawit di indonesia wajib mengikuti sertifikasi indonesian sustainable palm oil (ISPO) guna melawan diskriminasi industri kelapa sawit Uni Eropa kepada negara penghasil kelapa sawit seperti Indonesia. 

Presiden Direktur PT Mutuagung Lestari Arifin Lambaga dalam agenda Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS) di Medan, Kamis,  menjelaskan Indonesia memiliki modal dasar untuk menciptakan sustainable fuel melalui penerapan skema indonesian sustainable palm oil (ISPO).

Itu untuk melawan diksriminasi industri kelapa sawit oleh uni eropa kepada negara penghasil kelapa sawit seperti Indonesia.

Dengan indikator yang menjamin proses produksi minyak sawit mulai dari penanaman, hingga pengolahan produk dilakukan sesuai prinsip keberlanjutan dan ramah terhadap lingkungan.

Penerapan standar itu dapat dikatakan memastikan terpenuhinya prinsip sustainability pada produksi minyak sawit di indonesia, sehingga tidak ada alasan bagi Uni Eropa untuk "menghempang" ekspor kelapa sawit ke benua biru.

"Saya kira kita selama ini tahu, bahwa banyak negara negara atau pasar yang menggunakan sawit itu, itu mempermasalahkan tentang deforestasi, dampak dampak lingkungan yang ditimbulkan dari budidaya sawit, penggunaan tenaga kerja, kemudian perhatian terhadap lingkungan, masyarakat, hewan hewan yang dilindungi. nah itu sebenarnya yang menjadi titik pokok masalah yang selalu dijadikan masalah oleh pasar internasional atau negara yang mengimpor," katanya.

Sementara itu Asisten Deputi Bidang Perkebunan dan Hortikultura Kementerian Perekonomian Indonesia Willistra Danny mengimbau kepada pelaku usaha industri kelapa sawit yaitu perusahaan negara, swasta dan petani segera mengurus sertifikasi ISPO agar mampu bersaing dalam industri kelapa sawit dunia.

Sehingga mendatangkan kesejahteraan bagi seluruh pemangku kepentingan khususnya petani kecil. Untuk mendorong hal tersebut saat ini pemerintah sedang merancang regulasi terkait ISPO.

Dari yang awalnya diatur dalam peraturan menteri pertanian nomor 19 tahun 2011 tentang ISPO menjadi peraturan presiden.

Ia mengatakan pihaknya menjadikan perpres itu wajib bagi semua pelaku usaha, kalau yang berlaku sekarang itu hanya wajib atau mandatori untuk perusahaan swasta dan negara atau PTPN.

"Sementara kita punya tiga pelaku usaha sawit, perusahaan swasta, negara dan petani. Nah dalam perpres itu petani juga diwajibkan memiliki sertifikasi ISPO," katanya.

Hingga pertengahan tahun 2019 jumlah perusahaan yang tersertifikasi ISPO berjumlah 502 atau 29,3 persen dari total pelaku usaha kelapa sawit yang ada di Indonesia.

Khusus untuk petani, pemerintah akan memudahkan dan akan memberi waktu lima tahun untuk memenuhi sertifikasi ISPO pasca disahkan nanti.

 

Pewarta: Donny Aditra

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019