Medan, (Antaranews Sumut) - Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, Sumatera Utara minta kepada nelayan tradisional di daerah itu, jangan bertindak "anarkis" terhadap kapal yang menggunakan alat penangkapan ikan yang dilarang beroperasi oleh pemerintah.
Wakil Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Nazli, di Medan, Selasa, mengatakan tindakan main hakim sendiri yang dilakukan nelayan, tidak akan menyelesaikan masalah dan justru menambah permasalahan baru, serta menimbulkan kerugian yang tidak sedikit jumlahnya.
Sehubungan dengan itu, menurut, aksi pembakaran delapan unit kapal pukat tarik (trawl) dan dua unit kapal 5 Gross Ton (GT) yang terjadi di perairan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, menimbulkan kurang harmonisnya hubungan sesama nelayan.
"Jangan ada lagi nelayan yang melakukan tindakan seperti itu, dan biarkanlah Badan Keamanan Laut (Bakamla) yakni, TNI AL, Polisi Perairan (Pol Air), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) atau instansi terkait lainnya yang melakukan penertiban terhadap alat tangkap ilegal itu," ujar Nazli.
Ia menyebutkan, memang kapal pukat tarik yang masih beroperasi di perairan Belawan, dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016.
Namun, pelanggaran yang dilakukan kapal pukat tarik tersebut, tidak dibenarkan dilakukan aksi main hakim sendiri oleh nelayan, karena nelayaan dalam hal ini bukan pihak yang berwenang.
"Nelayan hanya dapat melaporkan kepada petugas keamanan di laut, jika ada melihat kapal pukat tarik yang masih beroperasi menangkap ikan, dan tidak dibenarkan bertindak sendiri," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018
Wakil Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumut, Nazli, di Medan, Selasa, mengatakan tindakan main hakim sendiri yang dilakukan nelayan, tidak akan menyelesaikan masalah dan justru menambah permasalahan baru, serta menimbulkan kerugian yang tidak sedikit jumlahnya.
Sehubungan dengan itu, menurut, aksi pembakaran delapan unit kapal pukat tarik (trawl) dan dua unit kapal 5 Gross Ton (GT) yang terjadi di perairan Belawan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, menimbulkan kurang harmonisnya hubungan sesama nelayan.
"Jangan ada lagi nelayan yang melakukan tindakan seperti itu, dan biarkanlah Badan Keamanan Laut (Bakamla) yakni, TNI AL, Polisi Perairan (Pol Air), Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) atau instansi terkait lainnya yang melakukan penertiban terhadap alat tangkap ilegal itu," ujar Nazli.
Ia menyebutkan, memang kapal pukat tarik yang masih beroperasi di perairan Belawan, dilarang berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016.
Namun, pelanggaran yang dilakukan kapal pukat tarik tersebut, tidak dibenarkan dilakukan aksi main hakim sendiri oleh nelayan, karena nelayaan dalam hal ini bukan pihak yang berwenang.
"Nelayan hanya dapat melaporkan kepada petugas keamanan di laut, jika ada melihat kapal pukat tarik yang masih beroperasi menangkap ikan, dan tidak dibenarkan bertindak sendiri," ucapnya.
Baca juga: Pinjaman lunak nelayan digunakan mengganti alat tangkap
Nazli mengatakan, biarkanlah pihak Bakamla yang menindak tegas kapal pukat tarik dan anak buah kapal (ABK) yang melakukan pelanggaran di laut.
Karena, nelayan bukan institusi yang berwenang melakukan penertiban terhadap kapal penangkap ikan yang melanggar peraturan pemerintah tersebut.
Serahkan saja, mengeanai penertiban kapal pukat tarik, pukat hela, pukat harimau atau sejenisnya kepada pemerintah maupun aparat keamanan.Dan jangan dicampuri nelayan dan hal tersebut tidak dibenarkan.
"Kasus bentrok kelompok nelayan di Belawan diharapkan jangan sampai terulang kembali dan hal ini dapat dijadikan sebagai pengalaman yang sangat berharga.Dan jangan ada tindakan balasan yang dilakukan nelayan, serta aparat keamanan secepatnya melakukan mediasi," kata Wakil Ketua HNSI Sumut.
Nazli mengatakan, biarkanlah pihak Bakamla yang menindak tegas kapal pukat tarik dan anak buah kapal (ABK) yang melakukan pelanggaran di laut.
Karena, nelayan bukan institusi yang berwenang melakukan penertiban terhadap kapal penangkap ikan yang melanggar peraturan pemerintah tersebut.
Serahkan saja, mengeanai penertiban kapal pukat tarik, pukat hela, pukat harimau atau sejenisnya kepada pemerintah maupun aparat keamanan.Dan jangan dicampuri nelayan dan hal tersebut tidak dibenarkan.
"Kasus bentrok kelompok nelayan di Belawan diharapkan jangan sampai terulang kembali dan hal ini dapat dijadikan sebagai pengalaman yang sangat berharga.Dan jangan ada tindakan balasan yang dilakukan nelayan, serta aparat keamanan secepatnya melakukan mediasi," kata Wakil Ketua HNSI Sumut.
Baca juga: Pukat Harimau Masih Beroperasi Di Belawan
Sebelumnya, sekelompok nelayan mengamuk dan membakar 8 unit kapal pukat tarik dan dua kapal bermesin GT 5 di perairan Belawan, Kota Medan, Senin (19/2) karena menggunakan alat tangkap pukat tarik (trawl) yang dilarang pemerintah.
Sebelumnya, sekelompok nelayan mengamuk dan membakar 8 unit kapal pukat tarik dan dua kapal bermesin GT 5 di perairan Belawan, Kota Medan, Senin (19/2) karena menggunakan alat tangkap pukat tarik (trawl) yang dilarang pemerintah.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2018