Islam sebagai agama yang memuat ajaran yang bersifat universal dan komprehensif (kaffah). Universal memiliki arti bahwa ajaran Islam dapat diterima oleh seluruh manusia atau masyarakat, baik nilai keadilan, musyawarah, dan amanah. Sedangkan komprehensif berarti bahwa ajaran Islam mencakup seluruh dimensi kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, budaya, maupun aspek-aspek lain.

Pada dasarnya, Islam mempunyai tiga unsur utama, yaitu akidah, akhlak, dan syariah. Adapun syariah memiliki dua aspek dasar, yaitu ibadah dan muamalah.

Ibadah merupakan suatu aktivitas yang berkaitan dengan penghambaan diri kepada Allah, sedangkan muamalah adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan interaksi antarsesama manusia termasuk untuk memenuhi kebutuhan hidup, salah satunya aktivitas ekonomi.

Begitu banyak firman Allah SWT yang mengatur manusia tentang bagaimana cara melaksanakan aktivitas ekonomi dengan baik, yang pada intinya adalah untuk mendapatkan keridhoan-Nya.

Penelitian ini membahas mengenai keuangan publik dalam konsep Islam, khususnya kebijakan fiskal. Secara umum, jika berbicara tentang keuangan publik dalam Islam maka secara tidak langsung berbicara mengenai bagaimana sebuah negara mengelola keuangan, baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran dengan cara yang baik sesuai dengan pedoman syariat Islam.

Selain itu, juga berbicara mengenai kepentingan masyarakat secara menyeluruh. Dengan adanya masyarakat tentu tidak terlepas dari peranan pemerintah dan masyarakat yang bersinergi untuk mengatur sistem kehidupan. Untuk itu, dibutuhkan suatu prinsip yang menjadi pedoman atas pelaksanaan keuangan publik berdasarkan nilai-nilai Islam.

Prinsip yang dilaksanakan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh suatu pemerintahan yang Islami sebagaimana yang menjadi tujuan dalam agama Islam, yaitu untuk mencapai falah. 

Negara merupakan otoritas tertinggi dalam merumuskan suatu kebijakan. Kebijakan pemerintah yang kerap kali bersinggungan langsung dan mempengaruhi iklim aktivitas masyarakat adalah kebijakan di bidang ekonomi.

Salah satu kebijakan penting yang berada di dalam otoritas pemerintah adalah kebijakan fiskal, dimana negara berperan dalam mengatur kegiatan ekonomi agar tetap terjaga stabilitas keuangan, yang secara tidak langsung berhubungan dengan kesejahteraan rakyat, sehingga dapat membantu untuk mengatasi persoalan fundamental yang kompleks.

Di dalam catatan sejarah peradaban Islam, negara juga difungsikan sebagai pemegang peran vital dalam mengatur kebijakan ekonomi yang dibangun di atas prinsip kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat.

Bentuk peran negara dalam sejarah Islam atas masalah ini diatur melalui institusi Baitul Maal. Rasulullah SAW membangun sebuah negara yang berlandaskan nilai-nilai Islam yang dikenal dengan nama Negara Madinah. Negara ini dibangun berdasarkan semangat keislaman yang tercermin dari Al-Quran dan kepemimpinan Rasulullah SAW. Seluruh aspek kehidupan masyarakat disusun berdasarkan nilai-nilai Qurani seperti persaudaraan, persamaan, kebebasan, dan keadilan. Sistem keuangan negara pun baru dibangun setelah melakukan berbagai upaya stabilisasi di bidang sosial, politik serta pertahanan keamanan negara. 

Pada masa awal pemerintahan, Negara Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan. Demikian juga kebijakan fiskal belum banyak berperan dalam kegiatan perekonomian negara. Kebijakan fiskal belum banyak dijalankan karena memang belum ada pemasukan negara pada saat itu. Penerimaan pemerintah hanya berasal dari sumbangan masyarakat. Zakat pun belum diwajibkan ketika itu.

Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman maka sistem keuangan mengalami perubahan, tidak terkecuali sistem keuangan publik Islam. Walaupun demikian, mekanisme pengelolaan keuangan publik Islam tersebut tetap dibangun dengan menanamkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan tujuan-tujuan Islam, baik dari segi penerimaan maupun pengeluarannya.

