Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan Mukmin Mulyadi (50), mantan anggota DPRD Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, sehingga ia tetap divonis 15 tahun penjara atas kasus narkoba jenis ekstasi sebanyak 2.000 butir.
“Benar, permohonan kasasi terdakwa ditolak MA. Terdakwa tetap divonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu bulan penjara,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut Maria Br Tarigan ketika dihubungi dari Medan, Senin (21/10).
Maria menjelaskan, bahwa penolakan permohonan kasasi ini memperkuat putusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan, yang sebelumnya mengubah vonis Pengadilan Negeri (PN) Medan.
“Awalnya, PN Medan menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara, namun PT Medan mengubah dan memperberat hukuman terdakwa menjadi 15 tahun,” jelasnya.
Sebelumnya, kata Maria, vonis diberikan PN Medan lebih ringan dari tuntutan, meminta agar terdakwa dihukum dengan pidana 17 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun penjara.
Mengingat vonis tujuh tahun dianggap terlalu ringan, pihaknya kemudian mengajukan upaya hukum banding ke PT Medan.
“Karena vonis tujuh tahun penjara jauh lebih ringan dari tuntutan 17 tahun penjara, kami mengajukan banding, dan terdakwa divonis 15 tahun penjara di tingkat banding,” jelas Maria.
Namun, terdakwa Mukmin Mulyadi tidak menerima vonis 15 tahun yang dijatuhi oleh PT Medan dan mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung pada Senin (1/4).
“Dalam amar putusannya, MA menolak permohonan kasasi dan menguatkan putusan PT Medan,” ujar dia.
Maria menegaskan bahwa terdakwa Mukmin Mulyadi terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hingga kini, pihaknya belum melakukan eksekusi terhadap terdakwa, karena belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung.
“Salinan putusan kasasi belum kita terima melalui PN Medan. Setelah salinan putusan diterima, kita segera melakukan eksekusi terhadap terdakwa, ” jelasnya.
Sebelumnya JPU Maria dalam surat dakwaan menyebutkan, kasus bermula pada 15 Oktober 2020, ketika Ahmad Dhairobi alias Robi (berkas terpisah), dihubungi oleh calon pembeli yang menanyakan tentang ketersediaan narkotika.
Robi kemudian berkomunikasi dengan terdakwa Mukmin Mulyadi untuk mendapatkan narkotika tersebut.
Dalam pertemuan yang dilakukan di sebuah gudang, terdakwa Mukmin Mulyadi berkomunikasi dengan Gimin Simatupang (berkas terpisah), untuk mempersiapkan transaksi.
Setelah mendapatkan narkoba jenis ekstasi itu, Robi dan calon pembeli sepakat untuk bertemu di lokasi yang telah ditentukan.
Di tempat tersebut, kata JPU, setelah menerima barang dari terdakwa Mukmin Mulyadi, calon pembeli ternyata merupakan petugas kepolisian dari Polda Sumut yang menyamar sebagai pembeli.
Mengetahui hal itu, terdakwa Mukmin Mulyadi dan Gimin melarikan diri dari petugas Polda Sumut, namun Gimin berhasil ditangkap di tempat kejadian.
“Kemudian dari hasil pengembangan, pada 17 April 2023 petugas menangkap terdakwa Mukmin Mulyadi. Dalam kasus ini, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa 2.000 butir pil ekstasi,” ujar Maria Br Tarigan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
“Benar, permohonan kasasi terdakwa ditolak MA. Terdakwa tetap divonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu bulan penjara,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumut Maria Br Tarigan ketika dihubungi dari Medan, Senin (21/10).
Maria menjelaskan, bahwa penolakan permohonan kasasi ini memperkuat putusan Pengadilan Tinggi (PT) Medan, yang sebelumnya mengubah vonis Pengadilan Negeri (PN) Medan.
“Awalnya, PN Medan menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara, namun PT Medan mengubah dan memperberat hukuman terdakwa menjadi 15 tahun,” jelasnya.
Sebelumnya, kata Maria, vonis diberikan PN Medan lebih ringan dari tuntutan, meminta agar terdakwa dihukum dengan pidana 17 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider satu tahun penjara.
Mengingat vonis tujuh tahun dianggap terlalu ringan, pihaknya kemudian mengajukan upaya hukum banding ke PT Medan.
“Karena vonis tujuh tahun penjara jauh lebih ringan dari tuntutan 17 tahun penjara, kami mengajukan banding, dan terdakwa divonis 15 tahun penjara di tingkat banding,” jelas Maria.
Namun, terdakwa Mukmin Mulyadi tidak menerima vonis 15 tahun yang dijatuhi oleh PT Medan dan mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung pada Senin (1/4).
“Dalam amar putusannya, MA menolak permohonan kasasi dan menguatkan putusan PT Medan,” ujar dia.
Maria menegaskan bahwa terdakwa Mukmin Mulyadi terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hingga kini, pihaknya belum melakukan eksekusi terhadap terdakwa, karena belum menerima salinan putusan Mahkamah Agung.
“Salinan putusan kasasi belum kita terima melalui PN Medan. Setelah salinan putusan diterima, kita segera melakukan eksekusi terhadap terdakwa, ” jelasnya.
Sebelumnya JPU Maria dalam surat dakwaan menyebutkan, kasus bermula pada 15 Oktober 2020, ketika Ahmad Dhairobi alias Robi (berkas terpisah), dihubungi oleh calon pembeli yang menanyakan tentang ketersediaan narkotika.
Robi kemudian berkomunikasi dengan terdakwa Mukmin Mulyadi untuk mendapatkan narkotika tersebut.
Dalam pertemuan yang dilakukan di sebuah gudang, terdakwa Mukmin Mulyadi berkomunikasi dengan Gimin Simatupang (berkas terpisah), untuk mempersiapkan transaksi.
Setelah mendapatkan narkoba jenis ekstasi itu, Robi dan calon pembeli sepakat untuk bertemu di lokasi yang telah ditentukan.
Di tempat tersebut, kata JPU, setelah menerima barang dari terdakwa Mukmin Mulyadi, calon pembeli ternyata merupakan petugas kepolisian dari Polda Sumut yang menyamar sebagai pembeli.
Mengetahui hal itu, terdakwa Mukmin Mulyadi dan Gimin melarikan diri dari petugas Polda Sumut, namun Gimin berhasil ditangkap di tempat kejadian.
“Kemudian dari hasil pengembangan, pada 17 April 2023 petugas menangkap terdakwa Mukmin Mulyadi. Dalam kasus ini, petugas berhasil mengamankan barang bukti berupa 2.000 butir pil ekstasi,” ujar Maria Br Tarigan.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024