Medan, (Antaranews Sumut) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Sumatera Utara minta kepada Badan Keamanan Laut atau Bakamla agar menertibkan kapal pukat "gerandong" yang masih beroperasi di perairan Belawan, Sumut, dan mengganggu wilayah tangkapan nelayan tradisional di daerah itu.
Wakil DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Nazli, di Medan, Selasa, mengatakan pukat gerandong tersebut, harus dirazia petugas keamanan di laut, yakni TNI AL, Polisi Air, dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Kapal pukat gerandong atau boat gandeng dua itu, menurut dia, adalah ilegal dan juga merusak lingkungan di laut, dan segera dihentikan Bakamla sehingga tidak terjadi konflik dengan nelayan tradisional.
"Karena selama ini, nelayan kecil yang menangkap ikan di perairan Belawan, merasa terusik dengan kehadiran pukat gerandong yang menggunakan kapal berukuran besar itu," ujar Nazli.
Ia menyebutkan, kapal pukat gerandong itu, melanggar Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 02 tahun 2015, dan tidak boleh dibiarkan petugas keamanan di laut.
Kapal pukat gerandong yang melaksanakan aktivitas di perairan Belawan, mencapai ratusan unit dan nelayan tersebut secara bebas menangkap ikan.
"Beroperasinya pukat gerandong milik pengusaha pemodal besar itu, menimbulkan kecemburuan sosial bagi nelayan kecil di Belawan," ucapnya.
Nazli menjelaskan, beroperasinya pukat gerandong di Belawan, juga telah disurati nelayan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, dan dilaporkan Anggota DPR RI yang berkunjung ke daerah tersebut.
Namun, hingga kini kapal pukat gerandong tersebut, masih saja menangkap ikan dan nelayan tradisional selama ini sudah cukup sabar melihat aktivitas kapal yang melanggar peraturan pemerintah tersebut.
"Kehadiran pukat gerandong di Belawan, jangan sampai menimbulkan tindakan anarkis antara nelayan kecil dengan nelayan pukat gerandong," kata Wakil Ketua HNSI Sumut itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018
Wakil DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Nazli, di Medan, Selasa, mengatakan pukat gerandong tersebut, harus dirazia petugas keamanan di laut, yakni TNI AL, Polisi Air, dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Kapal pukat gerandong atau boat gandeng dua itu, menurut dia, adalah ilegal dan juga merusak lingkungan di laut, dan segera dihentikan Bakamla sehingga tidak terjadi konflik dengan nelayan tradisional.
"Karena selama ini, nelayan kecil yang menangkap ikan di perairan Belawan, merasa terusik dengan kehadiran pukat gerandong yang menggunakan kapal berukuran besar itu," ujar Nazli.
Ia menyebutkan, kapal pukat gerandong itu, melanggar Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 02 tahun 2015, dan tidak boleh dibiarkan petugas keamanan di laut.
Kapal pukat gerandong yang melaksanakan aktivitas di perairan Belawan, mencapai ratusan unit dan nelayan tersebut secara bebas menangkap ikan.
"Beroperasinya pukat gerandong milik pengusaha pemodal besar itu, menimbulkan kecemburuan sosial bagi nelayan kecil di Belawan," ucapnya.
Nazli menjelaskan, beroperasinya pukat gerandong di Belawan, juga telah disurati nelayan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, dan dilaporkan Anggota DPR RI yang berkunjung ke daerah tersebut.
Namun, hingga kini kapal pukat gerandong tersebut, masih saja menangkap ikan dan nelayan tradisional selama ini sudah cukup sabar melihat aktivitas kapal yang melanggar peraturan pemerintah tersebut.
"Kehadiran pukat gerandong di Belawan, jangan sampai menimbulkan tindakan anarkis antara nelayan kecil dengan nelayan pukat gerandong," kata Wakil Ketua HNSI Sumut itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018