Jakarta, 12/10 (Antara) - Sekitar Jumat (11/10) siang, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap sengketa Pilkada Lebak yang menyeret adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan menjadi tersangka.
Orang nomor satu di Tatar Banten yang mengenakan jilbab hitam dan batik warna ungu serta celana hitam, hanya melemparkan senyuman saja sembari tidak memberikan komentar secuilpun kepada para wartawan yang telah menunggunya sejak pagi hari.
Demikian pula seusai pemeriksaan pada malam harinya, Ratu Atut kembali tidak memberikan komentar hanya mengucapkan kalimat, "terima kasih".
Nama Ratu Atut dalam sepekan terakhir ini, ramai diperbincangkan pasca penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar, sampai kesehariannya dipantau di saat dirinya "menghilang" dari aktivitas rutinnya. Bahkan KPK sudah mencegahnya berpergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 3 Oktober 2013.
Pasalnya KPK menyebut posisi Ratu Atut sebagai saksi penting atas kasus dugaan suap dari sang adik kandungnya itu.
Di saat, politisi Partai berlambang beringin itu terseret dalam pusaran kasus Akil Mochtar itu, menjadi kesempatan bagi para aktivis mahasiswa "menggelora"kan agar KPK mengusut dan menangkap Ratu Atut setelah melihat rekam jejak dugaan korupsi dan penyelewengan anggaran.
Kekesalan publik terhadap "madame" Ratu Atut itu tidak terlepas dari kekayaannya yang melimpah dan keluarganya sudah membentuk suatu "dinasti".
Dinasti itu dapat dilihat dari adiknya Haerul Zaman (Wali Kota Serang), dan Ratu Atut Chasanah (Wakil Bupati Serang).
Heryani, ibu tiri Atut terpilih (Wakil Bupati Pandeglang), istri Tubagus Chaeri Wardana yakni Airin Rachmi Diany (Wali Kota Tangerang Selatan). .
Sedangkan suami Atut, Hikmat Tomet, menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014. Tidak selesai di sana saja, selanjutnya anak Atut, Andika Hazrumy, tercatat sebagai anggota DPD RI, dan Rosi Khoerunnisa, saudara ipar Atut menjabat Wakil Ketua DPRD II Serang.
Belum selesai soal dinasti itu, soal kekayaannya menjadi sorotan dari publik setelah melihat koleksi 11 unit mobil mewah milik Wawan saat KPK menggeledah rumahnya yang berada di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan pada 2 Oktober 2013.
Kondisi demikian benar-benar timpang dengan keadaan rakyatnya sendiri. Tentunya kita belum lupa, foto siswa-siswi yang harus meniti jembatan gantung yang rusak di Lebak, Banten saat akan berangkat sekolah. Bahkan foto menggetirkan itu menjadi berita internasional.
Belum lagi dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Banten yang menyebutkan jumlah penduduk miskin di Banten pada Maret 2013 mencapai 656.243 orang (5,74 persen), meningkat 7.989 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 648.254 orang.
Selama periode September 2012-Maret 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 30.343 orang (dari 333.453 orang menjadi 363.796 orang), sementara di daerah perdesaan berkurang 22.354 orang (dari 314.801 orang menjadi 292.447 orang).
Ketimpangan demikian menjadi pusat perhatian banyak pihak terutama para penggiat anti korupsi hingga meminta KPK untuk mengusut kekayaan keluarga Ratu Atut yang merupakan penerus dari Trah Jawa Banten, Tubagus Chasan Sochib tersebut.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menguasai sedikitnya 175 proyek pengadaan barang/jasa Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pemerintah Provinsi Banten di provinsi tersebut.
"Secara keseluruhan pada Kementerian PU dan Pemprov Banten diduga perusahaan yang dikendalikan langsung oleh Atut cs dan jaringannya mendapat 175 proyek dengan total nilai kontrak Rp1,148 triliun.
`Itu baru dari Kementerian PU dan Pemprov Banten, belum kementerian/lembaga lain dan kabupaten/kota di Banten," kata Koordinator Divisi Monitoring Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas.
Firdaus mengatakan dari hasil penelurusan ICW, ada dua modus yang digunakan Atut untuk mendapatkan proyek pengadaan barang/jasa di Banten, yaitu melalui perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung atau perusahaan lain yang menjadi bagian kartel Atut.
Menurut Firdaus, perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung berhasil mendapatkan 52 proyek di Kementerian PU dan Pemprov Banten dengan total nilai kontrak Rp723,333 miliar.
Rinciannya, proyek Kementerian PU selama 2008-2013 setidaknya tercatat 33 proyek yang dimenangkan dengan total nilai kontrak Rp478,728 miliar dan proyek Pemprov Banten selama 2011-2013 setidaknya ada 19 proyek yang dimenangkan dengan total nilai kontrak Rp244,604 miliar.
