Jakarta, 15/1 (Antara) - Ketua DPR Marzuki Alie mengatakan bahwa pihaknya telah menyurati Pemerintah Arab Saudi terkait penanganan terhadap para tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menjadi "overstayer" (pendatang melebihi jangka waktu tinggal) yang berada di tempat penampungan.

"Hasilnya, Pemerintah Arab Saudi telah menyediakan empat pesawat dan dari Indonesia disediakan dua pesawat untuk memulangkan para TKI 'overstayer' tersebut," kata Marzuki seperti dilansir situs resmi DPR RI di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, pemulangan para TKI di Arab Saudi merupakan tanggung jawab bersama baik pemerintah maupun DPR RI.

Sebelumnya, anggota Komisi IX DPR Rieke Dyah Pitaloka berharap agar DPR memberi dukungan dalam upaya memulangkan TKI yang meninggal dunia dan yang menjadi "overstayer" di Arab Saudi.

"Telah meninggal dunia Ibu Khodijah di tempat penampungan TKI Tahrir, Arab Saudi. Oleh karena itu kita minta bantuan DPR agar jenazah beliau dapat segera dipulangkan bersama para TKI yang masih berada di tempat penampungan," katanya.

Pada kesempatan lain, Ketua Bidang Organisasi dan Hukum Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani mengatakan, dalam setiap permasalahan terkait dengan penempatan dan perlindungan TKI sesungguhnya pemerintah harus bertanggung jawab sebagaimana amanat peraturan perundangan.

Dia menunjuk pasal 27 ayat 1 UU No. 39/2004 yang berbunyi "Pemerintah Indonesia tidak akan menempatkan TKI ke luar negeri bila negara penempatan belum mempunyai MOU dengan Negara Indonesia atau Negara penerima tidak mempunyai undang-undang perlindungan tenaga kerja asing".

Sementara sejak 2004, setelah terbitnya UU No. 39/2004, Indonesia melalui Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) yang telah mendapat ijin dari Menakertrans RI, untuk menempatkan TKI baik formal maupun informal ke Negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, Qatar, Yordan, Bahrain, dan Oman.

Bisa dikatakan bahwa negara-negara tersebut tidak mempunyai nota kesepemahan (MoU) dengan Indonesia untuk penempatan TKI.

"Siapa yang harus bertanggungjawab pada kondisi seperti ini? Dirjen yang bertanggungjawab secara teknis karena memberi ijin atau Menteri si pembuat kebijakan?" kata Yunus.

Selain itu, kata dia, Indonesia juga menempatkan TKI formal dan informal ke Asia Pasifik seperti Taiwan, Hongkong, Korea, Malaysia, Singapura dan Brunei Darusalam.

"Apakah negara-negara tersebut sudah mempunyai MoU dengan Indonesia? Bahkan Indonesia tidak pernah mengakui Taiwan sebagai sebuah Negara dan tidak mempunyai hubungan diplomatik tetapi terdapat ratusan ribu TKI di Taiwan. Bukankah ini juga pelanggaran terhadap pasal 27 ayat 1 UU No. 39/2004?," ujar Yunus. (Y012)

Pewarta: Yuni Arisandy

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2014