Dana Abadi dinilai masih belum penting dilakukan di daerah karena pemerintah daerah pada umumnya memiliki kapasitas fiskal yang rendah, apalagi dana itu juga rawan dikorupsi. 

"Pada umumnya daerah masih tergantung dari dana transfer karena PAD (pendapatan asli daerah) juga masih terbatas, dengan kata lain secara kemandirian fiskal daerah masih rendah," ujar Pengamat ekonomi asal Sumatera Utara, Wahyu Ario Pratomo di Medan, Rabu. 

Dengan kemandirian fiskal daerah yang masih rendah, maka Dana Abadi tidak mungkin terbentuk, mengingat pembiayaan pembangunan masih sangat dibutuhkan. 

"Mungkin daerah yang bisa memiliki Dana Abadi adalah daerah yang memiliki SDA (sumber daya alam) yang tinggi, dimana mendapatkan dana bagi hasil yang besar dan seluruh layanan publiknya sudah berkualitas," katanya. 

Begitu pun, ujar Wahyu Ario Pratomo yang Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara (USU) itu, dengan kondisi saat ini dimana ekonomi terganggu, akan sulit membentuk Dana Abadi. 

Dana Abadi Daerah yang dibahas dalam Undang-Undang No. 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang sumber dananya dapat berasal dari silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran) daerah-daerah, katanya, baru bisa terwujud pada masa yang akan datang. 

"Rasanya, Dana Abadi bagi daerah masih sangat jauh dari yang dibutuhkan. Pembangunan infrastruktur,  sumber daya manusia, penyediaan lahan untuk ruang publik dan ruang terbuka hijau, masih sangat dibutuhkan daerah," ujarnya. 

Dia memberi contoh keuangan daerah yang masih belum memadai terlihat dari banyaknya daerah yang mau mengeluarkan obligasi daerah untuk penyediaan sarana prasarana daerah. 

Kalau tidak dibangun sekarang atau secepatnya, maka akan sulit untuk dipenuhi di masa yang akan datang akibat biaya pembangunannya yang semakin mahal seperti tanah, bahan bangunan, dan lainnya. 

"Dana daerah yang disimpan untuk Dana Abadi, rasanya tidak akan mampu memenuhi semua kebutuhan publik tersebut," katanya. 

Wahyu juga mengingatkan bahwa Dana Abadi itu juga rentan menjadi ajang baru untuk tindakan korupsi di pemerintah daerah. 

Kemungkinan korupsi itu misalnya,  paling awal dan mudah dilakukan melalui adanya investasi pada aset yang ditawarkan dengan cara praktik kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

"Jadi kalau pun Dana Abadi itu bisa terbentuk di daerah, pemerintah juga harus membatasi jenis investasi yang diperbolehkan," ujar Wahyu

Kalau tidak ada peraturan itu, maka bendahara umum atau  Badan Layanan Umum Daerah dapat menempatkan Dana Abadi Daerah dengan praktik-praktik KKN.

Pewarta: Evalisa Siregar

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022