Sibolga (Antaranews Sumut)- Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia Sibolga senantiasa menekankan kepada stakeholder dan pemerintah daerah terkait pentingnya menjaga stabilitas harga.
Stabilitas harga yang tercermin pada harga barang dan jasa yang berfluktuasi, jika tidak dijaga akan semakin menggerus kesejahteraan masyarakat di tengah pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Sehingga perlu kerja sama antar daerah untuk yang memiliki karakteristik sama dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Inflasi harga pangan (Volatile Foods/VF) selama ini menghantui pencapaian inflasi wilayah kerja BI Sibolga.
Komoditas-komoditas pangan seperti cabai merah, bawang merah, bawang putih, ikan, daging, telur dan lainnya memang selama ini menjadi kontributor utama inflasi di Kota Sibolga dan Kota Padangsidimpuan sebagai kota IHK yang dipantau perkembangan inflasinya.
High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (HLM-TPID) KPw BI Sibolga yang dilaksanakan di Sibolga pada Januari 2018 kemarin tentunya tidak berhenti di situ saja.
Setelah komitmen bersama dalam pertemuan tersebut, BI Sibolga turun gunung mengunjungi seluruh wilayah kerja untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama yang dapat dilakukan dalam mencapai kestabilan inflasi.
Tapanuli Bagian Utara merupakan Zona 1 yang ditetapkan dalam HLM-TPID KPw BI Sibolga terdiri dari Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Humbang Hasundutan (Humbahas), Toba Samosir (Tobasa) dan Samosir.
Taput mendapat giliran kunjungan BI Sibolga. Diketahui, Taput adalah Kabupaten yang bertetangga dengan Kota Sibolga dan kerap menyuplai komoditas pangan ke Kota Sibolga.
Dengan adanya zonasi, penentuan wilayah berdasarkan karakteristik dan keunggulan diharapkan dapat juga meningkatkan kapasitas ekonomi wilayah bersangkutan.
Menurut Kepala KPw BI Sibolga Suti Masniari Nasution diskusi dengan Bupati Taput dan Kepala Daerah lainnya harus terus ditingkatkan dan bersinergi agar kemudian wilayah Tapanuli Raya dan Kepulauan Nias dapat lebih cepat perkembangannya.
Tidak hanya melalui forum TPID, pengembangan ekonomi melalui skema pengembangan UMKM juga diharapkan terus ditingkatkan.
“Melalui kerja sama skema pengembangan UMKM, BI Sibolga berharap dapat terus bersinergi mengembangkan komoditas-komoditas unggulan di Taput dan sekitarnya (Zona 1),” kata Suti Masniari Nasution.
Saat ini komoditas cabai merah merupakan komoditas andalan Taput, bahkan dapat dikatakan Taput adalah sentra produksi cabai merah yang banyak didatangi pedagang dari berbagai wilayah termasuk luar Provinsi Sumatera Utara.
Upaya peningkatan produksi cabai merah selama ini juga didukung oleh keberadaan Pasar Lelang Cabai Merah di Siborong-borong dan Tarutung.
Pasar Lelang dinilai cukup berhasil dalam meningkatkan antusias petani dalam memproduksi cabai merah karena selisih harga yang lebih tinggi.
“Di sisi lain, pasar lelang juga berdampak pada penyederhanaan mata rantai pasokan cabai merah, dari petani ke konsumen,” sebutnya.
Klaster Cabai Merah di Siborong-borong Taput selama ini juga berhasil meningkatkan kapasitas produksi dan nilai tambahnya.
Bantuan yang diberikan BI kepada Klaster Cabai Merah di Taput selama ini menjadi klaster unggulan yang dinilai cukup berhasil.
“Asistensi yang diberikan tidak hanya dengan alat kelengkapan pertanian dan pendukung produksi namun juga upaya konsisten peningkatan SDM petani yang berkelanjutan melalui pelatihan dan bantuan teknis,” ujarnya.
Klaster Cabai Merah Taput binaan BI Sibolga juga telah mampu menghasilkan produk turunan seperti saus cabai kemasan dan bubuk cabai.
Produk turunan yang dikembangkan diharapkan dapat menjadi alternatif ketika terjadi penurunan produksi karena musim dan lainnya.
Suti Masniari Nasution menambahkan, BI Sibolga berencana membuka peluang kerja sama skema pengembangan UMKM yang diarahkan untuk pengembangan komoditas unggulan lainnya yakni kemenyan dan andaliman.
“Kedua komoditas ini potensial karena produksinya cukup besar dan merupakan komoditas unggulan khas wilayah Tapanuli,” tuturnya.
