Perjalanan kuliner Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture di Medan, yang berawal dari Pasar Petisah, Minggu (25/6), dibuka dengan suasana hangat.
Dua koki asal Qatar Hassan Abdullah Al Ibrahim dan Noof Al Marri, yang menjadi duta negaranya untuk program kebudayaan itu, menampakkan wajah ramah kepada orang-orang yang ditemui, termasuk pengemudi becak, dan pedagang.
Di tengah-tengah masyarakat Medan, sebagaimana disaksikan ANTARA, keduanya menanggalkan status sebagai koki terkenal di Qatar.
Hassan, bahkan sempat membawa becak mesin dan berfoto dengan warga.
Hassan, yang dikenal dengan julukan "The Captain Chef" karena dia berprofesi pula sebagai kapten pilot di sebuah maskapai ternama dunia, adalah koki penjelajah yang sudah mencicipi makanan di 175 kota dunia. Bukan cuma itu, Hassan mempunyai setidak-tidaknya tiga restoran di Qatar.
Sementara Noof merupakan "chef" ternama Qatar yang ahli membuat sajian lokal Timur Tengah. Dia juga pengusaha kuliner dan memiliki restoran "Desert Rose Cafe" di Doha.
Ibarat sebuah novel, Hassan dan Noof berhasil membuat sebuah prolog yang menarik dalam kunjungannya ke Medan.
Pasar Petisah, di mana mereka melihat-lihat, ditambah membeli bumbu-bumbu masakan, rempah, sayur-mayur, dan buah-buahan, menjadi langkah pertama di kota itu.
Dari sana, sampai Senin (26/6), Hassan dan Noof merangkai cerita kuliner mereka di Medan. Sebuah kisah yang, menurut mereka, membekas dan sulit dilupakan.
Persahabatan
Bagi Hassan dan Noof, Medan merupakan kota yang unik. Di ibu kota Provinsi Sumatera Utara itu, mereka menyaksikan kentalnya perpaduan budaya antaretnis.
Beragamnya suku di Kota Medan tidak lepas dari sejarah panjang perkebunan di wilayah tersebut. Bisnis itu menyedot para pendatang yang pada akhirnya memilih untuk tinggal.
Maka tidak heran kita bisa menemukan banyak etnis di Medan, seperti Melayu, Batak, Tionghoa, Jawa, Aceh, Sunda, India, Arab, dan lain-lain.
Keterbukaan masyarakat Medan dengan perbedaan membuat semua orang yang datang ke kota itu merasa diterima. Hal inilah yang dirasakan pula oleh Noof dan Hassan.
Dengan sambutan yang tulus di setiap tempat yang mereka kunjungi, Noof dan Hassan tidak merasa sebagai orang asing.
Kenyamanan itu membuat mereka sangat antusias melaksanakan berbagai kegiatan di Medan pada 25-26 Juni 2023.
Pada Senin (26/6), misalnya, Noof yang mengisi lokakarya masak di SMKN 14 Medan akrab berkomunikasi dengan puluhan murid yang tidak segan melontarkan pertanyaan.
Di sela-sela mengolah makanan khas Qatar, Sago, dia pun memberikan motivasi kepada mereka agar jangan menyerah untuk mewujudkan mimpi di bidang kuliner.
"Masak apa saja yang kalian suka. Jangan dengar komentar-komentar negatif di luar sana," tutur Noof, yang setelah acara meladeni permintaan berfoto oleh para siswa dan guru dengan senang hati.
Seusai Noof beraktivitas di sekolah, pada hari yang sama, giliran Hassan datang ke rumah keluarga Nainggolan untuk menyantap masakan Batak.
Ketika tiba, Hassan langsung mendapatkan ulos dari tuan rumah sebagai penanda bahwa dirinya diterima di keluarga sebagai teman baik, yang membuat dirinya tersanjung.
Hassan pun diperkenalkan dengan masakan Batak, yaitu arsik ikan mas, ikan mas na niura (dimasak tanpa api), gulai ayam, susu kerbau (dali ni horbo) dan kue lappet.
Bukan cuma diajarkan bagaimana memasaknya, Hassan juga diberi tahu makna dari makanan tersebut di kebudayaan Batak.
Tertarik dengan makanan-makanan tersebut, Hassan memiliki ide untuk mencampurnya dengan masakan Qatar bernama "Qatari gee", yang diolahnya langsung di lokasi serupa.
Qatari Gee merupakan olahan berbentuk cairan bening berwarna kecokelatan yang dengan bahan-bahan seperti biji-bijian, mentega, kurma dan safron.
Ketika sudah matang, Hassan mencampurkannya ke susu kerbau dan gulai ayam yang tersedia. Dia mempersilakan yang hadir untuk mencicipinya.