"Selain melalui perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung, ternyata pada 2012 setidaknya 24 perusahaan yang diduga bagian dari kartel Atut mendapatkan 110 proyek Pemprov Banten dengan total nilai kontrak Rp346,287 miliar," tuturnya.
Sedangkan proyek di lingkungan Kementerian PU, selama 2011-2013 perusahaan kartel tersebut mendapatkan 13 proyek dengan total nilai Rp78,794 miliar.
"Itu menunjukkan gurita bisnis Atut menguasai proyek pengadaan barang/jasa yang ada di Banten. Rezim politik memang selalu identik dengan kekuasaan dan uang," katanya.
Kuasai hulu
Sementara itu, Juru Bicara Masyarakat Transparansi (Mata) Banten Oman Abdurrahman mengatakan keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menguasai Provinsi Banten dari hulu hingga hilir secara sistematis.
"Mulai dari perencanaan APBD hingga tender proyek pengadaan barang/jasa, keluarga Atut pasti berperan. Eksekutif, legislatif dan birokrasi dikuasai keluarga Atut," katanya.
Ia mengatakan sudah menjadi rahasia umum bahwa pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), terutama yang berperan dalam tender pengadaan barang/jasa, di Banten pasti diisi oleh orang-orang Atut.
Karena itu, Oman mengatakan tidak heran apabila orang-orang yang berseberangan dengan Atut di birokrasi pasti akan tersingkir atau dilokalisir menjadi staf ahli gubernur.
"Mungkin selama ini kita berpikir staf ahli adalah orang-orang pintar yang bertugas memberikan saran dan masukan kepada gubernur. Namun, jabatan staf ahli sebenarnya adalah tempat parkir untuk orang-orang buangan," tuturnya.
Karena menguasai perencanaan dan penggunaan APBD dari hulu ke hilir, Oman mengatakan tidak heran apabila perusahaan-perusahaan milik keluarga Atut atau yang menjadi bagian dari kartel Atut selalu memenangkan tender pengadaan barang/jasa.
Sementara itu, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzar mengatakan masyarakat Banten perlu mewaspadai munculnya dinasti lain yang berkuasa apabila dinasti Ratu Atut Chosiyah tumbang di provinsi tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013
Orang nomor satu di Tatar Banten yang mengenakan jilbab hitam dan batik warna ungu serta celana hitam, hanya melemparkan senyuman saja sembari tidak memberikan komentar secuilpun kepada para wartawan yang telah menunggunya sejak pagi hari.
Demikian pula seusai pemeriksaan pada malam harinya, Ratu Atut kembali tidak memberikan komentar hanya mengucapkan kalimat, "terima kasih".
Nama Ratu Atut dalam sepekan terakhir ini, ramai diperbincangkan pasca penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif Akil Mochtar, sampai kesehariannya dipantau di saat dirinya "menghilang" dari aktivitas rutinnya. Bahkan KPK sudah mencegahnya berpergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 3 Oktober 2013.
Pasalnya KPK menyebut posisi Ratu Atut sebagai saksi penting atas kasus dugaan suap dari sang adik kandungnya itu.
Di saat, politisi Partai berlambang beringin itu terseret dalam pusaran kasus Akil Mochtar itu, menjadi kesempatan bagi para aktivis mahasiswa "menggelora"kan agar KPK mengusut dan menangkap Ratu Atut setelah melihat rekam jejak dugaan korupsi dan penyelewengan anggaran.
Kekesalan publik terhadap "madame" Ratu Atut itu tidak terlepas dari kekayaannya yang melimpah dan keluarganya sudah membentuk suatu "dinasti".
Dinasti itu dapat dilihat dari adiknya Haerul Zaman (Wali Kota Serang), dan Ratu Atut Chasanah (Wakil Bupati Serang).
Heryani, ibu tiri Atut terpilih (Wakil Bupati Pandeglang), istri Tubagus Chaeri Wardana yakni Airin Rachmi Diany (Wali Kota Tangerang Selatan). .
Sedangkan suami Atut, Hikmat Tomet, menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014. Tidak selesai di sana saja, selanjutnya anak Atut, Andika Hazrumy, tercatat sebagai anggota DPD RI, dan Rosi Khoerunnisa, saudara ipar Atut menjabat Wakil Ketua DPRD II Serang.
Belum selesai soal dinasti itu, soal kekayaannya menjadi sorotan dari publik setelah melihat koleksi 11 unit mobil mewah milik Wawan saat KPK menggeledah rumahnya yang berada di Jalan Denpasar, Jakarta Selatan pada 2 Oktober 2013.
