Bukan hanya menemukan adanya dugaan salah satu penghuni yang meninggal dunia di kerangkeng mirip penjara milik Bupati Langkat Terbit Rencana Peganginangin. Lembaga Perlindungan Saksi dan Konsumen (LPSK) juga menemukan adanya pelarangan untuk menjalankan ibadah baik ke masjid ataupun gereja terhadap penghuni.
Penghuni kerangkeng dilarang beribadah seperti salat jumat ke masjid dan juga salat ied ketika lebaran. Bagi yang beragama nasrani juga dilarang beribadah ke gereja.
Praktek eksploitasi manusia dan pengekangan kebebasan ini disampaikan Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu kepada wartawan di Medan, (29/1).
"Dari hasil bahan keterangan yang kami peroleh di lapangan, pengekangan kebebasan dialami para penghuni sel. Termasuk pelarangan salat ke mesjid. Nasrani juga tidak diperbolehkan beribadah minggu ke gereja selama bertahun-tahun", kata Edwin.
Meskipun begitu, penghuni masih diperbolehkan beribadah di dalam kerangkeng, karena dari lokasi ada ditemukan sajadah.
"Kami memang menemukan sajadah. Tapi saat kami tanyakan apakah mereka boleh salat Jumat ke luar atau ibadah ke gereja, jawaban tidak sama sekali. Ini tentu melanggar hak-hak kebebasan beragama dan beribadah seseorang. Ini tidak pernah terjadi sekalipun dalam penjara resmi negara," jelasnya.
Akses terbatas juga dilakukan kepada keluarga yang tidak boleh menjenguk mereka dalam waktu enam bulan hingga satu setengah tahun pertama. Saat lebaran, pihak keluarga yang harus datang menjenguk. Sementara penghuninya tetap berada dalam kereng.
"Mereka juga tidak diperkenankan memakai handpone untuk berkomunikasi. Kondisinya sangat jauh berbeda dengan penghuni penjara resmi negara. Ini adalah sel ilegal," ucapnya.
LPSK menyebut praktek eksploitasi manusia diduga dilakukan Terbit Rencana Peranginangin saat diketahui para penghuni kerangkeng ini diwajibkan bekerja dari pagi hingga sore, diberi makan satu kali sehari tanpa digaji bertahun-tahun.
"Ada dugaan mereka dipaksa bekerja tanpa gaji. Lamanya mereka tinggal beragam. Ada yang hitungan bulan, satu setengah tahun sampai ada yang empat tahun tanpa penghasilan apa-apa layaknya orang bekerja" , jelas Edwin.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022
Penghuni kerangkeng dilarang beribadah seperti salat jumat ke masjid dan juga salat ied ketika lebaran. Bagi yang beragama nasrani juga dilarang beribadah ke gereja.
Praktek eksploitasi manusia dan pengekangan kebebasan ini disampaikan Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu kepada wartawan di Medan, (29/1).
"Dari hasil bahan keterangan yang kami peroleh di lapangan, pengekangan kebebasan dialami para penghuni sel. Termasuk pelarangan salat ke mesjid. Nasrani juga tidak diperbolehkan beribadah minggu ke gereja selama bertahun-tahun", kata Edwin.
Meskipun begitu, penghuni masih diperbolehkan beribadah di dalam kerangkeng, karena dari lokasi ada ditemukan sajadah.
"Kami memang menemukan sajadah. Tapi saat kami tanyakan apakah mereka boleh salat Jumat ke luar atau ibadah ke gereja, jawaban tidak sama sekali. Ini tentu melanggar hak-hak kebebasan beragama dan beribadah seseorang. Ini tidak pernah terjadi sekalipun dalam penjara resmi negara," jelasnya.
Akses terbatas juga dilakukan kepada keluarga yang tidak boleh menjenguk mereka dalam waktu enam bulan hingga satu setengah tahun pertama. Saat lebaran, pihak keluarga yang harus datang menjenguk. Sementara penghuninya tetap berada dalam kereng.
"Mereka juga tidak diperkenankan memakai handpone untuk berkomunikasi. Kondisinya sangat jauh berbeda dengan penghuni penjara resmi negara. Ini adalah sel ilegal," ucapnya.
LPSK menyebut praktek eksploitasi manusia diduga dilakukan Terbit Rencana Peranginangin saat diketahui para penghuni kerangkeng ini diwajibkan bekerja dari pagi hingga sore, diberi makan satu kali sehari tanpa digaji bertahun-tahun.
"Ada dugaan mereka dipaksa bekerja tanpa gaji. Lamanya mereka tinggal beragam. Ada yang hitungan bulan, satu setengah tahun sampai ada yang empat tahun tanpa penghasilan apa-apa layaknya orang bekerja" , jelas Edwin.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2022