Oleh Evalisa Siregar
Medan, 5/5 (Antara)- Pemerintah Indonesia dan pengusaha tertuduh praktik dumping biodiesel oleh Uni Eropa sepakat untuk mengajukan kasus tuduhan itu ke organisasi perdagangan dunia (WTO) melalui badan penangganan perkara (dispute settlement body/DSB).
"Sudah dibentuk panel DSB untuk mengadvokasi masalah tersebut ke WTO, pemerintah akan meminta konsultasi resmi ke DSB-WTO dalam penyelesaian masalah tuduhan dumping itu," kata Kasubdit Penanganan Tuduhan Dumping, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Markus Dwi Rochani MG di Medan, Senin.
Dia mengatakan itu disela acara Bimbingan Teknis Penanganan Kasus Dumping, Subsidi dan Safeguard (DSS) kepada pengusaha di Sumut.
Menurut Markus, pemerintah masih menunggu kasus tersebut disidangkan di WTO melalui panel DSB yang sedang dalam tahapan penelitian berkas yang diajukan.
Seperti diketahui, UE menuduh Indonesia melakukan praktik curang dalam memproduksi biodiesel dengan memberi subsidi dan dumping.
Dalam kasus subsidi itu, UE menuduh Pemerintah memberikan bantuan keuangan kepada pengusaha atau perusahaan sehingga harga biodiesel Indonesia lebih rendah.
Namun, kasus itu dicabut pada November tahun lalu setelah mendengar pembelaan Indonesia.
Namun setelah kasus subsidi selesai, UE kembali menuduh Indonesia melakukan praktik dumping karena menjual produk biodiesel di bawah harga normal.
Dampak dari tuduhan itu, UE menerapkan bea masuk antidumping terhadap produk biodiesel Indonesia. Empat perusahaan asal Sumut tercacat sebagai perusahaan yang kena sanksi itu dengan besaran yang bervariasi.
PT Musim Mas misalnya dikenai bea masuk sebesar 16,9 persen atau sebesar 141,32 Euro per ton disusul PT Pelita Agung Agraindustri sebesar 16,8 persen (145,14 Euro per ton), sedangkan dua anak perusahaan Wilmar Group yakni Wilmar Bioenergi Indonesia dan Wilmar Nabati Indonesia dikenai bea masuk sebesar 20 persen atau 174,92 per ton.
"Sejumlah perusahaan lainnya di Indonesia juga dikenai sanksi serupa dengan besaran bea masuk antara 8,8 persen-20,5 persen," katanya.
Markus menegaskan, sepanjang 1990 hingga 2013, pihaknya sudah menangani sedikitnya 250 kasus dari 28 negara mitra dagang Indonesia terhadap berbagai produk ekspor Indonesia dengan rincian tuduhan dumping sebanyak 189 kasus, tuduhan subsidi 19 kasus dan tindakan safeguards sebanyak 42 kasus.
Negara yang paling aktif melakukan tuduhan ke Indonesia adalah UE, India, Australia dan Amerika.
"Untuk tidak merugikan perusahaan, maka pengusaha diharapkan selalu waspada dan bersiap diri dalam menghadapi tuduhan atau kemungkinan tuduhan trade remedy maupun hambatan teknis perdagangan oleh negara mitra dagang," katanya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sumut, Ivan Iskandar Batubara, mengatakan, bantuan Pemerintah atas pengusaha khususnya dalam menghadapi tuduhan dumping dan sejenisnya memang sangat diharapkan.
"Mengingat negara lainnya juga sangat gencar dengan tuduhan dumping yang diduga juga tidak terlepas dari persaingan bisnis, maka dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Di sisi lain, pengusaha sendiri juga diharapkan cepat mengantisipasi tuduhan dengan berkoordinasi cepat dengan Pemerintah," katanya.
