Langkat, Sumatera Utara, 19/2 (Antara) - Warga Desa Sukarakyat, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat menumbuhkan sebanyak 10 ribu bibit cokelat untuk ditanam di lahan restorasi Taman Nasional Gunung Leutser (TNGL).

"Ini merupakan bentuk rehabilitasi kawasan Gunung Leuser. Tapi, hasilnya juga dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat sekitar yang masuk dalam anggota," kata Ketua Kelompok Kakao Jaya Suparlan di Langkat, Sumatra Utara, Selasa.

Suparlan menyebutkan ada sekitar 30 hektar lahan konservasi yang harus ditanami.

Dia menjelaskan penanaman bibit tersebut dimulai sejak Oktober 2012 dengan menyebar sebanyak 13 ribu bibit.

"Dari 13 ribu bibit yang tumbuh 10 ribu, sekitar tiga ribuan yang kurang baik tumbuhnya," katanya.

Menurut dia, kakao cocok dengan iklim dan kondisi ekonomi daerah sekitar. Namun, dia juga tidak menampik jika nantinya akan menanam bibit yang lain, seperti karet.

"Tapi, kalau karet itu butuh tenaga yang besar. Sementara ini, kakao dulu saja sampai berhasil nanti kami buktikan ke warga lain hingga tertarik," katanya. Dia menjelaskan bibit sebagian didapat dari mem beli tapi ada juga yang di dapat dari masyarakat.

Dia menyebutkan dominasi tumbuhan di daerah tersebut, yakni 30 persen kakao, 30 karet, 30 sawit dan 10 persen palawija.

Suparlan mengatakan warga desa juga mulai menggunakan pestisida organik (nabati), seperti buah pinang, brotowali, sereh yang memiliki citarasa pahit dan bau yang cukup menyengat untuk mengusir hama, meski ada keuntungan dan kerugiannya.

"Sejak pakai pestisida organik, daun kakao memang lebih tipis dan dimakan ulat. Untuk pupuk, tanahnya masih bisa dipakai untuk penanaman berikutnya. Tapi, kalau yang pakai pupuk kimia, tanah di Daerah Aliran Sungai (DAS) ikut terkikis," katanya.

Dia menyebutkan harga jual cokelat hasil perkebunan tersebut bisa mencapai Rp16 ribu- Rp 17 ribu per kilogram. Pembibitan tersebut merupakan bentuk upaya pemberdayaan masyarakat melalui Sekolah Lapangan (SL) yang diinisiasi Yayasan Orangutan Sumatra Lestari -Pusat Informasi Orangutan YOSL- OIC dalam kapasitasnya sebagai Oversight Comittee Technical Meeting (OCTM) USAID untuk Tropical Forest Conservation Action (TFCA) Sumatera.

Suparlan menyebutkan satu kelompok kerja terdiri dari 30 orang dan disambut antusias oleh warga desa sekitar.

Kepala Dusun Sukarakyat Boimin mengaku bangga dengan pencapaian warganya tersebut yang bisa menghidupkan ekonomi dan melestarikan lingkungan.

"Saya bangga karena selama ini kita 'buta' belum ada bantuan apa-apa dari pemerintah dan merasa tertolong. Ekonomi warga semakin mapan," katanya. Dia juga mengatakan tidak berharap banyak dari pemerintah, bahkan akan mencari solusi dengan upaya sendiri.

Hal sama juga dikatakan Salamah (44) warga Desa Sukarakyat yang mengaku mendapat banyak manfaat dari SL tersebut.

"Kami merasa beruntung karena diajak, diberi ilmu bagaimana menanam kakao dan merawatnya untuk kebaikan kami juga," katanya.

Namun, dia berharap ada bantuan dari pihak-pihak baik dalam maupun luar negeri agar pemberdayaan lebih maju dan bisa dicontoh warga desa lainnya.

***4*** Zita Meirina

(T.J010/B/Z. Meirina/C/Z. Meirina) 19-02-2013 21:27:18

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2013