Dokter spesialis kedokteran jiwa di Rumah Sakit Universitas Indonesia dr Petrin Redayani Lukman, Sp.KJ (K), M.PDKed menuturkan gejala depresi pada remaja bukan hanya perasaan sedih, tetapi juga sering dengan keluhan fisik.
"Biasanya gejala depresi itu variasi pada remaja lebih ke bukan hanya perasaan sedih, tetapi malah sering ada keluhan fisik, sakit kepala misalnya, sakit perut," ujar dia dalam acara "Bicara Sehat Hari Kesehatan Jiwa: Cegah Stunting dan Depresi untuk Capai Remaja Sehat Hakiki" yang digelar secara hybrid, Selasa.
Menurut Petrin, gejala lain yang bisa dirasakan remaja yakni kecemasan, rasa takut, fobia sosial, takut berpisah dengan orangtua, cepat marah dan tantrum saat suasana hati buruk.
"Remaja lebih cederung irritable, enggak enak perasaanya, mau marah saja. Itu berarti kita perlu waspada apakah anak atau murid sudah menunjukkan gejala depresi," kata dia.
Selain itu, remaja yang depresi dapat saja menarik diri dari pergaulan, menyalahgunakan alkohol atau zat adiktif, penurunan minat, sulit tidur dan, kurang percaya diri.
Depresi merupakan perasaan sedih yang berkelanjutan dan kehilangan minat untuk beraktivitas. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi penyebab utama kesakitan dan disabilitas di seluruh dunia, dan 1 dari 7 atau 14 persen anak usia 10 - 19 tahun di dunia ini mengalami depresi.
Sementara itu di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 1 dari 10 kelompok usia 15 - 24 tahun mengalami gangguan emosional, salah satunya depresi.
Menurut Petrin, remaja dengan gejala depresi perlu mendapatkan evaluasi lebih lanjut oleh tenaga kesehatan, salah satunya psikoterapi. Di sisi lain, orangtua akan diberikan psikoedukasi tentang depresi remaja.
"Biasanya dokter akan menilai self esteem-nya seperti apa, apa yang menjadi stressor dia, bagaimana faktor risiko, itu akan kami coba diskusikan sehingga akhirnya si anak bisa mendapatkan jalan keluar dari permasalahannya," jelas dia.
Pasien depresi juga bisa diberikan obat-obat antidepresan supaya suasana hatinya lebih baik dan perasaan sedihnya terangkat.
"Bisa curhat, diskusi, psikoterapi dengan dokter. Kalau diterapi, biasanya kondisi depresinya akan membaik atau remisi dalam waktu satu hingga dua tahun dalam proses terapi," kata dia.
Petrin mengingatkan, depresi yang tidak ditatalaksana dengan tepat dapat menyebabkan gangguan emosional, sosial dan akademis, meningkatkan risiko penyalahgunaan zat adiktif, meningkatkan risiko perilaku agresi dan kekerasan serta bunuh diri. Selain itu, depresi pada anak dan remaja dapat menetap hingga dewasa.
Dia lalu merujuk data, sebanyak 60 persen anak dan remaja dengan depresi pernah memiliki ide bunuh diri dan 30 persen telah melakukan percobaan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gejala depresi remaja bukan hanya perasaan sedih
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
"Biasanya gejala depresi itu variasi pada remaja lebih ke bukan hanya perasaan sedih, tetapi malah sering ada keluhan fisik, sakit kepala misalnya, sakit perut," ujar dia dalam acara "Bicara Sehat Hari Kesehatan Jiwa: Cegah Stunting dan Depresi untuk Capai Remaja Sehat Hakiki" yang digelar secara hybrid, Selasa.
Menurut Petrin, gejala lain yang bisa dirasakan remaja yakni kecemasan, rasa takut, fobia sosial, takut berpisah dengan orangtua, cepat marah dan tantrum saat suasana hati buruk.
"Remaja lebih cederung irritable, enggak enak perasaanya, mau marah saja. Itu berarti kita perlu waspada apakah anak atau murid sudah menunjukkan gejala depresi," kata dia.
Selain itu, remaja yang depresi dapat saja menarik diri dari pergaulan, menyalahgunakan alkohol atau zat adiktif, penurunan minat, sulit tidur dan, kurang percaya diri.
Depresi merupakan perasaan sedih yang berkelanjutan dan kehilangan minat untuk beraktivitas. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi penyebab utama kesakitan dan disabilitas di seluruh dunia, dan 1 dari 7 atau 14 persen anak usia 10 - 19 tahun di dunia ini mengalami depresi.
Sementara itu di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa 1 dari 10 kelompok usia 15 - 24 tahun mengalami gangguan emosional, salah satunya depresi.
Menurut Petrin, remaja dengan gejala depresi perlu mendapatkan evaluasi lebih lanjut oleh tenaga kesehatan, salah satunya psikoterapi. Di sisi lain, orangtua akan diberikan psikoedukasi tentang depresi remaja.
"Biasanya dokter akan menilai self esteem-nya seperti apa, apa yang menjadi stressor dia, bagaimana faktor risiko, itu akan kami coba diskusikan sehingga akhirnya si anak bisa mendapatkan jalan keluar dari permasalahannya," jelas dia.
Pasien depresi juga bisa diberikan obat-obat antidepresan supaya suasana hatinya lebih baik dan perasaan sedihnya terangkat.
"Bisa curhat, diskusi, psikoterapi dengan dokter. Kalau diterapi, biasanya kondisi depresinya akan membaik atau remisi dalam waktu satu hingga dua tahun dalam proses terapi," kata dia.
Petrin mengingatkan, depresi yang tidak ditatalaksana dengan tepat dapat menyebabkan gangguan emosional, sosial dan akademis, meningkatkan risiko penyalahgunaan zat adiktif, meningkatkan risiko perilaku agresi dan kekerasan serta bunuh diri. Selain itu, depresi pada anak dan remaja dapat menetap hingga dewasa.
Dia lalu merujuk data, sebanyak 60 persen anak dan remaja dengan depresi pernah memiliki ide bunuh diri dan 30 persen telah melakukan percobaan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gejala depresi remaja bukan hanya perasaan sedih
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023