Kondisi demikian benar-benar timpang dengan keadaan rakyatnya sendiri. Tentunya kita belum lupa, foto siswa-siswi yang harus meniti jembatan gantung yang rusak di Lebak, Banten saat akan berangkat sekolah. Bahkan foto menggetirkan itu menjadi berita internasional.
Belum lagi dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) Banten yang menyebutkan jumlah penduduk miskin di Banten pada Maret 2013 mencapai 656.243 orang (5,74 persen), meningkat 7.989 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 648.254 orang.
Selama periode September 2012-Maret 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 30.343 orang (dari 333.453 orang menjadi 363.796 orang), sementara di daerah perdesaan berkurang 22.354 orang (dari 314.801 orang menjadi 292.447 orang).
Ketimpangan demikian menjadi pusat perhatian banyak pihak terutama para penggiat anti korupsi hingga meminta KPK untuk mengusut kekayaan keluarga Ratu Atut yang merupakan penerus dari Trah Jawa Banten, Tubagus Chasan Sochib tersebut.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menguasai sedikitnya 175 proyek pengadaan barang/jasa Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Pemerintah Provinsi Banten di provinsi tersebut.
"Secara keseluruhan pada Kementerian PU dan Pemprov Banten diduga perusahaan yang dikendalikan langsung oleh Atut cs dan jaringannya mendapat 175 proyek dengan total nilai kontrak Rp1,148 triliun.
`Itu baru dari Kementerian PU dan Pemprov Banten, belum kementerian/lembaga lain dan kabupaten/kota di Banten," kata Koordinator Divisi Monitoring Analisis Anggaran ICW Firdaus Ilyas.
Firdaus mengatakan dari hasil penelurusan ICW, ada dua modus yang digunakan Atut untuk mendapatkan proyek pengadaan barang/jasa di Banten, yaitu melalui perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung atau perusahaan lain yang menjadi bagian kartel Atut.
Menurut Firdaus, perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung berhasil mendapatkan 52 proyek di Kementerian PU dan Pemprov Banten dengan total nilai kontrak Rp723,333 miliar.
Rinciannya, proyek Kementerian PU selama 2008-2013 setidaknya tercatat 33 proyek yang dimenangkan dengan total nilai kontrak Rp478,728 miliar dan proyek Pemprov Banten selama 2011-2013 setidaknya ada 19 proyek yang dimenangkan dengan total nilai kontrak Rp244,604 miliar.
"Selain melalui perusahaan yang dikuasai keluarga Atut secara langsung, ternyata pada 2012 setidaknya 24 perusahaan yang diduga bagian dari kartel Atut mendapatkan 110 proyek Pemprov Banten dengan total nilai kontrak Rp346,287 miliar," tuturnya.
Sedangkan proyek di lingkungan Kementerian PU, selama 2011-2013 perusahaan kartel tersebut mendapatkan 13 proyek dengan total nilai Rp78,794 miliar.
"Itu menunjukkan gurita bisnis Atut menguasai proyek pengadaan barang/jasa yang ada di Banten. Rezim politik memang selalu identik dengan kekuasaan dan uang," katanya.
Kuasai hulu
Sementara itu, Juru Bicara Masyarakat Transparansi (Mata) Banten Oman Abdurrahman mengatakan keluarga Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menguasai Provinsi Banten dari hulu hingga hilir secara sistematis.
"Mulai dari perencanaan APBD hingga tender proyek pengadaan barang/jasa, keluarga Atut pasti berperan. Eksekutif, legislatif dan birokrasi dikuasai keluarga Atut," katanya.
Ia mengatakan sudah menjadi rahasia umum bahwa pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD), terutama yang berperan dalam tender pengadaan barang/jasa, di Banten pasti diisi oleh orang-orang Atut.
Karena itu, Oman mengatakan tidak heran apabila orang-orang yang berseberangan dengan Atut di birokrasi pasti akan tersingkir atau dilokalisir menjadi staf ahli gubernur.
"Mungkin selama ini kita berpikir staf ahli adalah orang-orang pintar yang bertugas memberikan saran dan masukan kepada gubernur. Namun, jabatan staf ahli sebenarnya adalah tempat parkir untuk orang-orang buangan," tuturnya.
Karena menguasai perencanaan dan penggunaan APBD dari hulu ke hilir, Oman mengatakan tidak heran apabila perusahaan-perusahaan milik keluarga Atut atau yang menjadi bagian dari kartel Atut selalu memenangkan tender pengadaan barang/jasa.
Sementara itu, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Dahnil Anzar mengatakan masyarakat Banten perlu mewaspadai munculnya dinasti lain yang berkuasa apabila dinasti Ratu Atut Chosiyah tumbang di provinsi tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013