Kementerian Agama menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan dalam mengelola visa haji mujamalah (tanpa antre) sesuai dengan Undang-Undang No 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
"Sesuai undang-undang, Kementerian Agama tidak mengelola visa haji mujamalah, hanya visa haji kuota Indonesia," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, pada Kamis (30/6) sebanyak 46 calon haji dengan visa mujamalah tertahan di Imigrasi Arab Saudi setiba di Bandara Jeddah, Arab Saudi.
Perusahaan yang memberangkatkan jamaah furoda (non-kuota) tidak resmi itu adalah PT Alfatih Indonesia Travel. Perusahaan ini beralamat di Bandung, Jawa Barat, tidak terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag).
Ke-46 orang tersebut sudah mengenakan pakaian ihram, namun tidak melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), bukan travel yang biasa memberangkatkan jamaah haji khusus. Namun, kini semuanya telah dipulangkan ke Tanah Air.
Hilman mengatakan dalam UU bahwa visa haji Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu visa haji kuota Indonesia dan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Kewenangan Kemenag, kata dia, adalah pengelolaan visa haji kuota Indonesia. Di dalamnya terdapat visa kuota haji reguler dan visa kuota haji khusus.
"Karena sifatnya adalah undangan raja, pengelola visa tersebut di bawah kewenangan langsung Kedutaan Besar Arab Saudi," kata dia.
Terkait teknis keberangkatannya, pemegang visa mujamalah harus berangkat ke Arab Saudi melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
UU No 8 Tahun 2019 Ayat (2) pasal 18 mengatur bahwa warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui PIHK.
"Ketentuan ini dimaksudkan agar proses pemberangkatan setiap WNI yang akan menunaikan ibadah haji tercatat. Selain itu, pihak penyelenggara yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah PIHK," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
"Sesuai undang-undang, Kementerian Agama tidak mengelola visa haji mujamalah, hanya visa haji kuota Indonesia," ujar Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.
Sebelumnya, pada Kamis (30/6) sebanyak 46 calon haji dengan visa mujamalah tertahan di Imigrasi Arab Saudi setiba di Bandara Jeddah, Arab Saudi.
Perusahaan yang memberangkatkan jamaah furoda (non-kuota) tidak resmi itu adalah PT Alfatih Indonesia Travel. Perusahaan ini beralamat di Bandung, Jawa Barat, tidak terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag).
Ke-46 orang tersebut sudah mengenakan pakaian ihram, namun tidak melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), bukan travel yang biasa memberangkatkan jamaah haji khusus. Namun, kini semuanya telah dipulangkan ke Tanah Air.
Hilman mengatakan dalam UU bahwa visa haji Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu visa haji kuota Indonesia dan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Kewenangan Kemenag, kata dia, adalah pengelolaan visa haji kuota Indonesia. Di dalamnya terdapat visa kuota haji reguler dan visa kuota haji khusus.
"Karena sifatnya adalah undangan raja, pengelola visa tersebut di bawah kewenangan langsung Kedutaan Besar Arab Saudi," kata dia.
Terkait teknis keberangkatannya, pemegang visa mujamalah harus berangkat ke Arab Saudi melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
UU No 8 Tahun 2019 Ayat (2) pasal 18 mengatur bahwa warga negara Indonesia yang mendapatkan undangan visa haji mujamalah dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui PIHK.
"Ketentuan ini dimaksudkan agar proses pemberangkatan setiap WNI yang akan menunaikan ibadah haji tercatat. Selain itu, pihak penyelenggara yang bertanggung jawab dalam hal ini adalah PIHK," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022