Medan,31/3 (Antara)- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai Surat Keputusan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) 14 Februari 2013 tentang Pembaruan Pedoman Suku Premi dan Zona Banjir Atas Asuransi Risiko Banjir melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 .

"KPPU telah selesai melakukan pengawasan atas dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat berupa kesepakatan harga dalam penentuan premi asuransi risiko banjir oleh AAUI," kata Komisioner KPPU Syarkawi Rauf dalam keterangan yang diperoleh di Medan, Minggu.

Dalam pengawasan tersebut, KPPU mendapatkan fakta SK AAUI yaitu SK Nomor 02/AAUI/2013 tanggal 14 Februari 2013 tentang Pembaharuan Pedoman Suku Premi dan Zona Banjir Atas Asuransi Risiko Banjir (SK 02) yang berlaku efektif 14 Maret 2013 bertentangan dengan UU.

UU dimaksud UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

SK yang menggantikan SK Nomor 505/AAUI/2005 (SK 505) di mana penyusunannya dibantu oleh PT Asuransi MAIPRAK Indonesia yang diperuntukkan untuk asuransi properti ini diatur beberapa perubahan yaitu antara lain tentang zona (risiko banjir).

Dalam SK 505, zona banjir dibagi tiga berdasarkan kawasan yaitu kawasan industri, konvensional dan domestik.

Dewasa ini zona dibedakan berdasarkan tingkat risiko yaitu pertama, zona low atau daerah yang tidak pernah kebanjiran atau pernah banjir dengan ketinggian 30 cm, tarif preminya 0,045 persen dari nilai pertanggungan.

Sedangkan zona kedua yakni moderat (menengah) yaitu daerah yang pernah banjir dengan kedalaman 30-60 cm, besaran preminya 0,170 dan ketiga zona tinggi yakni kawasan yang pernah banjir dengan ketinggian di atas 60 cm dengan tarif premi sebesar 0,52 persen.

Dalam ketentuan itu, zona ini tidak saja berlaku di Jakarta namun juga di luar Jakarta.

Secara umum, kisaran tarif premi seebsar 0,045 - 0,5 persen dari nilai pertanggungan itu lebih tinggi dari SK 505 yang hanya 0,015 -0,07 persen.

Di samping itu, dalam SK 02 itu ada juga diatur tarif tambahan "loading rate" di mana untuk bangunan berkonstruksi kelas I dan memiliki basement dikenakan loading rate yang ditentukan penilai.

"KPPU melihat bahwa penetapan harga antara pelaku usaha tentang harga jual produk barang atau jasa yang dijualnya adalah bagian dari kartel penetapan harga yang dilarang berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5/1999," katanya.

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

"SK 02 adalah bagian dari kesepakatan pelaku usaha dalam asosiasi yang berpotensi melanggar larangan pasal 5 UU N0mor 5 tahun 1999 ini karena itu KPPU meminta AAUI untuk membatalkannya karena ada potensi kartel dari penetapan premi itu," katanya.

Apalagi, KPU melihat besarannya preminya bertambah mahal.

"KPPU telah meminta asosiasi untuk membatalkan pelaksanaan SK 02 ini dan KPPU akan mengawasi pelaksanaan itu," katanya.

Sebagai bagian dari pengawasan, sebut dia, KPPU juga segera memanggil Ketua Umum AAUI untuk meminta laporan tentang pelaksanaan perintah tersebut.

Wakil Ketua KPPU, Saidah Sakwan menambahkan,
industri jasa asuransi termasuk penetapan tarif premi risiko banjir ini seharusnya tidak dilakukan oleh pelaku usaha melainkan harus diatur dan ditetapkan oleh regulator asuransi dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Untuk itu KPPU juga akan mengirimkan saran pertimbangan kebijakan kepada OJK untuk menyusun regulasi terkait tarif premi asuransi banjir.***3*** (T.E016/B/A. Salim/A. Salim) 31-03-2013 18:27:59

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013