Medan, 6/6 (Antara) - DPRD Provinsi Sumatera Utara merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus Rumah Sakit Haji Medan untuk menyelesaikan polemik kepemilikan dan aset RS tersebut.

Rekomendasi itu didapatkan dalam rapat yang digelar Komisi E DPRD Sumut, Dinas Kesehatan dan Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset Daerah Sumut, serta Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut di Medan, Selasa.

Awalnya, anggota Komisi E DPRD Sumut HM Nezar Djoeli mengaku kebingungan dengan keberadaan Rumah Sakit (RS) Haji Medan karena disebutkan milik Pemprov Sumut.

Namun pihaknya menemukan beberapa persoalan dan bukti lain yakni status RS Haji sebagai wakaf umat Islam karena dibangun dengan dana yang dikumpulkan dari umat Islam.

"Kita ingin pemanfaatan dan pengelolaan RS Haji itu sesuai amanat UU," katanya.

Kabid Aset Badan Keuangan dan Pengelolaan Aset Daerah Sumut Suryadi mengatakan RS Haji Medan menjadi milik Pemprov Sumut sejak tahun 2011.

Yayasan yang mengelola RS Haji Medan dibubarkan berdasarkan rapat koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pengurus yayasan yang diperkuat dengan terbitnya Peraturan Gubernur Sumut Nomor 78 tahun 2011.

Namun, Wakil Ketua MUI Sumut Dr H Arso menunjukkan ketidaksepakatannya dalam pembubaran kepengurusan yayasan itu dan menyerahkan pengelolaan RS Haji Medan kepada Pemprov Sumut.

Menurut dia, RS Haji Medan merupakan lembaga layanan kesehatan yang didirikan berdasarkan wakaf dari umat Islam, terutama yang akan menunaikan ibadah haji. Untuk menjalankan operasional RS tersebut, didirikan Yayasan RS Haji Medan.

Pada tahun-tahun sebelumnya, MUI Sumut telah mengeluarkan fatwa bahwa RS Haji Medan dan segala isisnya adalah aset sehingga pemanfaatannya harus mengacu pada UU 41/2004 tentang Wakaf dan kepengurusannya diserahkan kepada Badan Wakaf.

"Kalau diserahkan ke pemda, statusnya akan beda," kata mantan Hakim Pengadilan Tinggi Agama Sumut itu.

Ketua IPHI Sumut Ahmad Husin mengatakan, keberadaan RS Haji Medan berbeda dengan RS Haji di provinsi lain yang dibangun berdasarkan dana dari pemerintah.

Disebabkan RS Haji Medan dibangun dari wakaf umat Islam, pengelolaan dan kebijakan yang diambil atas RS tersebut harus melibatkan MUI dan IPHI sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan.

Pihaknya cukup menyesalkan informasi yang sempat berkembang jika IPHI dan MUI Sumut setuju operasional RS Haji Medan diambil alih Pemprov Sumut.


"Ini bisa menjadi masalah di kemudian hari jika tetap diambil Pemprov Sumut. Supaya tidak sama-sama berdosa, kembalikanlah RS Haji kepada umat," katanya.


Menanggapi dinamika yang berkembang, anggota Komisi E DPRD Sumut HM Nezar Djoeli berharap perlunya mencari solusi atas keberadaan dan operasional RS Haji Medan.


Solusi tersebut bisa saja dilakukan dengan membentuk lembaga baru yang melibatkan Pemprov Sumut, MUI dan IPHI sebagai pihak-pihak yang disebutkan dalam akte pendirian Yayasan RS Haji Medan.


Penyelesaian itu sangat dibutuhkan karena adanya APBD yang dialokasikan untuk operasional RS Haji Medan. Pihaknya tidak mau penganggaran tersebut akan menjadi temuan, apalagi sampai masalah hukum.


"Apakah aparatur nonpemerintah bisa mengelola anggaran pemerintah? Sudah dua kali temuan BPK terkait RS Haji Mean," ujar politisi Partai Nasdem itu.


Anggota Komisi E DPRD Sumut yang juga Ketua Fraksi PKS DPRD Sumut Zulfikar menilai, polemik tentang keberadaan yayasan dan operasional RS Haji Medan itu bukan masalah sederhana yang dapat diselesaikan dengan satu atau dua kali pertemuan.


"Masalahnya cukup rumit, butuh penyelidikan yang lebih serius, perlu membentuk pansus," katanya. ***4***


(T.I023/B/A043/A043) 06-06-2017 14:53:12

Pewarta: Irwan Arfa

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2017