Untuk itu, tulisan ini akan membahas mengenai prinsip-prinsip keuangan publik Islam yang didasarkan dari sejarah keuangan publik Islam masa lampau untuk ditarik ke masa kini berdasarkan nilai-nilai yang tersirat di dalamnya, dan bagaimana peran zakat sebagai sumber keuangan negara.

Zakat Sebagai Instrumen Utama Keuangan Negara
Salah satu upaya dan kewajiban negara adalah mengatur ekonomi dengan tujuan untuk menjamin masyarakatnya mencapai kesejahteraan.

Baqir Ash-Shadr melihat bahwa intervensi negara dalam kehidupan ekonomi sangat diperlukan untuk menjamin keselarasannya dengan norma-norma Islam tersebut. (Chapra, 2001).

Karena itu, pemerintah berperan menyediakan berbagai barang publik untuk mendorong pembangunan dan kesejahteraan bersama melalui kebijakan publik dan fiskalnya.

Sebagai suatu komponen utama dalam keuangan publik Islam serta kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi Islam, zakat merupakan kegiatan wajib untuk semua umat Islam serta merupakan elemen penting dalam sumber pendapatan negara. Zakat adalah ketentuan yang wajib dalam sistem ekonomi (obligatory zakat system) sehingga dalam pelaksanaannya dilakukan melalui institusi resmi atau legal. Maka pengumpulan, pengelolaan, dan pendistribusian bisa tepat sasaran.

Implikasi zakat dalam arti khusus, dalam hal ini ekonomi, yaitu: Pertama, zakat dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang memiliki kekurangan. Kedua, zakat dapat memperkecil jurang kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Ketiga, zakat secara tidak langsung dapat menekan jumlah permasalahan sosial, kriminalitas, dan lain-lain. Keempat, zakat dapat menjaga kemampuan daya beli masyarakat agar dapat memelihara sektor usaha, artinya dengan zakat maka konsumsi masyarakat terjaga pada tingkat yang minimal (dapat terkontrol), sehingga perekonomian dapat berjalan dengan baik.

Maka di sinilah pentingnya pemerintah dalam mendorong masyarakat membayar zakat kepada Badan Amil Zakat Nasional atau LAZ tertentu yang telah didirikan di seluruh provinsi, kabupaten dan kecamatan.

Artinya dengan melakukan pemusatan dalam penghimpunan zakat, maka dana yang didapat akan mudah untuk disalurkan, sehingga potensi zakat yang besar di Indonesia tersebut dapat dikelola dengan baik dan paling penting tepat sasaran. Dengan demikian, zakat berusaha meningkatkan taraf hidup masyarakat fakir dan miskin ke tingkatan hidup yang lebih layak. Zakat juga merupakan sarana untuk mendekatkan jurang pemisah antara orang kaya dengan fakir dan miskin (Qardhawi, 1996).

Terkait masalah fundamental yang bernama kemiskinan, tetap menjadi tanggung jawab negara. Menurut Islam, dalam pemberantasan kemiskinan, negara harus melakukan intervensi dalam masalah ini.

Dalam Al-Quran diajarkan prinsip Al-Ma’un atau tanggung jawab sosial dapat diwujudkan ke dalam lembaga-lembaga negara, sebab kalau tidak maka seluruh masyarakat dapat terkena predikat “mendustakan agama”. Negara sebenarnya hanya bertugas menjamin terlaksananya ajaran ini, apakah dengan tindakan yang lebih langsung atau mendorong swasta dan masyarakat sendiri untuk melaksanakan doktrin itu.

Para pemikir Islam pada umumnya cenderung untuk menempatkan peranan negara yang aktif, baik dalam mengendalikan perekonomian ke arah perkembangan yang lebih stabil, terutama untuk mencegah pengangguran, mengarahkan alokasi sumber daya sehingga dapat dicapai keseimbangan antara efisiensi dan partisipasi masyarakat yang luas dalam kegiatan usaha serta melakukan redistribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat sehingga tidak timbul kepincangan dan ketidakadilan sosial.