Hukuman atau hambatan teknis perdagangan yang dilakukan negara lain kalau dibiarkan akan merugikan perusahaan dan termasuk Pemerintah.***2***Budi Suyanto
(T.E016/B/B. Suyanto/B. Suyanto)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014
Medan, 5/5 (Antara)- Pemerintah Indonesia dan pengusaha tertuduh praktik dumping biodiesel oleh Uni Eropa sepakat untuk mengajukan kasus tuduhan itu ke organisasi perdagangan dunia (WTO) melalui badan penangganan perkara (dispute settlement body/DSB).
"Sudah dibentuk panel DSB untuk mengadvokasi masalah tersebut ke WTO, pemerintah akan meminta konsultasi resmi ke DSB-WTO dalam penyelesaian masalah tuduhan dumping itu," kata Kasubdit Penanganan Tuduhan Dumping, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Markus Dwi Rochani MG di Medan, Senin.
Dia mengatakan itu disela acara Bimbingan Teknis Penanganan Kasus Dumping, Subsidi dan Safeguard (DSS) kepada pengusaha di Sumut.
Menurut Markus, pemerintah masih menunggu kasus tersebut disidangkan di WTO melalui panel DSB yang sedang dalam tahapan penelitian berkas yang diajukan.
Seperti diketahui, UE menuduh Indonesia melakukan praktik curang dalam memproduksi biodiesel dengan memberi subsidi dan dumping.
Dalam kasus subsidi itu, UE menuduh Pemerintah memberikan bantuan keuangan kepada pengusaha atau perusahaan sehingga harga biodiesel Indonesia lebih rendah.
Namun, kasus itu dicabut pada November tahun lalu setelah mendengar pembelaan Indonesia.
Namun setelah kasus subsidi selesai, UE kembali menuduh Indonesia melakukan praktik dumping karena menjual produk biodiesel di bawah harga normal.
Dampak dari tuduhan itu, UE menerapkan bea masuk antidumping terhadap produk biodiesel Indonesia. Empat perusahaan asal Sumut tercacat sebagai perusahaan yang kena sanksi itu dengan besaran yang bervariasi.
PT Musim Mas misalnya dikenai bea masuk sebesar 16,9 persen atau sebesar 141,32 Euro per ton disusul PT Pelita Agung Agraindustri sebesar 16,8 persen (145,14 Euro per ton), sedangkan dua anak perusahaan Wilmar Group yakni Wilmar Bioenergi Indonesia dan Wilmar Nabati Indonesia dikenai bea masuk sebesar 20 persen atau 174,92 per ton.
"Sejumlah perusahaan lainnya di Indonesia juga dikenai sanksi serupa dengan besaran bea masuk antara 8,8 persen-20,5 persen," katanya.
Markus menegaskan, sepanjang 1990 hingga 2013, pihaknya sudah menangani sedikitnya 250 kasus dari 28 negara mitra dagang Indonesia terhadap berbagai produk ekspor Indonesia dengan rincian tuduhan dumping sebanyak 189 kasus, tuduhan subsidi 19 kasus dan tindakan safeguards sebanyak 42 kasus.
Negara yang paling aktif melakukan tuduhan ke Indonesia adalah UE, India, Australia dan Amerika.
"Untuk tidak merugikan perusahaan, maka pengusaha diharapkan selalu waspada dan bersiap diri dalam menghadapi tuduhan atau kemungkinan tuduhan trade remedy maupun hambatan teknis perdagangan oleh negara mitra dagang," katanya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Sumut, Ivan Iskandar Batubara, mengatakan, bantuan Pemerintah atas pengusaha khususnya dalam menghadapi tuduhan dumping dan sejenisnya memang sangat diharapkan.
"Mengingat negara lainnya juga sangat gencar dengan tuduhan dumping yang diduga juga tidak terlepas dari persaingan bisnis, maka dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Di sisi lain, pengusaha sendiri juga diharapkan cepat mengantisipasi tuduhan dengan berkoordinasi cepat dengan Pemerintah," katanya.
Hukuman atau hambatan teknis perdagangan yang dilakukan negara lain kalau dibiarkan akan merugikan perusahaan dan termasuk Pemerintah.***2***Budi Suyanto
(T.E016/B/B. Suyanto/B. Suyanto)
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014