Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2022 menurun menjadi 132,2 miliar dolar AS dari posisi akhir Juni 2022 sebesar 136,4 miliar dolar AS.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, mengungkapkan penurunan posisi cadangan devisa antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.

Meski begitu posisi cadangan devisa tetap tinggi karena setara dengan pembiayaan 6,2 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Ke depan bank sentral memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional.

Sebelumnya Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan nilai tukar rupiah mengalami tekanan yang meningkat sebagaimana juga dialami oleh mata uang regional lainnya, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Kurs Garuda pada 20 Juli 2022 terdepresiasi 0,60 persen dibandingkan akhir Juni 2022, namun dengan volatilitas yang terjaga.

Depresiasi itu sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara untuk merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global, di tengah persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.

Dengan perkembangan ini, nilai tukar rupiah sampai 20 Juli 2022 terdepresiasi 4,9 persen dibandingkan dengan level akhir 2021 (point-to-point/ptp), tetapi relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti Malaysia 6,41 persen (ptp), India 7,07 persen (ptp), dan Thailand 8,88 persen (ptp).
 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria

Editor : Juraidi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022