Stabilitas harga yang tercermin pada harga barang dan jasa yang berfluktuasi, jika tidak dijaga akan semakin menggerus kesejahteraan masyarakat di tengah pertumbuhan ekonomi yang terjadi.
Sehingga perlu kerja sama antar daerah untuk yang memiliki karakteristik sama dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Inflasi harga pangan (Volatile Foods/VF) selama ini menghantui pencapaian inflasi wilayah kerja BI Sibolga.
Komoditas-komoditas pangan seperti cabai merah, bawang merah, bawang putih, ikan, daging, telur dan lainnya memang selama ini menjadi kontributor utama inflasi di Kota Sibolga dan Kota Padangsidimpuan sebagai kota IHK yang dipantau perkembangan inflasinya.
High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (HLM-TPID) KPw BI Sibolga yang dilaksanakan di Sibolga pada Januari 2018 kemarin tentunya tidak berhenti di situ saja.
Setelah komitmen bersama dalam pertemuan tersebut, BI Sibolga turun gunung mengunjungi seluruh wilayah kerja untuk meningkatkan koordinasi dan kerja sama yang dapat dilakukan dalam mencapai kestabilan inflasi.
Tapanuli Bagian Utara merupakan Zona 1 yang ditetapkan dalam HLM-TPID KPw BI Sibolga terdiri dari Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Humbang Hasundutan (Humbahas), Toba Samosir (Tobasa) dan Samosir.
Taput mendapat giliran kunjungan BI Sibolga. Diketahui, Taput adalah Kabupaten yang bertetangga dengan Kota Sibolga dan kerap menyuplai komoditas pangan ke Kota Sibolga.
Dengan adanya zonasi, penentuan wilayah berdasarkan karakteristik dan keunggulan diharapkan dapat juga meningkatkan kapasitas ekonomi wilayah bersangkutan.
Menurut Kepala KPw BI Sibolga Suti Masniari Nasution diskusi dengan Bupati Taput dan Kepala Daerah lainnya harus terus ditingkatkan dan bersinergi agar kemudian wilayah Tapanuli Raya dan Kepulauan Nias dapat lebih cepat perkembangannya.
Tidak hanya melalui forum TPID, pengembangan ekonomi melalui skema pengembangan UMKM juga diharapkan terus ditingkatkan.
“Melalui kerja sama skema pengembangan UMKM, BI Sibolga berharap dapat terus bersinergi mengembangkan komoditas-komoditas unggulan di Taput dan sekitarnya (Zona 1),” kata Suti Masniari Nasution.
Saat ini komoditas cabai merah merupakan komoditas andalan Taput, bahkan dapat dikatakan Taput adalah sentra produksi cabai merah yang banyak didatangi pedagang dari berbagai wilayah termasuk luar Provinsi Sumatera Utara.
Upaya peningkatan produksi cabai merah selama ini juga didukung oleh keberadaan Pasar Lelang Cabai Merah di Siborong-borong dan Tarutung.
Pasar Lelang dinilai cukup berhasil dalam meningkatkan antusias petani dalam memproduksi cabai merah karena selisih harga yang lebih tinggi.
“Di sisi lain, pasar lelang juga berdampak pada penyederhanaan mata rantai pasokan cabai merah, dari petani ke konsumen,” sebutnya.
Klaster Cabai Merah di Siborong-borong Taput selama ini juga berhasil meningkatkan kapasitas produksi dan nilai tambahnya.
Bantuan yang diberikan BI kepada Klaster Cabai Merah di Taput selama ini menjadi klaster unggulan yang dinilai cukup berhasil.
“Asistensi yang diberikan tidak hanya dengan alat kelengkapan pertanian dan pendukung produksi namun juga upaya konsisten peningkatan SDM petani yang berkelanjutan melalui pelatihan dan bantuan teknis,” ujarnya.
Klaster Cabai Merah Taput binaan BI Sibolga juga telah mampu menghasilkan produk turunan seperti saus cabai kemasan dan bubuk cabai.
Produk turunan yang dikembangkan diharapkan dapat menjadi alternatif ketika terjadi penurunan produksi karena musim dan lainnya.
Suti Masniari Nasution menambahkan, BI Sibolga berencana membuka peluang kerja sama skema pengembangan UMKM yang diarahkan untuk pengembangan komoditas unggulan lainnya yakni kemenyan dan andaliman.
“Kedua komoditas ini potensial karena produksinya cukup besar dan merupakan komoditas unggulan khas wilayah Tapanuli,” tuturnya.