Utang luar negeri RI capai 413,4 miliar dolar AS per Oktober 2020
Selasa, 15 Desember 2020 12:03 WIB 1622
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri Indonesia mencapai 413,4 miliar dolar AS pada akhir Oktober 2020 yang terdiri atas utang pemerintah dan bank sentral sebesar 202,6 miliar dolar AS dan swasta termasuk BUMN sebesar 210,8 miliar dolar AS.
"Utang luar negeri (ULN) Indonesia tumbuh melambat," demikian keterangan Departemen Komunikasi BI di Jakarta, Selasa.
BI mencatat secara tahunan (yoy) pertumbuhan ULN Indonesia menurun 0,5 persen menjadi 3,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,8 persen yang disebabkan perlambatan ULN pemerintah.
Baca juga: Jangan lengah di tengah euforia vaksin COVID-19
Pada Oktober 2020, ULN Pemerintah tercatat sebesar 199,8 miliar dolar AS atau tumbuh 0,3 persen (yoy), menurun dibandingkan September 2020 sebesar 1,6 persen (yoy).
Perlambatan itu dipengaruhi pembayaran pinjaman luar negeri Pemerintah di tengah kembalinya aliran masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) karena ketidakpastian pasar keuangan global menurun dan persepsi positif investor terhadap perbaikan ekonomi RI.
"ULN Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas termasuk untuk menangani pandemi COVID-19 dan pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," imbuh BI.
Belanja prioritas itu di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial mencapai 23,8 persen dari total ULN Pemerintah, sektor konstruksi (16,6 persen), jasa pendidikan (16,5 persen).
Kemudian, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,8 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,4 persen).
Sementara itu, ULN swasta pada akhir bulan Oktober 2020 tercatat 6,4 persen (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,1 persen (yoy).
Perkembangan ini didorong oleh meningkatnya pertumbuhan ULN lembaga keuangan sebesar 0,1 persen (yoy), setelah mencatat kontraksi 0,9 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) relatif stabil sebesar 8,3 persen (yoy).
Berdasarkan sektornya, ULN terbesar dengan pangsa mencapai 77,4 persen dari total ULN swasta bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan.
"Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," imbuh keterangan BI.
Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Oktober 2020 sebesar 38,8 persen, meningkat dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 38,1 persen.
Sementara itu, struktur ULN Indonesia yang tetap sehat tercermin dari besarnya pangsa ULN berjangka panjang yang mencapai 89,1 persen dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong PEN, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
"Utang luar negeri (ULN) Indonesia tumbuh melambat," demikian keterangan Departemen Komunikasi BI di Jakarta, Selasa.
BI mencatat secara tahunan (yoy) pertumbuhan ULN Indonesia menurun 0,5 persen menjadi 3,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 3,8 persen yang disebabkan perlambatan ULN pemerintah.
Baca juga: Jangan lengah di tengah euforia vaksin COVID-19
Pada Oktober 2020, ULN Pemerintah tercatat sebesar 199,8 miliar dolar AS atau tumbuh 0,3 persen (yoy), menurun dibandingkan September 2020 sebesar 1,6 persen (yoy).
Perlambatan itu dipengaruhi pembayaran pinjaman luar negeri Pemerintah di tengah kembalinya aliran masuk modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN) karena ketidakpastian pasar keuangan global menurun dan persepsi positif investor terhadap perbaikan ekonomi RI.
"ULN Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas termasuk untuk menangani pandemi COVID-19 dan pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)," imbuh BI.
Belanja prioritas itu di antaranya mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial mencapai 23,8 persen dari total ULN Pemerintah, sektor konstruksi (16,6 persen), jasa pendidikan (16,5 persen).
Kemudian, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,8 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,4 persen).
Sementara itu, ULN swasta pada akhir bulan Oktober 2020 tercatat 6,4 persen (yoy), sedikit lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,1 persen (yoy).
Perkembangan ini didorong oleh meningkatnya pertumbuhan ULN lembaga keuangan sebesar 0,1 persen (yoy), setelah mencatat kontraksi 0,9 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Sementara itu, pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) relatif stabil sebesar 8,3 persen (yoy).
Berdasarkan sektornya, ULN terbesar dengan pangsa mencapai 77,4 persen dari total ULN swasta bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan.
"Struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya," imbuh keterangan BI.
Rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Oktober 2020 sebesar 38,8 persen, meningkat dibandingkan dengan rasio pada bulan sebelumnya sebesar 38,1 persen.
Sementara itu, struktur ULN Indonesia yang tetap sehat tercermin dari besarnya pangsa ULN berjangka panjang yang mencapai 89,1 persen dari total ULN.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, BI dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong PEN, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.