Perwakilan keluarga Nainggolan yang juga pemerhati kuliner Batak, Toga Nainggolan mengaku rasanya enak. Bahkan dia mengusulkan kemungkinan memberi nama masakan itu sebagai "Batak-Qatar food". Ide itu disambut Hassan dengan tawa.
Atmosfer keakraban kemudian berlanjut ketika Hassan makan bersama dengan keluarga Nainggolan. Tradisi itu biasa dilakukan oleh masyarakat etnis Batak saat mereka tengah berkumpul dengan sanak famili.
Setelah santap malam itu selesai, wajah Hassan semringah. Nasi dan lauk di piringnya nyaris habis tanpa sisa.
Qatar-Indonesia
Pengalaman kuliner di Medan itu sulit dilupakan Hassan. Bagi dia, makanan bukan cuma soal rasa, tetapi juga tentang cerita dan cinta saat penyajiannya.
"Saya senang bagaimana kami makan bersama, mengobrol dan semua menyambut saya," tutur Hassan kepada ANTARA.
Berikutnya, Hassan berjanji akan mencoba untuk membuat beberapa kuliner Medan, termasuk masakan Batak, di Qatar.
Dia sudah membeli bumbu-bumbu dan rempah yang diperlukan dari Pasar Petisah, sehari sebelumnya.
Dari kunjungannya ke Medan, setelah sebelumnya ke Papua, Hassan berharap hubungan Qatar dan Indonesia semakin erat, tidak cuma di sektor kuliner.
Kebudayaan Indonesia memiliki beberapa kesamaan dengan Qatar dan itu akan membantu tumbuhnya rasa persaudaraan kedua negara.
Menurut dia, Qatar dan Indonesia perlu berkolaborasi lebih banyak, bukan hanya kuliner, misalnya di sektor bisnis dan lain-lain, agar masyarakat kedua negara dapat saling "menyentuh" serta menambah wawasan.
Apa yang disampaikan Hassan sejalan dengan pemikiran Koordinator Program untuk Iftar dan Culinary Journey Qatar-Indonesia dan salah satu pendiri Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) Santhi Serad.
Santhi menegaskan, makanan adalah bahasa persahabatan yang dapat dimengerti, dijalani oleh setiap insan. Inilah yang sejatinya menjadi inti dari perjalan kuliner "Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture" ke tiga wilayah Indonesia, yakni Papua pada 19-24 Juni 2023, Medan (24-26 Juni 2023) dan Bali (27 Juni-2 Juli 2023).
Makanan itu bahasa persahabatan yang menyatukan kita semua.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Aroma persahabatan Qatar-Indonesia menyeruak di Medan
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023
Dua koki asal Qatar Hassan Abdullah Al Ibrahim dan Noof Al Marri, yang menjadi duta negaranya untuk program kebudayaan itu, menampakkan wajah ramah kepada orang-orang yang ditemui, termasuk pengemudi becak, dan pedagang.
Di tengah-tengah masyarakat Medan, sebagaimana disaksikan ANTARA, keduanya menanggalkan status sebagai koki terkenal di Qatar.
Hassan, bahkan sempat membawa becak mesin dan berfoto dengan warga.
Hassan, yang dikenal dengan julukan "The Captain Chef" karena dia berprofesi pula sebagai kapten pilot di sebuah maskapai ternama dunia, adalah koki penjelajah yang sudah mencicipi makanan di 175 kota dunia. Bukan cuma itu, Hassan mempunyai setidak-tidaknya tiga restoran di Qatar.
Sementara Noof merupakan "chef" ternama Qatar yang ahli membuat sajian lokal Timur Tengah. Dia juga pengusaha kuliner dan memiliki restoran "Desert Rose Cafe" di Doha.
Ibarat sebuah novel, Hassan dan Noof berhasil membuat sebuah prolog yang menarik dalam kunjungannya ke Medan.
Pasar Petisah, di mana mereka melihat-lihat, ditambah membeli bumbu-bumbu masakan, rempah, sayur-mayur, dan buah-buahan, menjadi langkah pertama di kota itu.
Dari sana, sampai Senin (26/6), Hassan dan Noof merangkai cerita kuliner mereka di Medan. Sebuah kisah yang, menurut mereka, membekas dan sulit dilupakan.
Persahabatan
Bagi Hassan dan Noof, Medan merupakan kota yang unik. Di ibu kota Provinsi Sumatera Utara itu, mereka menyaksikan kentalnya perpaduan budaya antaretnis.
Beragamnya suku di Kota Medan tidak lepas dari sejarah panjang perkebunan di wilayah tersebut. Bisnis itu menyedot para pendatang yang pada akhirnya memilih untuk tinggal.
Maka tidak heran kita bisa menemukan banyak etnis di Medan, seperti Melayu, Batak, Tionghoa, Jawa, Aceh, Sunda, India, Arab, dan lain-lain.
Keterbukaan masyarakat Medan dengan perbedaan membuat semua orang yang datang ke kota itu merasa diterima. Hal inilah yang dirasakan pula oleh Noof dan Hassan.
