Balige, 22/6 (Antara) - Ketua Dewan kesenian daerah Toba Samosir (Tobasa), Sahala Simanjuntak menilai, gapura pintu masuk batas Kabupaten Simalungun dan Tapanuli Utara ke wilayah tersebut dinilai tidak melambangkan nilai-nilai kearifan lokal yang mencirikan budaya Batak.
"Gapura di Kecamatan Lumbanjulu yang berbatasan dengan Kabupaten Simalungun dan di Kecamatan Tampahan perbatasan ke Tapanuli Utara itu, jelas tidak melambangkan nilai-nilai kearifan lokal dan bangunannya juga tidak berwawasan lingkungan," katanya di Balige, Minggu.
Sahala, yang juga arsitek bangunan itu menyebutkan, sebagai gerbang pintu masuk kabupaten, gapura itu mestinya menjadi simbol atau perlambang identitas masyarakat setempat.
Jika melintasinya, tercerminkan nilai folisofi budaya "Tampakna do rantosna, Rim ni tahi do gogona" yang berarti kebersaman dimaknai kekuatan.
Kenyataan, kata dia, para pelintas tidak terpengaruh atas tampilan gapura pada kedua perbatasan di daerah tersebut.
Saat orang melintasi gapura, mestinya pikiran akan terfokus dengan suasana daerah yang melekat bersama budaya adatnya, dan secara otomatis akan memberi cerminan nilai tentang suasana hidup dan kehidupan di daerah bersangkutan.
Seharusnya, kata Sahala, thema yang mencerminkan kebersaman kekuatan itulah yang di tampilkan pada bangunan gapura. Bukan kekerasan beton yang senantiasa dapat dirubuhkan.
"Jika diperhatikan secara cermat, architraf atau ornamen yang melintang, nuansa melayu terlihat sangat kental sekali," ujarnya.
Menurutnya, dalam merancang bangunan gapura perlu melibatkan masyarakat sehingga karakter gapura sesuai harapan dan cita-cita bersama, yakni "hagabeon, hasangapon, hamoraon", bermakna kebahagiaan, kehormatan dan kekayaan.
Ia mengaku heran dengan ketidakpahaman para pemangku kepentingan di Tobasa, yang berpotensi mengakibatkan timulnya berbagai penyimpangan dari nilai seni seni budaya itu sendiri.
Dicontohkannya, hingga saat ini, Dewan kesenian daerah setempat tidak dilibatkan dalam merancang kegiatan festival danau Toba pada 17-21 September 2014 sekaitan dengan aspek kesenian. Padahal, menurutnya kesenian adalah salah satu faktor utama pendukung Pariwisata.
Memang, kata dia, bersama Kepala dinas Pariwisata setempat mereka pernah mendiskusikan thema yang akan diusung kabupaten Tobasa sebagai tuan rumah penyelenggara dengan ikon "Ulos" yang menjadi perekat suku bangsa batak, dan merupakan bahagian dari bangsa Indonesia.
"Tanpa diskusi matang lebih lanjut, dikhawatirkan munculnya kelemahan-kelemahan seperti pembangunan gapura yang kurang mencerminkan nilai-nilai budaya itu," ujar Sahala.
(KR-HIN)
Gapura Tobasa Dinilai Tidak Cerminkan Kearifan Lokal
Minggu, 22 Juni 2014 16:18 WIB 2825