Medan, 16/4 (Antara) - Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sudah menerapkan tindakan pengamanan perdagangan atau "safeguard" terhadap 16 produk impor dari sejumlah negara.
"Tindakan tersebut untuk melindungi dan menyelamatkan produsen lokal dari persaingan tidak sehat seperti produk impor yang harganya lebih murah," kata anggota Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), Adji Mukti pada Sosialisasi Tindakan Pengamanan Perdagangan di Medan, Kamis (16/4).
Sebagian besar produk-produk yang dikenakan tindakan tersebut berasal dari Republik Rakyat Tiongkok, Vietnam dan sejumlah negara lainnya.
Adapun produk yang dikenai tindakan itu antara lain Dextrose Monohydrate, paku, kawat seng, tali kawat baja, kawat beronjong, bahan baku baja, terpal plastik, keramik "tableware" dan baja aluminium lapis seng.
Enam belas produk yang telah ditindak tersebut terbukti telah menyebabkan kerugian terhadap produsen dalam negeri akibat lonjakan volume impor yang sangat signifikan.
Dia menjelaskan, "safeguard" adalah instrumen yang dapat digunakan oleh setiap negara anggota World Trade Organization (WTO).
Tujuannya, untuk mengamankan produsen dalam negeri dari serbuan yang ditimbulkan oleh peningkatan volume impor.
WTO sendiri memperbolehkan anggotanya melakukan safeguards jika produsen di negara tersebut mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius.
Tindakan safeguards yang dikenakan antara lain pengenaan tarif tambahan dan pembatasan impor.
Menurut dia, angka itu juga menempatkan Indonesia sebagai negara anggota WTO terbesar kedua yang aktif mengenakan tindakan safeguards setelah India dengan 17 kasus.
Negara lainnya yang juga aktif menggunakan instrumen itu yakni Turki, Chili dan Yordania.
Bentuk dari pengenaan safeguards tersebut berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), pemangkasan kuota impor dan kombinasi antara keduanya.
Rata-rata, BMTP yang dikenakan antara 30 persen bahkan ada yang mencapai lebih dari 200 persen sehingga menyebabkan harga produk impor yang dikenai BMTP menjadi sangat mahal di pasar lokal.
Tindakan tersebut juga berlaku paling lama empat tahun dan dapat diperpanjang hingga delapan 8 tahun.
Khusus bagi negara-negara berkembang dikenakan maksimal 10 tahun.
"Perpanjangan tersebut hanya dapat diberikan apabila produsen dalam negeri yang bersangkutan belum sepenuhnya pulih dari kerugian,"katanya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Ivan Iskandar Batubara mengungkapkan, di era pasar bebas seperti sekarang, Indonesia tidak bisa lepas dari serbuan produk-produk impor.
Untuk itu, Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik agar tidak kalah bersaing.
Apalagi, katanya, banyak produk impor yang sejenis dengan barang produksi dalam negeri.
Menurut dia, pengusaha Sumut harus berperan aktif dalam menyampaikan laporan kepada KPPI mengenai situasi pasar terkini.
"Safeguard" menurut Ivan, terbukti jadi alat bagi pengusaha untuk menekan serbuan produk impor yang dilakukan dengan cara tidak sehat.***3***
(T.E016/B/A.J.S. Bie/A.J.S. Bie)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015
"Tindakan tersebut untuk melindungi dan menyelamatkan produsen lokal dari persaingan tidak sehat seperti produk impor yang harganya lebih murah," kata anggota Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), Adji Mukti pada Sosialisasi Tindakan Pengamanan Perdagangan di Medan, Kamis (16/4).
Sebagian besar produk-produk yang dikenakan tindakan tersebut berasal dari Republik Rakyat Tiongkok, Vietnam dan sejumlah negara lainnya.
Adapun produk yang dikenai tindakan itu antara lain Dextrose Monohydrate, paku, kawat seng, tali kawat baja, kawat beronjong, bahan baku baja, terpal plastik, keramik "tableware" dan baja aluminium lapis seng.
Enam belas produk yang telah ditindak tersebut terbukti telah menyebabkan kerugian terhadap produsen dalam negeri akibat lonjakan volume impor yang sangat signifikan.
Dia menjelaskan, "safeguard" adalah instrumen yang dapat digunakan oleh setiap negara anggota World Trade Organization (WTO).
Tujuannya, untuk mengamankan produsen dalam negeri dari serbuan yang ditimbulkan oleh peningkatan volume impor.
WTO sendiri memperbolehkan anggotanya melakukan safeguards jika produsen di negara tersebut mengalami kerugian serius atau ancaman kerugian serius.
Tindakan safeguards yang dikenakan antara lain pengenaan tarif tambahan dan pembatasan impor.
Menurut dia, angka itu juga menempatkan Indonesia sebagai negara anggota WTO terbesar kedua yang aktif mengenakan tindakan safeguards setelah India dengan 17 kasus.
Negara lainnya yang juga aktif menggunakan instrumen itu yakni Turki, Chili dan Yordania.
Bentuk dari pengenaan safeguards tersebut berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), pemangkasan kuota impor dan kombinasi antara keduanya.
Rata-rata, BMTP yang dikenakan antara 30 persen bahkan ada yang mencapai lebih dari 200 persen sehingga menyebabkan harga produk impor yang dikenai BMTP menjadi sangat mahal di pasar lokal.
Tindakan tersebut juga berlaku paling lama empat tahun dan dapat diperpanjang hingga delapan 8 tahun.
Khusus bagi negara-negara berkembang dikenakan maksimal 10 tahun.
"Perpanjangan tersebut hanya dapat diberikan apabila produsen dalam negeri yang bersangkutan belum sepenuhnya pulih dari kerugian,"katanya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Ivan Iskandar Batubara mengungkapkan, di era pasar bebas seperti sekarang, Indonesia tidak bisa lepas dari serbuan produk-produk impor.
Untuk itu, Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik agar tidak kalah bersaing.
Apalagi, katanya, banyak produk impor yang sejenis dengan barang produksi dalam negeri.
Menurut dia, pengusaha Sumut harus berperan aktif dalam menyampaikan laporan kepada KPPI mengenai situasi pasar terkini.
"Safeguard" menurut Ivan, terbukti jadi alat bagi pengusaha untuk menekan serbuan produk impor yang dilakukan dengan cara tidak sehat.***3***
(T.E016/B/A.J.S. Bie/A.J.S. Bie)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2015