Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih mendalami temuan 1,1 juta kilogram minyak goreng di Deliserdang, Sumut, yang awalnya diduga penimbunan, tetapi akhirnya dinyatakan kepolisian tidak bermasalah.
"KPPU masih mendalami apakah temuan itu terkait dengan penahanan pasokan dalam rangka mengatur harga sebagaimana diatur dalam UU No 5/99 atau tidak," ujar Kepala KPPU Kantor Wilayah I Medan, Ridho Pamungkas di Medan, Jumat.
Menurut dia, dari perspektif persaingan usaha, tindakan penimbunan atau menahan pasokan dapat efektif dalam mengatur harga ketika pelaku merupakan penguasa pasar.
Atau secara bersama-sama dengan pelaku usaha sejenis melakukan hal yang sama.
Namun ketika harga eceran tertinggi (HET) sudah ditetapkan pemerintah, namun nyatanya masih tetap terjadi penimbunan, maka kemungkinan ada alasan atau motif tertentu lain.
Fakta di lapangan, terjadinya kelangkaan minyak goreng di pasar, sementara pendistribusian minyak goreng sesuai HET belum merata di sejumlah tempat.
Hal tersebut dapat memicu berbagai perilaku pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Di tingkat produsen misalnya, ujar Ridho, pengusaha lebih memilih untuk menyalurkan minyak gorengnya ke industri karena untuk industri tidak ada ketentuan mengenai HET.
Sedangkan di tingkat distributor, mereka juga dapat saja memilih untuk menyalurkan ke industri untuk mendapatkan untung lebih besar.
Ada pun di tingkat ritailer, beberapa pedagang ada yang memanfaatkan untuk menjual minyak goreng dengan syarat tertentu.
Seperti konsumen harus minimal berbelanja Rp300.000 atau dipaketkan dengan produk lain (tying atau bundling).
Ridho menjelaskan, bundling adalah suatu strategi pemasaran dimana produk dikelompokkan bersama menjadi dua atau lebih dalam satu kemasan penjualan dengan satu harga.
Sementara praktik tying adalah upaya yang dilakukan pihak penjual yang mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama, atau paling tidak konsumen sepakat untuk tidak membeli produk kedua di tempat lain.
Kedua perilaku tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU No 5/99.
Terkait dengan tersebut, KPPU bersama pemerintah, satgas pangan, ombudsman dan pemangku kepentingan lain, berdasarkan kewenangannya masing-masing akan tetap melakukan pengawasan terhadap pendistribusian minyak goreng di masyarakat.
"Kepolisian sudah menyatakan minyak goreng 1,1 juta kilogram milik PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) bukan praktik penimbunan, tapi KPPU masih akan mendalami kasus tersebut," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
"KPPU masih mendalami apakah temuan itu terkait dengan penahanan pasokan dalam rangka mengatur harga sebagaimana diatur dalam UU No 5/99 atau tidak," ujar Kepala KPPU Kantor Wilayah I Medan, Ridho Pamungkas di Medan, Jumat.
Menurut dia, dari perspektif persaingan usaha, tindakan penimbunan atau menahan pasokan dapat efektif dalam mengatur harga ketika pelaku merupakan penguasa pasar.
Atau secara bersama-sama dengan pelaku usaha sejenis melakukan hal yang sama.
Namun ketika harga eceran tertinggi (HET) sudah ditetapkan pemerintah, namun nyatanya masih tetap terjadi penimbunan, maka kemungkinan ada alasan atau motif tertentu lain.
Fakta di lapangan, terjadinya kelangkaan minyak goreng di pasar, sementara pendistribusian minyak goreng sesuai HET belum merata di sejumlah tempat.
Hal tersebut dapat memicu berbagai perilaku pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Di tingkat produsen misalnya, ujar Ridho, pengusaha lebih memilih untuk menyalurkan minyak gorengnya ke industri karena untuk industri tidak ada ketentuan mengenai HET.
Sedangkan di tingkat distributor, mereka juga dapat saja memilih untuk menyalurkan ke industri untuk mendapatkan untung lebih besar.
Ada pun di tingkat ritailer, beberapa pedagang ada yang memanfaatkan untuk menjual minyak goreng dengan syarat tertentu.
Seperti konsumen harus minimal berbelanja Rp300.000 atau dipaketkan dengan produk lain (tying atau bundling).
Ridho menjelaskan, bundling adalah suatu strategi pemasaran dimana produk dikelompokkan bersama menjadi dua atau lebih dalam satu kemasan penjualan dengan satu harga.
Sementara praktik tying adalah upaya yang dilakukan pihak penjual yang mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama, atau paling tidak konsumen sepakat untuk tidak membeli produk kedua di tempat lain.
Kedua perilaku tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU No 5/99.
Terkait dengan tersebut, KPPU bersama pemerintah, satgas pangan, ombudsman dan pemangku kepentingan lain, berdasarkan kewenangannya masing-masing akan tetap melakukan pengawasan terhadap pendistribusian minyak goreng di masyarakat.
"Kepolisian sudah menyatakan minyak goreng 1,1 juta kilogram milik PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) bukan praktik penimbunan, tapi KPPU masih akan mendalami kasus tersebut," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022