Dengan sambutan yang tulus di setiap tempat yang mereka kunjungi, Noof dan Hassan tidak merasa sebagai orang asing.
Kenyamanan itu membuat mereka sangat antusias melaksanakan berbagai kegiatan di Medan pada 25-26 Juni 2023.
Pada Senin (26/6), misalnya, Noof yang mengisi lokakarya masak di SMKN 14 Medan akrab berkomunikasi dengan puluhan murid yang tidak segan melontarkan pertanyaan.
Di sela-sela mengolah makanan khas Qatar, Sago, dia pun memberikan motivasi kepada mereka agar jangan menyerah untuk mewujudkan mimpi di bidang kuliner.
"Masak apa saja yang kalian suka. Jangan dengar komentar-komentar negatif di luar sana," tutur Noof, yang setelah acara meladeni permintaan berfoto oleh para siswa dan guru dengan senang hati.
Seusai Noof beraktivitas di sekolah, pada hari yang sama, giliran Hassan datang ke rumah keluarga Nainggolan untuk menyantap masakan Batak.
Ketika tiba, Hassan langsung mendapatkan ulos dari tuan rumah sebagai penanda bahwa dirinya diterima di keluarga sebagai teman baik, yang membuat dirinya tersanjung.
Hassan pun diperkenalkan dengan masakan Batak, yaitu arsik ikan mas, ikan mas na niura (dimasak tanpa api), gulai ayam, susu kerbau (dali ni horbo) dan kue lappet.
Bukan cuma diajarkan bagaimana memasaknya, Hassan juga diberi tahu makna dari makanan tersebut di kebudayaan Batak.
Tertarik dengan makanan-makanan tersebut, Hassan memiliki ide untuk mencampurnya dengan masakan Qatar bernama "Qatari gee", yang diolahnya langsung di lokasi serupa.
Qatari Gee merupakan olahan berbentuk cairan bening berwarna kecokelatan yang dengan bahan-bahan seperti biji-bijian, mentega, kurma dan safron.
Ketika sudah matang, Hassan mencampurkannya ke susu kerbau dan gulai ayam yang tersedia. Dia mempersilakan yang hadir untuk mencicipinya.
Perwakilan keluarga Nainggolan yang juga pemerhati kuliner Batak, Toga Nainggolan mengaku rasanya enak. Bahkan dia mengusulkan kemungkinan memberi nama masakan itu sebagai "Batak-Qatar food". Ide itu disambut Hassan dengan tawa.
Atmosfer keakraban kemudian berlanjut ketika Hassan makan bersama dengan keluarga Nainggolan. Tradisi itu biasa dilakukan oleh masyarakat etnis Batak saat mereka tengah berkumpul dengan sanak famili.
Setelah santap malam itu selesai, wajah Hassan semringah. Nasi dan lauk di piringnya nyaris habis tanpa sisa.
Qatar-Indonesia
Pengalaman kuliner di Medan itu sulit dilupakan Hassan. Bagi dia, makanan bukan cuma soal rasa, tetapi juga tentang cerita dan cinta saat penyajiannya.
"Saya senang bagaimana kami makan bersama, mengobrol dan semua menyambut saya," tutur Hassan kepada ANTARA.
Berikutnya, Hassan berjanji akan mencoba untuk membuat beberapa kuliner Medan, termasuk masakan Batak, di Qatar.
Dia sudah membeli bumbu-bumbu dan rempah yang diperlukan dari Pasar Petisah, sehari sebelumnya.
Dari kunjungannya ke Medan, setelah sebelumnya ke Papua, Hassan berharap hubungan Qatar dan Indonesia semakin erat, tidak cuma di sektor kuliner.
Kebudayaan Indonesia memiliki beberapa kesamaan dengan Qatar dan itu akan membantu tumbuhnya rasa persaudaraan kedua negara.
Menurut dia, Qatar dan Indonesia perlu berkolaborasi lebih banyak, bukan hanya kuliner, misalnya di sektor bisnis dan lain-lain, agar masyarakat kedua negara dapat saling "menyentuh" serta menambah wawasan.
Apa yang disampaikan Hassan sejalan dengan pemikiran Koordinator Program untuk Iftar dan Culinary Journey Qatar-Indonesia dan salah satu pendiri Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) Santhi Serad.
Santhi menegaskan, makanan adalah bahasa persahabatan yang dapat dimengerti, dijalani oleh setiap insan. Inilah yang sejatinya menjadi inti dari perjalan kuliner "Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture" ke tiga wilayah Indonesia, yakni Papua pada 19-24 Juni 2023, Medan (24-26 Juni 2023) dan Bali (27 Juni-2 Juli 2023).
Makanan itu bahasa persahabatan yang menyatukan kita semua.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Aroma persahabatan Qatar-Indonesia menyeruak di Medan
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023