Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan jika kondisi kesehatan ibu di Indonesia masih memprihatinkan dan butuh perhatian lebih dari seluruh lapisan masyarakat.“

Ini butuh perhatian, karena ibu adalah motor penggerak utama di dalam keluarga yang turut berperan besar dalam menentukan kualitas anak dan generasi penerus suatu keluarga,” kata Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN Eni Gustina saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Dalam memperingati Hari Ibu Nasional 2022, Eni menekankan jika hari besar itu harus menjadi momentum semua pihak untuk lebih menghargai kesehatan ibu baik fisik secara mentalnya, serta perannya dalam keluarga baik untuk suami, anak-anak, maupun pada lingkungan sosial.

Hal itu disebabkan karena sekitar 76 persen kematian ibu terjadi di fase persalinan dan pasca persalinan dengan proporsi 24 persen terjadi saat hamil, 36 persen saat persalinan dan 40 persen pasca persalinan. Dimana lebih dari 62 persen kematian ibu dan bayi terjadi di rumah sakit berdasarkan data Sampling Registration System (SRS) tahun 2018.

Walaupun persentase tersebut menunjukkan jika jangkauan akses masyarakat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan sudah cukup baik, namun kematian ibu disebabkan oleh berbagai faktor risiko yang berbahaya dan amat menyakitkan bagi ibu.

Mulai dari fase sebelum hamil misalnya, banyak ibu harus menderita anemia pada saat berada di usia suburnya. Hal lain yang terjadi adalah kekurangan energi kronik (KEK), kekurangan kalori, obesitas atau terkena Tuberkulosis (TBC) akibat gaya hidup yang salah dan lingkungan yang tidak layak untuk hidup sehat serta minimnya edukasi terkait pola hidup sehat di sejumlah daerah.

Kemudian pada saat hamil ibu, mereka juga harus mengalami berbagai faktor penyulit seperti hipertensi, perdarahan, anemia, diabetes, infeksi sampai dengan menderita penyakit jantung.

Ada pula kondisi lain yang tak kasat mata namun terus terjadi pada ibu dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, mengalami kehamilan yang tidak direncanakan yang bisa disebabkan oleh tidak menggunakan KB, adanya paksaan atau menjadi korban pelecehan. Kemudian mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) saat berada di rumah.

Di sejumlah daerah sendiri misalnya Papua, keterbatasan mengakses informasi terkait kesehatan reproduksi karena adanya adat dan budaya yang mengikat, juga menjadi masalah yang terus BKKBN perhatikan melalui penyuluhan Tim Pendamping Keluarga (TPK) guna memberikan pengawalan supaya suami dapat teredukasi dengan baik, sehingga harapannya ibu dapat mengambil keputusan atas kesehatan reproduksi dirinya sendiri.

Kematian yang terjadi pun, juga semakin meningkat ketika Indonesia menghadapi pandemi COVID-19. Dalam data Direktorat Kesehatan Keluarga per 14 September 2021, Eni membeberkan kalau sebanyak 1.086 ibu meninggal dengan hasil pemeriksaan swab PCR atau antigen positif.

Sementara dari data Pusdatin, jumlah bayi meninggal yang dengan hasil swab atau PCR positif tercatat sebanyak 302 orang.

“Ada kecenderungan bahwa di masa pandemi COVID-19 sekarang ini juga terjadi peningkatan Angka Kematian Ibu (AKI). Merespon persoalan tersebut, BKKBN bersama pihak terkait akan terus melakukan koordinasi untuk meningkatkan pelayanan sistem kesehatan demi menekan AKI terutama saat pandemi COVID-19,” ujar Eni.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022