Jakarta, 10/1 (Antara) - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan dirinya mengetahui alamat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga tidak perlu dijemput paksa memenuhi panggilan tersebut.
"Rasanya tidak perlu dijemput dengan Brimob bersenjata, Alhamdulillah saya tahu alamat KPK di Rasunda Said," kata Anas dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Dalam konferensi pers yang juga disiarkan langsung di salah satu stasiun televisi swasta itu, Anas juga mengatakan tidak akan melarikan diri.
"Mau lari kemana, saya sudah tersangka kan pada 22 Februari 2012. Besoknya paspor saya sudah diambil petugas imigrasi di rumah," katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi akan melakukan upaya paksa terhadap Anas Urbaningrum bila tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah terkait pembangunan pusat olahraga Hambalang dan proyek lainnya itu tidak datang pada Jumat (10/1).
"Kami akan menggunakan upaya sesuai prosedur hukum yang ada di KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yaitu memaksa terpanggil untuk hadir," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis.
Tersangka kasus korupsi Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang dan proyek-proyek lainnya itu rencananya kembali dilakukan pemanggilan pada Jumat (10/1).
Anas sudah dua kali tidak memenuhi surat panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka, yaitu pada 31 Juli 2013 dan 7 Januari 2014.
"Kami mengharapkan agar siapapun yang dipanggil secara pro justisia akan memenuhinya. Termasuk juga AU (Anas Urbaningrum) yang besok dijadwalkan untuk hadir sesuai pemanggilan KPK," tambah Bambang.
Namun Bambang tidak menjelaskan apakah bila Anas datang ke KPK akan langsung ditahan pada "Jumat Keramat" itu.
Anas ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b. Kemudian pasal 11 UU no 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU no 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi. Ancaman pidananya berupa penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.
Anas mendapat Rp2,21 miliar untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.
Uang itu diserahkan kepada Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain membayar hotel dan membeli "Blackberry" beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung dirinya, dan juga jamuan dan entertain. ***1***Budi Suyanto
(T.A062/B/B. Suyanto/C/B. Suyanto)