Ekonom dari Universitas Islam Sumatera Utara Gunawan Benjamin mengatakan, harga dan stok menjadi kunci keberhasilan jika Perum Bulog mengeluarkan kebijakan untuk memproduksi kembali beras saset.
"Yang penting harganya mampu bersaing dengan beras lainnya. Ketersediaannya juga bisa sampai di kedai atau toko kecil di dekat rumah masyarakat," ujar Gunawan di Medan, Minggu.
Gunawan yang juga Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumut itu melanjutkan, masyarakat Indonesia biasanya membeli beras eceran dengan ukuran minimal satu kilogram.
Artinya, kata Gunawan, kalau harga beras saset tidak lebih murah dari itu, maka nantinya cenderung tidak diminati.
"Namun, kalau harganya lebih murah, beras saset tersebut berpeluang bisa menggantikan beras eceran di tengah masyarakat," kata Gunawan.
Menurut dia, jika harganya sesuai kantong masyarakat, maka beras saset dapat menjadi alternatif ideal di tengah tingginya harga beras.
Akan tetapi, Gunawan berharap agar Bulog tidak mengurangi kualitas beras saset tersebut.
Bagi dia, beras saset seharusnya memiliki kualitas setara beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang sampai saat ini terus didistribusikan Bulog untuk menekan harga beras.
"Sejauh ini beras Bulog kualitasnya medium ke atas. Saya berharap yang saset ini juga sama," tutur Gunawan.
Sebelumnya, Pemimpin Wilayah Perum Bulog Kanwil Sumut Arif Mandu juga mengatakan bahwa beras saset bisa menjadi alternatif di tengah tingginya harga beras seperti saat ini lantaran harganya lebih murah.
Oleh karena itu, Arif merasa wajar jika Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso memiliki gagasan untuk menggulirkan kembali kebijakan beras saset tersebut.
Beras saset ini sebelumnya pernah diproduksi oleh Perum Bulog pada tahun 2018, beberapa bulan setelah Budi Waseso dilantik sebagai direktur utama Perum Bulog.
Beras tersebut dikemas dalam bungkus plastik seberat 200 gram. Pada mulanya, beras tersebut dijual dengan harga Rp2.500 per saset.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023