Pemprov Sumut - Konservasi Indonesia bersiap mengembangkan kawasan konservasi perairan di provinsi itu untuk mengoptimalkan potensi perikanan yang masih cukup besar. 

"Kerja sama pengelolaan laut yang berkelanjutan itu sangat penting," ujar Sekda Provinsi Sumut, Arief Sudarto Trinugroho, di Medan, Kamis. 

Diwakili Staf Ahli Gubernur Sumut Bidang Ekonomi, Keuangan, Pembangunan, Aset, dan Sumber Daya Alam, Harianto Butar Butar, ia mengatakan itu pada Peluncuran Program Pengelolaan Laut Berkelanjutan di Sumut. 

Program Pengelolaan Bentang Laut Berkelanjutan di perairan Sumut itu, salah satunya pada Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Sawo Lahewa di Kabupaten Nias Utara.

Program itu direncanakan akan berjalan selama tiga tahun berkolaborasi bersama para pihak untuk dapat menyeimbangkan perlindungan ekosistem laut dengan produksi ekonomi dari kekayaan laut. 

Kegiatan ini juga didukung oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) melalui inisiatif Blue Carbon Accelerator Fund (BCAF).

Harianto Butar Butar mengatakan, kerja sama pengelolaan laut berkelanjutan itu sangat penting dalam mendukung ekonomi biru di Sumut. 

"Potensi kelautan dan perikanan yang ada diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan ekonomi biru di Sumut," katanya. 

Program itu diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan mitigasi, adaptasi, dan ketahanan iklim di Indonesia, khususnya di Sumut. 

Menurut dia, Indonesia sebagai penghasil perikanan terbesar di dunia memiliki estimasi potensi sumber daya perikanan sebesar 10,5 juta ton setiap tahunnya. Angka tersebut berkontribusi hingga 27 miliar dolar AS terhadap pendapatan negara.
Namun, ekosistem laut Indonesia hingga kini masih dibayang-bayangi berbagai ancaman kerusakan. Dengan kondisi tersebut, program kolaborasi itu berupaya untuk menyeimbangkan perlindungan ekosistem laut serta produksi ekonomi yang berasal dari kekayaan laut secara berkelanjutan di area seluas 29.230,85 hektare di KKP Sawo Lahewa. 

Inisiatif itu juga sebagai bentuk dukungan atas target Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam memperluas kawasan konservasi hingga 30 persen dari luas perairan Indonesia pada tahun 2045. 

Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumut, M Riza Kurnia Lubis, mengatakan, potensi kelautan dan perikanan Sumut sangat besar, namun masih diperlukan pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan agar bermanfaat untuk masyarakat.

Beberapa potensi kelautan dan perikanan Sumut terdiri atas potensi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. 

Produksi perikanan tangkap pada 2022 sebesar 449.571,70 ton dan perikanan budidaya 217.945,50 ton.

Dalam paparan tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Sumut ia mengakui, program konservasi di Sumut saat ini sedang sedikit terganggu setelah dihapuskannya dana dekonstrasi untuk konservasi. 

"Karena dulunya dinyatakan ada dana dekonstrasi, maka Pemprov Sumut hanya menyediakan dana pendamping," katanya. 

Oleh karena anggaran terbatas, maka luasan konservasi di Sumut dikurangi. "Jadi memang sangat diperlukan dukungan seperti dari Konservasi Indonesia," katanya. 

Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Badan Perencanaan Penelitian, dan Pengembangan (Bappelitbang) Sumut, Tarsudi, menilai meski wilayah Sumut didominasi perairan, namun selama ini lebih banyak mengembangkan wilayah daratan.

Padahal, potensi ekosistem perairan, mulai dari mangrove, terumbu karang, dan lamun menjadi penyumbang terbesar dalam penyerapan karbon.
Melalui BCAF, Pemprov Sumut dan Konservasi Indonesia berharap program itu dapat membantu pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 35,55 juta ton di tahun 2023.

Direktur Sundaland Konservasi Indonesia, Teuku Youvan, mengatakan program pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Sumut merupakan salah satu kegiatan yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Sumut dengan Konservasi Indonesia pada Juni 2022.

Kegiatan itu juga masuk ke dalam bidang kerja perikanan dan kelautan Konservasi Indonesia di wilayah Sumut. 

"Bersama pemerintah, Konservasi Indonesia berkomitmen membantu terbentuknya lembaga pengelola kawasan konservasi perairan di Sumut dan memfasilitasi penyusunan rencana pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Sawo Lahewa," katanya. 

Untuk mewujudkan hal ini, ujar dia, perlu disusun zonasi yang tepat berdasarkan aturan yang berlaku dan kajian ilmiah yang didukung oleh masyarakat setempat. 

Diharapkan kajian konservasi perairan yang terbentuk akan memiliki pengelolaan yang baik dan memberikan kontribusinya pada kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. 

Melalui kegiatan itu, Konservasi Indonesia juga akan membantu pemerintah dan masyarakat dalam melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove di Sawo Lahewa.

"Sejumlah kajian dan pelatihan untuk peningkatan ekonomi masyarakat pesisir rencananya akan dilakukan untuk dapat mendukung pembangunan ekonomi biru, " katanya. 

Dia menegaskan, setelah program BCAF selesai, rencananya Konservasi Indonesia akan mengidentifikasi mekanisme pendanaan inovatif yang dapat mendukung keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi perairan tersebut. 

Ke depannya, Konservasi Indonesia juga akan berpartisipasi mendukung Pemprov Sumut dalam pengelolaan beberapa kawasan konservasi yang belum ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Implementasi program di KKP Sawo Lahewa yang berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572 juga akan mendukung proyek nasional Konservasi Alam dan Perikanan Lestari (KAIL), yang secara internasional dikenal dengan inisiatif Blue Halo S yang merupakan program perlindungan sumberdaya laut dan produksi perikanan untuk mencapai keberlanjutan pengelolaan kelautan di Indonesia dan diluncurkan pada acara Ocean 20 (020) dalam G20 di Bali tahun 2022.

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023