Kemiskinan merupakan suatu fenomena yang amat kompleks. Sehingga dengan demikian, kemiskinan tidak saja menyangkut problem kultural, tetapi juga problem struktural yang menyangkut bagaimana negara membuat kebijakan fiskal yang berorientasi pada penanggulangan kemiskinan.
 
Secara kultural, Islam menganjurkan untuk menumbuhkan peranan setiap individu dalam meningkatkan kualitas hidupnya dan menumbuhkan proses kebersamaan sosial (kepedulian) melalui zakat, infak, sedekah dan instrumen lain. Islam meletakkan peran sentral negara dalam menciptakan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat secara adil dan merata dan menjaga stabilitas dan keberlangsungan perkembangan ekonomi dalam proses kemajuan dan pemerataan serta sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat dalam mencari solusi ke taraf hidup yang lebih layak.

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah, dalam Islam kebijakan fiskal merupakan suatu kewajiban negara dan menjadi hak rakyat, sehingga kebijakan fiskal bukanlah semata-mata sebagai suatu kebutuhan untuk perbaikan ekonomi maupun untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, tetapi lebih pada penciptaan mekanisme distribusi ekonomi yang adil.

Pembelanjaan pemerintah dalam koridor Negara Islam berpegang pada terpenuhinya semua kebutuhan primer (basic needs) tiap-tiap individu dan kebutuhan sekunder dan kebutuhan pelengkap (al-hajat al-kamaliyah) sesuai kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam masyarakat.

Dengan penjaminan kebutuhan primer, negara telah membangun suatu infrastruktur ekonomi dengan distribusi ekonomi yang adil, karena orang-orang yang kurang memiliki kemampuan dari sisi ekonomi disantuni oleh negara dengan penjaminan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokoknya.

Juga setiap orang mendapatkan hak yang sama dalam keamanan akan hartanya, akan usahanya (pertanian, industri dan perdagangan, jasa, dan lain-lain), jiwanya dan keluarganya. Dengan demikian, keuangan publik yang dipraktikkan pada masa Islam awal memiliki basis yang jelas pada filsafat etika dan sosial Islam yang menyeluruh.

Kemudian saran yang dianjurkan di antaranya: Mempelajari dan memahami hukum zakat secara benar. Sebelum mengeluarkan zakat, penting untuk mempelajari dan memahami hukum zakat secara benar. Hal ini bisa dilakukan dengan mempelajari kitab-kitab fiqih atau mengikuti kajian-kajian agama yang membahas tentang zakat. Menghitung zakat dengan benar: Setelah memahami hukum zakat, penting untuk menghitung zakat dengan benar.

Perlu diketahui bahwa zakat harus dikeluarkan dari harta yang mencapai nisab (jumlah tertentu) dan telah mencapai haul (waktu tertentu). Memberikan zakat kepada yang berhak, di mana zakat harus diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin, orang yang terlilit hutang, anak yatim, janda, dan lain sebagainya. 

Menyalurkan zakat melalui lembaga resmi: Ada banyak lembaga resmi yang menyalurkan zakat kepada yang membutuhkan. Menyalurkan zakat melalui lembaga resmi bisa memastikan bahwa zakat yang dikeluarkan benar-benar sampai kepada yang membutuhkan. Memperhatikan kualitas barang atau makanan yang diberikan: Ketika memberikan zakat berupa barang atau makanan, penting untuk memperhatikan kualitas barang atau makanan yang diberikan. 

Barang atau makanan yang diberikan harus layak dan tidak mengandung zat berbahaya, tidak memperlihatkan kebaikan: Ketika memberikan zakat, penting untuk tidak memperlihatkan kebaikan kepada orang lain. Hal ini dilakukan agar keikhlasan dalam memberikan zakat tidak terganggu.

Terus meningkatkan kepedulian sosial: Memberikan zakat hanya satu bentuk kepedulian sosial. Selain itu, teruslah meningkatkan kepedulian sosial dengan membantu orang lain dalam bentuk lain, seperti memberikan sedekah, berbuat kebaikan, atau mengikuti program sosial yang diadakan oleh lembaga-lembaga resmi atau non-profit.

*) Faiq Auzola, Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Universitas Islam Riau.

 

Pewarta: Faiq Auzola *)

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2023