Jakarta (ANTARA) - PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) mengoperasikan tiga kapal negara untuk melayani tiga rute tol laut tambahan sejak mendapatkan penugasan dari pemerintah pada Oktober 2019.
Ketiga kapal negara itu yakni KM Kendhaga Nusantara 11, KM Kendhaga Nusantara 5 dan KM Kendhaga Nusantara 9 yang sebelumnya dioperasikan perusahaan swasta.
“Kapal sudah diserahterimakan dari pihak swasta kepada Pelni sejak akhir Oktober lalu. Saat ini kapal baru memulai perjalanan kemaren (Selasa,19/11) KM Kendhaga Nusantara 5 melakukan pelayaran dari Saumlaki ke Surabaya dan akan sandar di Dermaga Jamrud, Tanjung Perak,” kata Kepala Kesekretariatan Perusahaan PT Pelni (Persero) Yahya Kuncoro dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.
KM Kendhaga Nusantara 11 akan menjalani Trayek T13/T14 dari Tanjung Perak-Tenau-Rote-Sabu-Lamakera-Tenau -Loweleba-Tabilota-Larantuka-Marapokot- Tenau.
Kemudian KM Kendhaga Nusantara 5 menjalani Trayek T-12 dengan rute Tanjung Perak-Kalabahi-Kisar-Moa-Tepa-Larat-Tanjung Perak dan KM Kendhaga 9 akan melayani trayek T-9 dengan rute Tanjung Perak-Orasbari-Wasior-Serui-Waren-Teba-Ambon-Tanjung Perak.
KM Kendhaga Nusantara 11 yang telah dilakukan serah terima pada 28 Oktober 2019 di Kupang, Nusa Tenggara Timur, direncanakan akan berangkat menuju Rote pada Rabu (20/11) dan KM Kendhaga Nusantara 9 yang diterima pada 30 Oktober akan melakukan sandar untuk memuat barang setelah KM Kendhaga Nusantara 5 berlayar.
Pada tahun 2016, pemerintah menyiapkan enam trayek tol laut yang dioperatori oleh Pelni. Sejak tahun 2017 program tol laut berkembang menjadi 17 trayek di mana BUMN itu melayani enam trayek, tujuh dijalani oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), PT Djakarta Lloyd (Persero) dan pelayaran swasta.
Hingga di tahun 2019, Pelni hanya mendapatkan tujuh rute penugasan termasuk rute-rute daerah Hub di wilayah Bitung, Tahuna dan Aceh.
Namun, pada September 2019, Pelni kembali menerima penugasan dari pemerintah sebanyak delapan trayek pada program tol laut. Tadinya trayek tersebut merupakan rute yang dilayani oleh pihak swasta.
Rute tersebut meliputi Trayek H-2 : Tg. Perak – Wanci – Namrole – Namlea – Obi; Trayek H-3 : Tg. Perak – Tenau – Saumlaki – Dobo; Trayek T-9 : Tg. Perak – Orensbari – Wasior – Serui – Waren – Teba – Ambon; Trayek T-12 : Tg. Perak – Kalabahi – Kisar – Moa – Tepa – Larat; Trayek T-13 : Tenau – Rote – Sabu – Lamakera; Trayek T-14 : Tenau – Lewoleba – Tabilota – larantuka – Marapokoy; Trayek T-15 : Tg. Perak – Makassar – Morotai – Surabaya; Trayek T-16 : Tg. Perak – Bima – Merauke.
“Dalam menjalankan penugasan program tol laut, Pelni tidaklah bergerak sendiri. Seiring perkembangan program ini, mulai pada tahun 2017, ada beberapa operator lain yang turut mengerjakan program tol laut baik itu BUMN maupun swasta,” imbuh Yahya.
Yahya menjelaskan, terkait masalah muatan balik kapal tol laut yang belum berjalan secara maksimal juga dialami oleh semua operator, tidak hanya Pelni.
Menurut dia, hal tersebut disebabkan karena daerah tujuan kapal tol laut bukanlah daerah maju ataupun daerah penghasil industri yang menjadi kebutuhan rutin.
“Hal yang mesti diingat adalah daerah tujuan kapal tol laut merupakan wilayah T3P (terpencil, terluar atau terdepan, tertinggal dan perbatasan) yang jumlah penduduknya sedikit, akses terhadap kebutuhan pokok terbatas, dan potensi muatan balik berupa ikan laut, hasil hutan dan perkebunan yang tidak terlalu banyak,” jelasnya.
Lebih lanjut, diungkapkan oleh Yahya bahwa beberapa potensi muatan balik, terkait hasil pertanian dan perkebunan memiliki masa panen, waktu tanam dan waktu panen yang rentangnya cukup jauh.
“Kurang bijak bila hanya kami yang dituduh belum berhasil dalam muatan balik, tapi seluruh kapal tol laut diinisasi Kemenhub terbelenggu dengan muatan balik. Tidak logis bila mengukur keberhasilan tol laut hanya dengan ukuran muatan balik sebagai keberhasilan tol laut. Sejatinya dengan sedikitnya penduduk yang dilayani dan keterbatasan infrastruktur di daerah tujuan tol laut, kinerja tol laut sulit diukur dengan volume barang yang diangkut, utamanya untuk muatan balik yang volumenya masih kecil,” terangnya.
Yahya menambahkan, kinerja tol laut tidak harus diukur dengan volume barang angkutan balik. Tol laut harus diukur dari sisi lain, diantaranya terpenuhinya kebutuhan pokok, pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi serta pemerataan kesejahteraan warga di seluruh negeri, termasuk di daerah terpencil, terluar atau terdepan, tertinggal dan perbatasan (T3P).
“Jadi mengukur kinerja tol laut bukan hanya sebatas berapa banyak muatan balik yang diangkut, tapi berapa jiwa dapat disejahterakan di pelosok Nusantara,” kata Yahya.