Medan (Antaranews Sumut) - Pembangkit Listrik Tenaga Air Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara dibangun tahan gempa mengadopsi praktik terbaik dari ketentuan nasional dan internasional terbaru yang berlaku.
"Seperti pedoman untuk desain dan pelaksanaan bendungan beton dan balai bendungan, serta International Commission on Large Dams (ICOLD)," kata Dr Ir Didiek Djarwadi, M.Eng, Tenaga Ahli PT NSHE untuk Desain Bendungan, Kegempaan dan Terowongan, di Medan, Rabu.
PLTA Batang Toru, menurut dia, telah memiliki kajian-kajian gempa yang dipersyaratkan termasuk geologi dan geofisika, serta "Seismic Hazard Assesment" dan "Seismic Hazard Analysis".
"Jika bendungan dibangun sesuai standar dipersyaratkan, maka bangunan tersebut akan tahan gempa," ujar Didiek.
Ia mencontohkan PLTA Singkarak di Sumatera Barat yang berjarak sekitar 2 km dari sesar aktif dan didesain untuk tahan gempa sesuai besaran potensi gempa di daerah tersebut. PLTA Singkarak tidak mengalami kerusakan saat terjadi gempa di Sumatera Barat pada 2009 dengan magnitude lebih besar dari prediksi.
PLTA Batang Toru sendiri berjarak 4,2 km dari sesar aktif dan sama halnya dengan PLTA Singkarak juga didesain untuk gempa.
Selain itu, desain PLTA Batang Toru tidak melibatkan ahli gempa dari negara lain karena Indonesia juga mempunyai ahli gempa.
"Jadi, Indonesia memiliki ahli gempa yang terkenal dan diakui dunia. Negara asing banyak belajar masalah gempa ke Indonesia," kata Didiek.
Sementara Senior Advisor PT NSHE, Dr Agus Djoko Ismanto Aji mengatakan pembangunan PLTA Batang Toru secara fundamental akan mempertahankan dan selalu ikut program kelestarian kawasan yang menghasilkan air sebagai bahan baku operasinya.
"Secara alami pembangunannya tetap mengedepankan pentingnya kelestarian keragaman hayati termasuk satwa di wilayaha Batang Toru," katanya.
PLTA Batang Toru, menurut dia, merupakan pembangkit energi terbarukan yang pembangunannya sudah melalui kajian-kajian mendalam sesuai persyaratan nasional dan internasional.
"Tidak hanya melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), kami juga telah melaksanakan kajian Environmental and Social Impact Assesment (ESIA) yang menjadikan PLTA Batang Toru pertama di Indonesia yang melaksanakan Equatorial Principle," ujar Agus.
Ia mengatakan, proyek memerlukan lingkungan yang mendukung sebagai penyimpan air secara alamiah. Dalam hal ini, PLTA Batang Toru menerapkan sistem run off river hydropower, sehingga tidak perlu menampung air dalam jumlah banyak. Namun, air akan tetap mengalir ke hilir selama 24 jam.
"Jadi aliran sungai tidak terganggu dengan adanya bendungan, karena air tetap akan dilepas," ucap dia.
Sedangkan Fitri Noor, MSc.For mengatakan pembangunan PLTA Batang Toru di areal penggunaan lain (APL), namun pihak PLTU Batang Toru tetap berperan aktif menjaga keragaman hayati termasuk orangutan. Dalam hal ini PLTA Batang Toru melakukan studi populasi orangutan dan satwa liar lainnya berkoordinasi dan dipandu oleh BKSDA Sumut serta Balai Litbang LHK.
"Sesuai arahan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah dibentuk tim monitoring untuk memastikan dampak pembangunan PLTA Batang Toru terhadap populasi orangutan dan satwa liar lainnya," kata Fitri.
PLTA Batang Toru dibangun tahan gempa
Rabu, 30 Januari 2019 23:46 WIB 2097